Cerpen
: Dwi Utami Panggaben
Azan subuh menggema, Rio tersentak dari tidumya.
Lantunan suara azan itu sungguh merdu dan lembut terasa ditelinga Rio, hingga
ia mendengarkannya penuh penghayatan sampai azan usai. Terus Rio berdiri
melangkah keruangan depan. Matanya terpengarah perlahan-lahan air matanya
menetes melihat ruangan yang masih berantakan itu.“ Astagfirullah,
aku lupa. Kiranya semalam ada acara takjiah atas kepergian ayah. Ya Tuhan, ya
Robbi, aku belum percaya ayahku telah tiada ucapan dalam hati. Tikar-tikar
masih tergelar, asbak-asbak rokok berserakan serta gelas-gelas bekas air minum
masih tersusun dipojok ruangan. “Ya, Tuhan beri hamba kekuatan dihatinya.
Rio meneruskan niatnya
untuk melaksanakan sholat subuh. Pikirannya masih menerawang akan peristiwa
kepergian ayahnya kemarin pagi. Diatas sajadah usai sholat ia melantunkan doa
buat almarhum ayahnya, meminta ridho-Nya memohon petunjuk -Nya. Tiba - tiba ia
dikejutkan rangkulan tangan mungil dari belakang, temyata adik bungsunya Nita.
“Bang, Nita juga mau mendoakan Ayah”, Ucapnya dengan nada manja. Rio hanya
tersenyum mendengamya. “ Pasti adikku ini merasa terpukul atas kepergian ayah”,
Pikimya. Siapa menyangka hal ini, dua hari yang lalu lelaki pekeija keras itu
masih sempat meneleponnya menceritakan hasil panen sawah kita jauh meningkat.
Ini semua tak lepas dari doamu nak”, Ucap ayahnya penuh semangat. Bahkan bulan
ini beliau hendak ketempat Rio sambil berlibur setelah sekian bulan berkutat
disawah. Ayah Rio memang begitu setiap usai panen beliau pasti datang ketempat
anaknya. Sekalian mengantar biaya kuliah Rio dan belanjanya. Maklum, Rio di
Medan sementara keluarga mereka bertempat tinggal di salah satu desa di
Tapanuli Selatan. Rio menanggapi ucapan ayahnya dengan tak kalah semangat. “Ya,
Ayah tetapi juga berkat kegigihan ayah mengerjakannya”, Ucap Rio sambil
tertawa.
Tanpa disadari Rio, dia telah lama melamun
diatas sajadahnya, sementara Nita sudah terisak-isak dihadapannya, “Sudahlah
dik Nita nggak boleh menangis terus, biarlah Ayah tenang di alam sana ya?”,
Bujuk Rio pada gadis kecil usia tujuh tahun itu. Nita menghapus air matanya
sambil berlari keluar.
Kepergian ayahnya memang sangat mengejutkan
orang-orang disekitamya. Bagaimana tidak, lelaki berperawakan tegap itu selama
ini tidak pemah mengeluh akan keadaan kesehatannya. Beliau tampak tegar dan
sehat. Sehingga sangat membuat sok keluarga Rio akan kepergian ayahnya. “Aku
tidak menduga ayah secepat itu meninggalkan kita, Bu!”, Ucap Rio pada ibunya
sore itu. “Sudahlah, nak..., biarlah beliau tenang disisi Allah”, Jawab Ibu.
Rio kembali meneteskan air matanya. Selama ini ayahnya lah yang selalu membuat
semangatnya. Beliau tidak rela melihat Rio pesimis. Bahkan bila dilihat dari
sisi ekonomi mereka, Rio tidak menyangka bisa Kuliah di Perguruan Tinggi Negeri
di Medan. Semua itu berkat kegigihan dan semangat ayahnya. Bagaimana mungkin
Rio bisa kuliah sementara orangtuanya hanyalah seorang petani. Tetapi jika
Allah memberi ridho- Nya apapun bisa teijadi. Hal inilah yang membuat hati Rio
bersemangat. Apalagi nasehat- nasehat ayahnya yang bersifat membangun dan
membangkitkan semangatnya. Rio masih ingat betul semua kenangan-kenangan
ayahnya. Ketika masih SMA Rio tidak bemiat untuk melanjutkan sekolahnya. Dia
pasrah menjalani hidup ini apa adanya. Tetapi ayahnya terns menyemangatinya
bahwa beliau mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya. Beliau memang pekeija
keras, tidak kenal lelah dan menyerah. “Kalau kau mau bersakit-sakit, ayah
bisa, nak. Pokoknya jangan kecewakan ayah, iya. Kuliahlah nak, ayah siap dan
bisa”, Ucap ayahnya waktu itu ketika Rio hendak tamat SMA. Saat itu Rio
tercengang mendengar ucapan ayahnya. “Ya Allah, begitu semangatnya ayah,” Ucap
Rio dalam hati. Kiranya Tuhan memang mendengarkan dan mengabulkan ucapan dan
doa-doa ayah.
Sungguh suatu anugerah bagi Rio semuanya itu
bila teringat peristiwa itu. Tuhan memang Maha Mendengar akan Doa-doa hambanya
yang taat pada-Nya. Yang paling disesalkan Rio, ayahnya terlalu cepat pergi
sebelum dia dapat membuktikan keberhasilannya dihadapan ayahnya. Orang yang
paling berharga dalam hidupnya telah pergi untuk selama-lamanya.” Panen padi
kita tahun ini menaik drastis nak, itu semua tidak lepas berkat doamu Rio, agar
cita-citamu dapat tercapai,” Ucap ayahnya waktu itu.
Kata- kata itu
selalu temgiang ditelinganya Rio. Ayahnya memang selalu memberi motivasi Rio,
sehingga Rio tidak pemah rendah diri.
Kisah ketika Rio masih kecil sampai saat
kepergian ayahnya satu persatu bermunculan diingatan Rio. Masa kecil yang
menyenangkan ketika berlari-lari di pematang sawah. Memancing ikan-ikan kecil
yang diajari ayah di parit-parit dekat sawah. Bahkan ketika Rio teijatuh
kedalam parit waktu itu, langsung ditangkap dan digendong ayah, Ya Allah semua
terekam dal am ingatan Rio membuat air mata Pemuda itu menetes lagi mengenang
ayahnya. Ayahnya juga mengajarinya bertanam padi, merawat dan memberi pupuk
tanaman padi. Suatu ketika disawah, Rio pemah menangis hanya gara-gara mau
menanam padi sementara bibit semai belum sampai umumya. Ayahnya hanya tertawa
dan mengatakan bahwa bibitnya masih terlalu muda.
Tetapi yang paling memilukan hati Rio suatu
Peristiwa masa kecilnya yang menyedihkan. Waktu itu padi mereka hampir panen.
Sore itu Rio dan adik-adiknya pergi bersama ayah melihat tanaman padi mereka
yang hampir panen. “Mudah-mudahan hasilnya memuaskan kita. Sebab sudah ayah
lihat tanaman bagus sekali,” Ucap ayah pada Rio dan adik-adiknya. Temyata benar
apa yang dibilang ayahnya. Tanaman padinya bagus sekali, padinya kuning dan
bemas. Mereka semua gembira melihatnya.”Aku yakin hasil panen pasti meningkat”,
Ucapku dalam hati. Dan mereka rencanakan beberapa hari lagi sudah bisa dipanen.
Biasanya mereka memanen padi dihari — hari minggu agar semua bisa membantu
ayahnya tetapi apa yang teijadi sebelum di panen? Kiranya malam harinya hujan
lebat sekali. Sehingga tanaman padi mereka hanyut oleh banjir, Tuhan memang
Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Kami sedih sekali waktu itu.
Kala itu Rio melihat wajah ayah sedih tetapi
beliau tidak pemah mengeluh. “Kita haras sabar ya, manusia Cuma bisa
merencanakan, Tuhanlah yang memastikannya,” ucap ayah waktu itu.
Ayahnya bgitu tegar, tak pemah menyerah. Beliau
terns berasaha dan bekeija meskipun berbagai tantangan, namun beliau terns
melangkah dan melangkah. Baginya keluarga dan anak-anaknya adalah segalanya.
“Tuhan tidak pemah mengabaikan hambanya yang tidak kenal menyerah dan
yang mengingatnya,” ucap ayahnya saat ni menceritakan kegagalan panen akibat
banjir itu.
Malam ini adalah hari terakhir takjiah dirumah
Rio, setelah dua malam mereka melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
Firman-firman Allah serta wejangan nasehat- nasehat kesabaran yang disampaikan
ustazd dan ustazdjah pada mereka. Memang hidup ini tidak ada yang perlu
disesalkan, tetapi hadapilah dengan hati yang sabar. Sebab dimata Allah
tidaklah ada batas kesabaran. Dan tidak ada satupun yang kekal semua akan
berpulang pada-Nya.
Hari hampir pagi, azan subuh kembali menggema
seperti hari-hhari kemarin. Saatnya unutuk bangun dan kembali mengingat-Nya dan
mengucapkan Asma Allah dan Firman - firman-Nya. Ash sholatu Khoirun minan naum
( sholat itu lebih baik dari pada tidur). Rio memulai dengan Allahhu Akbar
hingga ucapan sal am kekanan dan kiri. Ia lalu menoleh kebelakang, kira sudah
ada 5 orang yang mengimaminya tanpa disadarinya, yakni Ibunya dan keempat orang
adik-adiknya. “ Alhamdulillah ya Allah,” ucapnya dalam hati dengan rasa lega.
Kemudian mereka bersama melantunkan doa yang dipimpin oleh Rio.
Pagi itu usai sarapan mereka sekeluarga pergi
berziarah kemakam ayahnya. Rio memandang makam yang masih baru dengan tatapan sendu,
sedih dan berbagai keresahan berkecamuk dibatinnya. Tetapi hatinya kembali
dapat dikuasainya. “ Ya Allah kuatkan imanku, beri aku kesabaran menghadapi
semua ini,” ucap batinnya sambil membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Ingatan
kembali mengenang sikap dan watak ayahnya yang tegar tak kenal lelah. Sungguh
ia sangat mengidolakan lelaki yang sangat dihormatinya itu.
Ia memohon dan meminta agar dia bisa seperti
ayahnya kelak, dan berusaha dengan sekuat hati, siap, ikhlas mengganti posisi
ayahnya untuk membimbing adiknya. “Ayah aku ikhlas, rela menggantikan posisimu.
Aku akan jalani seperti yang pemah kau ajarkan padaku, aku tak akan
mengecewakan seperti yang kau inginkan. Seandainya waktu dapat diputar kembali
betapa aku ingin membuktikan dihadapanmu apa jadinya anakmu ini. Semua rasa
penasarannya berkecamuk dibatinnya bila mengingat ayahnya.
Yang paling menggugah hati Rio adalah
ucapan-ucapan ayahnya yang selalu memberi motivasi dan semangat. Apalagi ketika
setiap panen padi tiba, pasti ayah berucap. “Hasil panen kita naik lagi Rio,
itu berkat doamu juga nak. Agar kuliahmu selesai dan cita- citamu tercapai.”
Kata-kata itu selalu muncul bila ayahnya menelepon. Itu semua adalah untuk motivasi Rio agar terus semangat. Ucapan-ucapan itu sungguh
indah ditelinga Rio. “Ayah, sungguh kau sebagai semangat bagi anak-anakmu.
Kini tidak lagi kami nikmati
hasil panen berkat tangan tegar ayah menanam setiap rumpun padi
disawah kita. Tetapi tetap memetik hasil dari nasihat-nasihat dan bimbingan
ayah hingga diakhir hayat kami kelak. Dan ayah juga akan menerima hasil panen
amal dari hasil ketaqwaan dan tanggung jawab ayah selama ini. Rio belum sempat
membahagiakanmu. Selamat jalan ayah.” Ucap Rio sambil mengusap muka dengan
kedua tangannya yang basah oleh air mata.
Selesai .