--> MAKALAH TENTANG : TEORI-TEORI KONFLIK DAN PERDAMAIAN | KUMPULAN MAKALAH

Berbagi Tugas Sekolah Makalah dan Referensi

Wednesday, March 15, 2017

MAKALAH TENTANG : TEORI-TEORI KONFLIK DAN PERDAMAIAN

| Wednesday, March 15, 2017
                                                                 PENDAHULUAN

        Fenomena sosial dalam masyarakat banyak ragamnya kadangkala fenomena sosial berkembang menjadi suatu masalah sosial akibat perbedaan cara pandang mengenai Fenomena tersebut. Dalam menyelesaikan masalah sosial dibutuhkan suatu teori untuk menyelesaikannya. Teori-teori tersebut lahir dari pengalaman- pengalaman yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Karena setiap individu mengalami pengalaman yang berbeda maka teori yang muncul juga akan berbeda pula antara satu individu dengan individu lainnya. Disimpulkan bahwa tidak ada teori yang dapat menyeluruh membahas mengenai masalah sosial di masyarakat.
        Di zaman modern ini, orang dengan berbagai aktivitas dan kepentingan silih berganti, kadang dapat membuat seorang individu atau suatu kelompok mengalami disjungsi atau persinggungan dengan individu atau kelompok yang lain yang akan mengakibatkan konflik. Konflik yang berkepanjangan kadang dapat memperburuk tatanan sosial masyarakat. Namun, konflik juga berperan positif dalam memperkuat persatuan dan menghilangkan konflik intern dalam suatu kelompok. Konflik dimanapun bentuknya merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Konflik senantiasa ada dalam setiap sistem sosial. Dapat dikatakan konflik merupakan suatu ciri dari sistem sosial. Tanpa konflik suatu hubungan tidak akan hidup. Sedangkan ketiadaan konflik dapat menandakan terjadinya penekanan masalah yang suatu saat nanti akan timbul suatu ledakan yang benar-benar kacau. Untuk itu dibutuhkan suatu teori yang dapat menekan bahkan memusnahkan konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.

PEMBAHASAN

TEORI TEORI KONFLIK DAN PERDAMAIAN
1.    Teori-teori Konflik
a.    Pengertian Konflik

      Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (dapat pula kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik didefenisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. Dengan demikian secara sederhana, konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan bertentangan.
       Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat. Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik anggotanya atau dengan kelompok lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
     Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Teori ini didasarkan pada pemikiran sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Perspektif konflik dapat dilacak melalui pemikiran tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx (1818-1883), Lewis Coser, Max Weber (1864-1920), George Simmel (1858-1918), sampai Ralf Dahrendorf.

b.    Teori-teori Konflik
1.    Teori konflik Karl Marx (1818-1883)

     Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke-19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.

2.    Teori konflik Lewis Coser
       Menurut Coser, konflik dapat bersifat fungsional secara positif maupun negatif. Fungsional secara positif apabila konflik tersebut berdampak memperkuat kelompok, sebaliknya bersifat negatif apabila bergerak melawan struktur. Dalam kaitannya dengan sistem nilai yang ada dalam masyarakat, konflik bersifat fungsional negatif apabila menyerang suatu nilai inti. Dalam hal ini konflik antara suatu kelompok dengan kelompok lain, konflik dapat bersifat fungsional positif karena akan membantu pemantapan batas-batas struktural dan mempertinggi integrasi dalam kelompok. Penekanan teori konflik ini adalah bahwa tingkat struktur sosial yang berada di masyarakat, dimana susunan struktur yang tercipta merupakan suatu hasil persetujuan dan konsensus yang sekaligus mengarah pada proses konflik sosial.
3.    Teori konflik Max Weber (1864-1920)
       Dalam teorinya weber percaya bahwa konflik terjadi dengan cara yang jauh lebih dari sekedar kondisi-kondisi material. Weber mengakui bahwa konflik dalam merebutkan sumber daya ekonomi merupakan ciri dasar kehidupan sosial, tetapi ia berpendapat bahwa banyak tipe-tipe konflik lain yang juga terjadi diantara berbagai tipe tersebut. Weber menekankan dua tipe. Dia menganggap konflik dalam arena  politik sebagai sesuatu yang sangat fundamental. Baginya kehidupan sosial dalam kadar tertentu merupakan pertentangan untuk memperoleh kekuasaan dan dominasi oleh sebagian individu dan kelompok tertentu terhadap yang lain dan dia tidak menganggap pertentangan untuk memperoleh keuntungan ekonomi Sebaliknya, Weber melihat dalam kadar tertentu sebagai tuiuan pertentangan untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

4.    Teori konflik George Simmel (1858-1918)
Penjelasan tentang teori koflik Simmel sebagai berikut:
    Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisis.
    Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.

5.    Teori Konflik Ralf Dahrendorf
       Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. Karl Marx berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu individu- individu yang sama. Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana-sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas.
        Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Kemudian dimodifikasi oleh berdasarkan perkembangan yang terjadi akhir- akhir ini. Dahrendorf mengatakan bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut Dahrendorf hubungan- hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas.
      Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. Dalam analisisnya Dahrendorf menganggap bahwa secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling mudah di analisis bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan- hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai- nilai yang merupakan ideologi keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan- kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan- hubungan sosial yang terkandung di dalamnya.
Teori Konflik berdasarkan sudut pandang:
1.    Teori hubungan masyarakat

     Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
    Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik.
    Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keberagaman yang ada di dalamnya.

2.    Teori Negosiasi Prinsip
        Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
    membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.
    Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

3.    Teori Kebutuhan Manusia
      Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia yaitu fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
    Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
    Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.

4.    Teori Identitas
      Berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
    Melalui fasilitas dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati diantara mereka.
    Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.

5.    Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidak cocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
    Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain.
    Mengurangi pikiran negatif yang mereka miliki tentang pihak lain.
    Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

6.    Teori Transformasi Konflik
      Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya, dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:
    Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.
    Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang mengalami konflik.
    Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi dan pengakuan.

2.    Teori-teori Perdamaian
a.    Pengertian Perdamaian

    Perdamaian adalah penyesuaian dan pengarahan yang baik dimana pihak bersangkutan dapat menyelesaikan masalah atau pertentangannya dengan cara damai dikarenakan ditemukannya jalan keluar yang sama-sama tidak merugikan sehingga dapat menciptakan suasana yang kondusif.
b.    Teori-teori Perdamaian
1.    Teori Perdamaian Johan Galtung

    Galtung berkontribusi dalam konsepsinya akan terminologi perdamaian. Menurut galtung, dalam terminologi perdamaian ada dua sub terminologi didalamnya yaitu positive peace dan negative peace. Terminologi positive peace dapat dicapai jika perdamaian dicapai atas dasar koordinasi dan hubungan yang supportif antara pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Sedangkan terminologi negative peace diartikan oleh Galtung sebagai absennya. Baik konflik yang bernuansa kekerasan atau tidak.
2.    Teori Marxisme
       Menurut kaum Marxis, perdamaian dan keamanan suatu negara dapat diperoleh jika sistem kelas (kaum borjuis dan proetar) harus dihilangkan karena lambat laun perselisihan antar kelas telah mendominasi konflik dalam sejarah dan menimbulkan sebuah kesenjangan.
3.    Teori Neomarxis
       Dalam mencapai suatu perdamaian dan keamanan kaum neomarxis terletak pada suatu pengalihan sistem ke sistem sosio-ekonomi yang tidak eksploitas sehingga mencegah dan mengurangi berbagai motivasi negara-negara untuk berperang.

SIMPULAN

      Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Teori ini didasarkan pada pemikiran sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Perspektif konflik dapat dilacak melalui pemikiran tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx (1818-1883), Lewis Coser, Max Weber (1864-1920), George Simmel (1858-1918), sampai Ralf Dahrendorf.

Teori konflik berdasarkan sudut pandang:
1.    Teori hubungan masyarakat
2.    Teori negosiasi prinsip
3.    Teori kebutuhan manusia
4.    Teori identitas
5.    Teori kesalahpahaman Antarbudaya
6.    Teori Transformasi konflik
Teori-teori perdamaian:
1.    Teori perdamaian Galtung
2.    Teori Marxisme
3.    Teori Neomarxis

DAFTAR PUSTAKA

Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007
http://psychochanholic.blogspot.com/2008/03/teori-teori-konflik.html
Johan Galtung, Violence, Peace, and Peace Research, Journal of Peace Research
Margaret. M. Poloma,  Sosiologi Kontemporer,  Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada, 1994

Related Posts

No comments:

Post a Comment