--> KUMPULAN MAKALAH: Kumpulan Makalah | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Berbagi Tugas Sekolah Makalah dan Referensi

Showing posts with label Kumpulan Makalah. Show all posts
Showing posts with label Kumpulan Makalah. Show all posts

Monday, March 13, 2017

no image

MAKALAH TENTANG : AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK

                                                              PENDAHULUAN

         Agama merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Manusia beragama bukan hanya terbatas pada mereka mempercayai adanya Tuhan namun bagi mereka yang mempercayai adanya kekuatan lain yang tidak terlihat secara kasap mata, dapat dikatakan sebagai manusia yang beragama. Agama meliputi berbagai bidang kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Mengatur dari hal sederhana sampai pada hal yang komplek. Agama merupakan patokan manusia dalam bertindak dalam kehidupannya.
         Agama yang mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat dapat menjadi dasar dalam suatu pergerakan yang muncul dalam masyarakat. Perubahan zaman yang semakin hari kian pesat dengan membawa berbagai dampak pada kehidupan yang mulai menjauh dari nilai-nilai agama memicu bermunculannya gerakan sosial dengan basis agama untuk melakukan pembaharuan. Gerakan sosial keagamaan bermunculan untuk menjadi kontrol sosial masyarakat secara umum atau pemeluk agama tersebut secara khususnya.

                                                       PEMBAHASAN

AGAMA DAN GERAKAN SOSIAL-POLITIK


A.    Pengertian Gerakan Sosial-Politik Keagamaan

      Gerakan sosial adalah hasil perilaku kolektif yaitu yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respon terhadap adanya rangsangan tertentu. Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut.  Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik.  Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada salah satunya adalah nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil garis besar bahwa gerakan sosial keagamaan merupakan hasil perilaku kolektif yang dilakukan oleh sejumlah orang dengan mengatasnamakan nilai dan ajaran keagamaan yang bersifat rutin dan merupakan tanggapan terhadap adanya rangsangan yang berkaitan dengan kesadaran keagamaan.

B.    Faktor Terbentuknya Gerakan Sosial Keagamaan
      Munculnya gerakan-gerakan sosial keagamaan diberbagai negara tidak serta merta muncul dengan sendirinya, melainkan disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang melatar belakanginya. Secara umum dan teoritis faktor terbentuknya gerakan sosial keagamaan tersebut antara lain sebagai berikut :
1.    Ketegangan struktural dan politik
       Pendekatan awal terhadap studi gerakan sosial bersumber dari ulasan-ulasan psikologi sosial fungsional tentang perilaku massa. Titik tolak analisis tersebut ialah asumsi bahwa keseimbangan sistem merupakan suatu kondisi sosial yang natural dan stabil. Dari perspektif ini, masyarakat secara organis menghasilkan infrastruktur kelembagaan yang mengatur keseimbangan diantara input dan output dalam sistem politik. Tuntutan-tuntutan sosial diakomodasi oleh lembaga-lembaga yang responsif, mampu menyalurkan dan menangani begitu banyak kepentingan untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang optimal. Kebijakan-kebijakan ini nantinya akan berfungsi untuk meredakan berbagai tuntutan dan memelihara keseimbangan sistem tersebut. Bagi kaum fungsionalis, ketidakseimbangan sistem bersumber dari ketegangan-ketegangan struktural eksogen yang menghasilkan ketidakpuasan baru dan mengikis efisiensi lembaga-lembaga, menghasilkan disfungsi-disfungsi berupa patologis yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan politik. Jika kemampuan kelembagaan tidak dapat mengakomodasi tuntutan-tuntutan baru masyarakat, maka akan mengakibatkan munculnya ketegangan sosial dan kekacauan politik.
2.    Sumber Daya dan Struktur Mobilisasi
      Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) mencul sebagai tanggapan terhadap berbagai kelemahan dari pendekatan gerakan sosial model sosial-psikologis fungsionalisme di atas, yang mana TMSD melihat gerakan-gerakan sebagai sesuatu yang rasional, suatu manifestasi tindakan kolektif yang terorganisir. TMSD sebagai sebuah pendekatan menegaskan bahwa sementara ketidakpuasan tersebar luas namun gerakan tidak ada. Akibatnya ada variabel-variabel perantara yang menerjemahkan tiap-tiap ketidakpuasan menjadi suatu pernyatan yang terorganisasi. Bagi TMSD, sumber daya dan struktur-struktur mobilisasi seperti organisasi gerakan sosial yang formal diperlukan untuk menciptakan ketidakpuasan kolektif, yang tanpa itu kepuasan akan tetap merupakan ketidakpuasan individual. Gerakan sosial tidak dilihat sebagai ledakan tidak rasional yang ditujukan untuk meringankan ketegangan psikologis, tetapi lebih sebagai suatu pernyataan yang terorganisasi dan terstruktur melalui mekanisme-mekanisme mobilisasi yang memberikan sumber-sumber daya strategis bagi tindakan kolektif yang berlanjut.     
3.     Kesempatan dan Hambatan Dinamika Sosial
     Gerakan-gerakan sosial tidak beroperasi dalam ruang hampa. Mereka adalah bagian dari suatu lingkungan dan konteks sosial yang lebih luas, yang dicirikan oleh berbagai konfigurasi keleluasaan dan hambatan yang berubah-ubah secara cair yang menstrukturkan dinamika gerakan. Terlepas dari tingkat ketidakpuasan, ketersediaan sumber daya atau kelaziman struktur mobilisasi, para aktor kolektif dalam gerakan sosial dibatasi dan diberdayakan oleh faktor-faktor eksogen yang sering kali membatasi kemungkinan gerakan dan daftar taktik, tindakan serta pilihan. Faktor eksogen yang terpenting tersebut menurut para ahli ialah pembukaan dan penutupan ruang politik dan lokasi kelembagaan dan substantifnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial keagamaan dibentuk olah aktor-aktor atau aktivis-aktivis sebagai pemikir strategis yang dipengaruhi oleh kesempatan dan hambatan dinamika sosial yang ada disekitarnya.  
4.    Ideasional dan Proses Pembingkaian (Framing)
       Sejak tahun 1980-an para teoritisi gerakan sosial tertarik pada peran faktor-faktor ideasional, antara lain interaksi sosial, makna/identitas dan budaya. Selain dimensi strategis dan strukturalis dari mobilisasi yang digambarkan dalam Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD) dan model proses politik, teori gerakan sosial semakin kuat mengkaji tentnag bagaimana individu dapat mengkonseptualisasi diri merka sendiri sebagai kolektifitas bagaimana para calon peserta/aktor gerakan sosial diyakinkan untuk berpartisipasi dan cara-cara dimana makna diproduksi, diartikulasikan dan disebarkan oleh aktor-aktor gerakan sosial melalui proses interaktif. Dalam perkembangannya sebuah pendekatan teoritis terhadap gerakan-gerakan sosial, minat ini umumnya mewujudkan dirinya melalui studi tentang pembingkaian (framing).
        Bingkai (frame) merupakan skema-skema yang memberikan sebuah bahasa dan sarana kognitif untuk memahami pengalaman-pengalaman dan peristiwa di dunia luar. Bagi gerakan sosial, skema-skema ini penting untuk menghasilkan dan menyebarkan penafsiran-penafsiran gerakan dan dirancang untuk memobilisasi para aktor serta merangsang tindakan kolektif. Istilah “pembingkaian” (framing) digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan makna.

C.    Contoh Gerakan Sosial Keagamaan
Beberapa contoh gerakan sosial yang ada antara lain:
a.    Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Islam
       Apabila dikaitkan dengan gerakan keagamaan Islam, maka gerakan itu di Indonesia dimulai pada tahun 1901 ketika kelompok masyarakat keturunan Arab membentuk gerakan sosial keagamaan sebagai aktualisasi dari nilai-nilai keislaman dalam pandangan mereka yang keturunan Arab. Maka lahirlah Jami’at Al Khair sebagai nama yang dipilih untuk gerakan sosial tersebut. Kemudian gerakan sosial tersebut lebih konkrit lagi akibat adanya rangsangan penderitaan masyarakat di bidang ekonomi akibat tekanan kolonial, kaum aristokrasi dan kelompok masyarakat golongan timur asing (vreemde osterlingen) maka dibentuklah Syarikat Dagang Islam (1905).
      Gerakan tersebut kemudian berubah bentuk lagi akibat terjadinya respon baru terhadap tantangan keummatan yaitu bidang politik. Maka SDI berubah lagi menjadi gerakan sosial Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912. Gerakan sosial yang berciri intelektual Islam kemudian lebih menonjol lagi dengan berdirinya Muhammadiyah (1911) dan Nahdlatul Ulama (1926). Dua gerakan sosial ini menjadi kuat karena kemampuan mereka menangkap rangsangan perlunya menghidupkan kembali warisan tradisi keulamaan (ihya atsar al salaf) dalam bentuk pemikiran keIslaman melalui pola pemeliharaan keruntutan sejarah pemikiran Islam (syuhud ‘ain al syari’at) sementara Muhammadiyah datang dengan respon purifikasi dan modernisme pemikiran Islam sebagai jawaban terhadap kondisi dunia Islam yang mengalami kemunduran akibat kekalahan umat Islam di bidang politik dan peradaban.
        Selanjutnya bermunculan berbagai gerakan sosial Islam seperti Persatuan Islam (1920), Al Jam’iyatul Washliyah (1930) dan lain sebagainya. Gerakan sosial Islam ini mengalami masa kecemerlangan sampai kepada akhir orde lama. Memasuki orde baru, pemerintah memperkenalkan gagasan depolitisasi agama dan memperkecil ruang bagi gerakan-gerakan sosial Islam. Ternyata gerakan sosial keislaman yang sudah mapan ini tidak cukup proaktif dan kreatif berhadapan dengan politik orde baru. Lebih dari itu, gerakan sosial Islam ini tidak berhasil merumuskan sikap yang tidak rutin dalam memberikan jawaban terhadap tantangan yang baru. Ternyata, jumlah anggota yang banyak tidak menjadi jaminan atas adanya gerakan sosial yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap tantangan.
        Akibatnya, maka bermunculan gerakan sosial Islam baru yang lebih dinamis dan kreatif yang mampu membangun perilaku kolektif dari sejumlah orang yang tidak lagi bersifat rutin. Munculnya berbagai gerakan sosial keislaman yang baru seperti Jamaah Tablig, Wahdah Islamiyah Jama’iyah Islamiyah, Al Khairat demikian juga berbagai perkumpulan Majelis Zikr, Perkumpulan Tasawuf adalah merupakan bentuk gerakan sosial keislaman yang baru yang mengisi kekosongan peran yang dahulu tekah diperankan oleh NU, Muhammadiyah, Al Washliyah, DDI dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi gerakan sosial keIslaman yang sudah mapan untuk melakukan revitalisasi guna membangun pola berpikir yang dinamis, kreatif dan inovatif agar tidak kehilangan momentum memberikan jawaban terhadap rangsangan perubahan.

b.    Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Hindu
•      Gerakan Brahma Samay
      Gerakan Brahma Samay (berarti masyarakat Brahman) tampil sebagai gerakan yang sangat teistik. Gerakan ini menolak politeisme, pemujaan patung-patung, korban Binatang, menganjurkan dihapuskannya praktek sati (pembakaran janda), perkawinan anak-anak dan menolak praktek poligami. Gerakan ini didirikan di Bengala. Tokoh-tokonnya yang sangat terkenal adalah Ram Mohan Roy (1774-1833), Devendranath Tagore (1817-1905), dan Keshab Chandra Sen (1838-1884).
        Ram Mohan Roy adalah seorang cendekiawan ahli Arab dan Persi. Karya pertamanya berjudul Tuhfat al-muwahhidin yang ditulisnya dalam bahasa Arab. Selain belajar bahasa Arab dan Persia, ia juga mempelajari Bahasa Sanskerta terutama untuk mempelajari agama Hindu. Bahasa Inggris dipelajarinya karena kaitannya dengan East India Company. Bahasa Ibrani dan Bahasa Yunani dipelajarinya dari misi Serampone di dekat Kalkuta.
        Ram Mohan Roy sering disebut sebagai bapak modernisasi India. Ia mendirikan Brahma Samay sekitar 1828, Ram Mohan Roy juga pernah menerjemahkan  Bibel ke dalam bahasa Bengali dan bahasa Sanskerta. Jasanya dianggap sangat besar dalam menghapuskan sati dan mengenalkan pendidikan Inggris. Tahun 1816, ia menerbitkan Vedanta Sara yang berusaha menemukan suatu monoteisme dalam pandangan Vedanta. Dengan usaha keras dicarinya ayat-ayat dalam Upanishad yang mendukung ajaran monoteisme ini. Dengan tegas ia mengemukakan bahwa tempat untuk memuja para dewa tidak terbatas pada kasta para pemujanya saja. Ia melarang penggunaan patung dan gambar-gambar yang dipasang ditempat ibadat. Hanya Khutbah-khutbah, Kidung-kidung dan doa-doa saja yang dibenarkan. Selain itu ia juga mengecam sikap meremehkan peribadatan berbagai macam agama.
c.    Gerakan Sosial Keagamaan dalam Agama Kristen
      Istilah Oikoumene nyaris diartikan sebagai universal atau inter-iman, yang sesungguhnya keliru. Makna aslinya adalah bumi yang dihuni. Kata oikos dalam bahasa Yunani berarti “rumah”, mene adalah “bumi”. Kata Oikoume nemempunyai dua arti yang saling terkait. Pertama sesuai arti harfiahnya, ialah “rumah kediaman”. Kedua, maknanya adalah “dunia yang dihuni manusia” Jadi gerakan Oikoumene adalah “gerakan untuk menjadikan dunia ini sebuah rumah hunian bagi manusia sebagai sebuah keluarga besar. Istilah Oikoumene terdapat dalam Alkitab, dan digunakan oleh gereja-gereja, terutama di Barat setelah berakhirnya Perang Dunia II.  Dalam tradisi agama Kristen, ada yang disebut dengan istilah Oikoumene (bahasa Yunani, Oikos = rumah, monos = satu; Oikoumene= satu rumah).
      Istilah ini mengalami beberapa penyesuaian dengan konteks perkembangan keKristenan sedunia. Tadinya hanya sebatas lingkungan keKristenan di wilayah kerajaan Romawi, tetapi kemudian menunjuk pada keKristenan secara umum. Dari situ berkembang lagi menjadi gereja-gereja (=agama Kristen), dan berkembang lagi sampai kepada hubungan gereja-gereja dengan ideologi-ideologi. Gerakan ini sangat dikenal dengan gerakan Oikoumene Gerakan yang peduli pada relasi-relasi antar denominasi gereja (keKristenan) antar agama Kristen dengan agama-agama lain, ideologi-ideologi bahkan tentang lingkungan hidup dan seluruh ciptaan Allah. 
       Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan solusi untuk para pemeluknya dalam menyikapi adanya pluralisme agama, yaitu gerakan Oikoumene  Dan semua pengartian-pengartian tentang Oikoumene seperti yang tersebut di atas menuju kepada satu arah yaitu semacam kesadaran baru bahwa seluruh manusia di muka bumi ini tidak mungkin untuk menganut agama Kristen. Mereka mengumpamakannya seperti sebuah rumah yang terdiri dari banyak bilik (kamar). Namun rumah dengan banyak bilik tersebut merupakan satu kesatuan yang bisa saling berinteraksi dengan baik.

SIMPULAN

      Gerakan sosial lazim dikonsepsikan sebagai kegiatan kolektif yang dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan kondisi sesuai dengan cita-cita kelompok tersebut.  Bagi mereka, kehidupan masyarakat seperti yang ada pada saat ini dirasakan semakin tidak mampu menciptakan kesejahteraan, karena itu perlu diganti dengan tatanan sosial baru yang lebih baik.  Tatanan sosial baru tersebut harus bersumber pada salah satunya adalah nilai-nilai keagamaan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil garis besar bahwa gerakan sosial keagamaan merupakan hasil perilaku kolektif yang dilakukan oleh sejumlah orang dengan mengatasnamakan nilai dan ajaran keagamaan yang bersifat rutin dan merupakan tanggapan terhadap adanya rangsangan yang berkaitan dengan kesadaran keagamaan.
       Banyak sekali faktor pembentuk gerakan sosial keagamaan di dunia ini. Namun secara umum gerakan sosial keagamaan terbentuk karena adanya ketegangan struktural dan politik, sumber Daya dan Struktur Mobilisasi, kesempatan dan Hambatan Dinamika Sosial dan ideasional dan Proses Pembingkaian (Framing). Dari faktor-faktor tersebut, maka lahirlah gerakan-gerakan sosial keagamaan yang berfariatif di dalam setiap agama seperti Jamaah Tablig, Wahdah Islamiyah Jama’iyah Islamiyah, Al Khairat, perkumpulan Majelis Zikr, Perkumpulan Tasawuf, Brahma Samay, Oikoumene.

DAFTAR PUSTAKA


Mirsel Robert, Teori Pergerakan Sosial, Yogyakarta: Resist Book, 2004
Tanja Victor ,  Pluralisme Agama dan Problem Sosial (Diskursus Tiologi tentang Isu-isu Kontemporer Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998
Sumartana (Pluralisme, Konflik dan Perdamaian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Http://Hinduismedila.Blogspot.com/2012/11/ Gerakan Keagamaan dalam Agama Hindu
    Http://Tantridilogi10.Blogspot.com/2013/06 Agama dan Gerakan Sosial
no image

MAKALAH TENTANG : ASAL USUL KEMUNCULAN SYI'AH

                                                           PENDAHULUAN

         Pemikiran kalam belum muncul di zaman Nabi. Umat di masa itu menerima sepenuhnya penyampaian Nabi. Mereka tidak mempertanyakan secara filosofis apa yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman, mereka langsung bertanya kepada Nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal itu berubah setelah Nabi wafat. Nabi tempat bertanya sudah tidak ada. Pada waktu itu pengetahuan dan budaya umat semakin berkembang pesat karena terjadi persentuhan dengan berbagai umat dan budaya yang lebih maju. Penganut Islam sudah beragam dan sebagiannya telah menganut agama lain dan memiliki kebudayaan lama. Hal-hal yang diterima secara imani mulai dipertanyakan dan dianalisa.

        Dalam islam sebenarnya terdapat lebih dari satu pemikiran-pemikiran kalam. Namun yang akan dibahas pada makalah ini adalah Pemikiran Kalam aliran Syi’ah.

                                                           PEMBAHASAN

1.    Pengertian dan Asal Usul Kemunculan Syi’ah

         Syi’ah dilihat dari segi bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW. Atau orang yang disebut sebagai ahl al-bait. Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.
      Mengenai kemunculan Syi’ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mua’wiyah yang dikenal dengan Perang Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali yang disebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali yaitu Khawarij. Kalangan Syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti (khilafah) Nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thaliblah yang berhak menggantikan Nabi.
          Perbedaan pendapat di kalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah ‘perpecahan’ dalam islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Shiffin. Tampaknya, syi’ah sebagai salah satu faksi politik islam yang bergerak secara terang-terangan, memang baru muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, sedangkan Syi’ah sebagai doktrin yang diajarkan secara diam-diam oleh ahl al-bait muncul segera setelah wafatnya Nabi.
2.    Pemikiran Kalam Syi’ah
       Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarah, Syi’ah akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Asy-Syahrastani membagi kaum Syi’ah kepada lima golongan, yaitu golongan Al-Kisaniyyah, Al-Zaidiyyah, Al-Imamiyyah, Al-Ghaliyyah dan Al-Isma’iliyyah.
a.    Al-Kisaniyyah
     Pendiri kelompok Kisaniyyah adalah Kisan, seorang mantan pelayan Ali ibn Abi Thalib. Mereka sependapat bahwa agama merupakan ketaatan kepada pemimpin (Imam), karena para imam dapat menakwilkan ajaran-ajaran pokok agama seperti shalat, puasa, dan haji. Bahkan sebagian dari mereka ada yang meninggalkan perintah agama dan merasa cukup dengan menaati para imam. Sekte-sekte dalam golongan Al-Kisaniyyah ini adalah: Al-Mukhtariyyah, Al-Hasyimiyyah, Al-Bayaniyyah, dan Al-Rizamiyyah.
b.    Al-Zaidiyyah
      Golongan ini adalah pengikut Zaid ibn Ali ibn Husein ibn Ali ibn Abi Thalib. Mereka berpendapat bahwa rakyat berhak memilih pemimpin rohani mereka dari keturunan Rasulullah SAW, dengan demikian mereka menggabungkan prinsip hak pilih dengan prinsip yang membatasi kedudukan imam kepada keluarga Muhammad SAW. mereka juga menegaskan bahwa boleh memilih orang mafdhul (yang kurang dalam keutamaan), biarpun ada orang yang lebih utama. Sebagai konsekwensi dari prinsip ini, mereka menerima keimanan tiga orang khalifah yang pertama, yang umumnya tidak diakui oleh kaum Syi’ah yang lain. Menurut mereka sekalipun Ali ra yang paling utama dari semua sahabat Nabi SAW. dan lebih berhak atas jabatan imam, namun oleh karena alasan politik dan untuk menghindarkan kekacauan-kekacauan yang timbul setelah wafatnya Rasul diperlukan seseorang yang agak dewasa untuk memegang jabatan tersebut. Karena itu terhadap Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Zaid mengakuinya sebagai Khalifah yang sah karena Ali ra sendiri memberikan bai’atnya. Di samping itu mereka mengatakan bahwa kesalehan, kebenaran, pengetahuan dan kesucian merupakan syarat untuk menjadi imam.
      Penganut Syi’ah Zaidiyyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka jika dia belum bertobat dengan pertobatan yang sesungguhnya. Berbeda dengan Syi’ah lain, golongan Zaidiyyah menolak nikah mut’ah dan taqiyah. Kelompok Zaidiyyah ini terbagi menjadi tiga kelompok kecil, yaitu (1) Al-Jarudiyyah, (2) As-Sulaimaniyyah, (3)Batriyyah dan ash-Shalihiyyah berpandangan sangat mirip.
c.    Al-Imamiyyah
        Golongan ini muncul pada pertengahan abad ketiga Hijriyah yaitu setelah lahirnya Imam-imam yang dua belas dan munculnya pendapat bahwa Muhammad Al-Mahdi Al-Muntazhar telah menghilang pada tahun 260 H. Dinamakan Syi’ah Imamiyyah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam. Imamiyyah adalah kelompok Syi’ah yang berpendapat bahwa Ali ibn Abi Thalib berhak menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya atau kemuliaan akhlaknya, tetapi juga karena ia telah ditunjuk nas dan pantas menjadi khalifah pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. menurut mereka Penunjukan secara nash lebih tegas dan lebih kuat dari penunjukan semu. Golongan ini banyak mencetuskan Hadits-Hadits palsu dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan paham dan kehendak mereka.
      Di dalam sekte Al-Imamiyyah dikenal dengan konsep Usul Ad-Din. konsep ini menjadi akar atau fondasi pragmatisme agama yaitu:
1.    Tauhid (The Devine Unity)
      Tuhan adalah Esa baik esensi maupun eksistensi-Nya. Keesaan Tuhan adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendiri-Nya. Tuhan adalah qadim. Maksudnya, Tuhan bereksistensi dengan sendirinya sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan Maha Mendengar, selalu benar dan bebas berkehendak. Tuhan tidak membutuhkan sesuatu. Tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya.
2.    Keadilan (The Devine Justice)
      Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta ini merupakan keadilan. Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui perkara yang benar atau salah melalui perasaan. Manusia dapat menggunakan inderawi untuk melakukan perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jadi, manusia dapat memanfaatkan potensi berkehendak sebagai anugerah Tuhan untuk mewujudkan dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
3.    Nubuwwah (Apotleship)
      Setiap makhluk sekalipun telah diberi insting, masih membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia. Dalam keyakinan Al-Imamiyyah, Tuhan telah mengutus 124.000 rasul untu memberikan petunjuk kepada manusia.
Al-Imamiyyah percaya tentang ajaran tauhid dengan kerasulan sejak Adam hingga Muhammad dan tidak ada nabi atau rasul setelah Muhammad. Mereka percaya adanya kiamat.
d.    Al-Ghaliyyah (Ekstrim)
      Al-Ghaliyyah adalah golongan ekstrem yang berlebihan dalam mensifati memberikan sifat para imam yang akhirnya menghilangkan sifat kemanusiaan pada diri para imam. Mereka menempatkan kedudukan imam sama dengan Tuhan, bahkan terkadang mereka samakan Tuhan dengan makhluk.
       Syahrastani membagi sekte Al-Ghaliyyah menjadi 11 sekte: As-Sabaiyah, Kamiliyyah, Al-Alabiyah, Al- Mughiriyyah, Al-Manshuriyyah, Al-Khaththabiyyah, Al-Kayaliyyah, Al-Hisyamiyyah, An-Nu’maniyyah, Yunusiyyah, An-Nushairiyyah, dan Al-Ishaqiyyah. Nama-nama sekte tersebut menggunakan nama tokoh yang membawa atau memimpinnya. Sekte-sekte ini pada awalnya hanya satu, yakni paham yang dibawa oleh Abdullahbin Saba’ yang mengajarkan bahwa Ali adalah Tuhan. Kemudian karena perbedaan prinsip dan ajaran, Syi’ah Al-Ghaliyyah terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun demikian, seluruh sekte ini pada prinsipnya menyepakati tentang hulul dan tanasukh.
       Menurut Syahrastani, ada empat doktrin yang membuat mereka ekstrim, yaitu tanasukh, bada’, raj’ah dan tasbih.
1.   Tanasukh
      Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad lain. Faham ini diambil dari falsafah Hindu. Al-Ghaliyyah menerapkan faham ini dalam konsep imamahnya, sehingga ada yang menyatakan seperti Abdullah bin Muawiyah bin Abdullah bin Ja’far bahwa roh Allah berpindah kepada Adam seterusnya kepada imam-imam secara turun temurun.
2.    Bada’
      Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya. Syahrastani menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’, dalam pandang Al-Ghaliyyah, mempunyai beberapa arti. Bila berkaitan dengan ilmu, artinya menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan yang diketahui Allah. Bila berkaitan dengan kehendak, artinya memperlihatkan yang benar dengan menyalahi yang dikehendaki dan hukum yang diterapkan-Nya. Bila berkaitan dengan perintah, artinya memerintahkan hal lain yang bertentangan dengan perintah sebelumnya.
3.    Raj’ah
      Raj’ah yang masih ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghaliyyah mempercayai bahwa Imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi. Faham raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh sekte dalam Syi’ah. Namun mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali. Sebagian mengatakan bahwa yang akan kembali itu adalah Ali dan sebagian lagi mengatakan yang akan kembali adalah Ja’far As-Shaddiq, Muhammad bin Al-Hanafiyah bahkan ada yang mengatakan Mukhtar ats-Tsaqafi.
4.    Tasbih
      Tasbih artinya menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghaliyyah menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk.
e.    Al-Isma’iliyyah
      Kaum Isma’iliyyah ini kadang-kadang disebut juga “Sab’iyun” (yang bertujuh), karena mereka hanya mengakui tujuh orang imam yaitu: (1) Ali ra, (2) Hasan, (3) Husein, (4) Ali Zainal Abidin, (5) Muhammad Al-Baqir, (6) Ja’far Ash-Shadiq dan (7) Ismail bin Ja’far.
     Para pengikut Syi’ah Isma’iliyyah percaya bahwa Islam dibangun oleh tujuh pilar seperti dijelaskan Al-Qadhi An-Nu’man dalam Da’aim Al-Islam. tujuh pilar tersebut adalah iman, taharah, shalat, zakat, saum, haji, dan jihad. Berkaitan dengan pilar (rukun) pertama, yaitu iman, Qadhi An-Nu’man (974 M) memerincinya sebagai berikut:
     Iman kepada Allah, tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah; iman kepada surga; iman kepada neraka; iman kepada hari kebangkitan; iman kepada hari pengadilan; iman kepada para nabi dan rasul; iman kepada imam, percaya, mengetahui, dan membenarkan iman zaman.

SIMPULAN

     Syi’ah dilihat dari segi bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW. Atau orang yang disebut sebagai ahl al-bait. Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.
    Kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti (khilafah) Nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thaliblah yang berhak menggantikan Nabi. Syi’ah sebagai salah satu faksi politik islam yang bergerak secara terang-terangan, memang baru muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, sedangkan Syi’ah sebagai doktrin yang diajarkan secara diam-diam oleh ahl al-bait muncul segera setelah wafatnya Nabi.
      Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarah, Syi’ah akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Asy-Syahrastani membagi kaum Syi’ah kepada lima golongan, yaitu golongan Al-Kisaniyyah, Al-Zaidiyyah, Al-Imamiyyah, Al-Ghaliyyah dan Al-Isma’iliyyah.

DAFTAR PUSTAKA


Rozak Abdul, Ilmu Kalam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001
Syukur Asywadie, Al-Milal Wa Al-Nihal, PT. Bina ilmu 2003
Aziz Mahmud, Ilmu Kalam, Medan, 1986

Sunday, March 12, 2017

no image

MAKALAH TENTANG : FUNGSI AGAMA BAGI MANUSIA

                                                             PENDAHULUAN


         Manusia merupakan makhluk hidup yang sangat istimewa, Karena manusia berbeda dengan makhluk yang lainnya. Manusia diberi akal dan pikiran untuk bertindak sesuai dengan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku sesuai dengan kehendaknya, Lingkungan dan ajaran agama yang dianutnya. Nilai-nilai dan norma-norma yang memberikan arah dan makna bagi manusia dalam bertindak ialah agama.
        Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat Adikordrati (Supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang per orang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari.
         Dari uraian di atas, kami mencoba menguraikannya lebih jelas lagi dalam judul makalah “Fungsi Agama bagi manusia”.

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Agama
       Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan ketidak sanggupan manusia untuk mendefinisikan agama karena disebabkan oleh persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sumber terjadinya agama terdapat dua kategori yaitu agama Samawi dari langit meliputi Yahudi, Kristen dan Islam. dan agama Ardhi atau agama bumi yang juga disebut agama budaya yang diperoleh berdasarkan kekuatan pikiran atau akal budi manusia.
       Beberapa acuan yang berkaitan dengan kata “Agama” pada umumnya: Pengertian agama dari segi bahasa diberikan Harun Nasution, kata agama dikenal pula kata din dari bahasa arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Agama berasal dari bahsa Sanskerta yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Ilahi dari kata A-GAM-A. Awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti pergi atau berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal dengan demikian “agama berarti pedoman hidup yang kekal.” Atau a:tidak, gama: kacau artinya tidak kacau atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu.
    Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
1.    Agama ialah sikap manusia yang percaya adanya Tuhan, dewa, dan manusia yang percaya tersebut menyembah serta berbhakti kepada-Nya serta melaksanakan berbagai macam atau bentuk kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut.
2.    Agama ialah percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum Nya. Hukum-hukum Tuhan tersebut diwahyukan kepada manusia melalui utusan-utusan-Nya.

B.    Fungsi Agama bagi manusia

Peranan agama bisa dilihat dari beberapa aspek:
1.    Aspek keagamaan (religius): agama menyadarkan manusia tentang siapa penciptanya.
2.    Secara asal usul (antropologis): agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, dari mana, dan mau kemana manusia.
3.    Dari segi kemasyarakatan (sosiologis): sarana keagamaan sebagai lambang masyarakat yang keadaannya bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh seluruh masyarakat. Fungsi: untuk memperkuat rasa solidaritas.
4.    Secara kejiwaan (psikologis): agama bisa menenteramkan, menenangkan dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang.
5.    Dan secara moral (Ethics): menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk serta mendorong manusia berprilaku baik.

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah:
•    Karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
•    Karena agama merupakan sumber moral.
•    Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia.
•    Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.

1.    Fungsi agama bagi kehidupan individu
1)    Agama sebagai pembentuk kata hati
      Pada diri manusia telah ada sejumlah potensi untuk memberi arah dalam kehidupan manusia. Potensi tersebut adalah naluriah, inderawi, nalar, agama. Melalui pendekatan ini, maka agama sudah menjadi potensi fitrah yang dibawa sejak lahir. Pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah memberi bimbingan kepada potensi yang dimilikinya itu. Berdasarkan pendekatan ini, maka pengaruh agama dalam kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa sukses dan rasa terlindung.
2)    Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan menurut:
       Elizabeth K. Nottingham mengatakan bahwa setiap individu tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitas dalam masyarakat yang berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Dengan mempedomani sistem nilai maka kesusilaan akan terjaga namun nilai tersebut tidak akan berfungsi tanpa melalui pendidikan.
3)    Agama sebagai sarana untuk memuaskan keingintahuan
      Agama maupun memberi jawaban atas kesukaran intelektual, sejauh kesukaran itu diresapi oleh keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan, agar dapat menempatkan diri secara berarti dan bermakna di tengah-tengah alam semesta ini. Tanpa agama, manusia tidak mampu menjawab pertanyaan yang sangat mendasar dalam kehidupannya, yaitu dari mana manusia datang, apa tujuan manusia hidup, dan mengapa manusia ada, dan kemana manusia kembalinya setelah mati.
4)    Agama sebagai sarana untuk mengatasi prustasi
Manusia mempunyai kebutuhan dalam kehidupan ini, mulai dari kebutuhan fisik seperti makanan, pakaian, istirahat, sampai kebutuhan psikis. Menurut pengamatan psikolog bahwa keadaan frustasi itu dapat menimbulkan tingkah laku keagamaan. Orang yang mengalami frustasi tidak jarang bertingkah laku religius atau keagamaan, untuk mengatasi frustasinya. Untuk itu ia melakukan pendekatan kepada Tuhan melalui ibadah.
5)    Agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan
Ketakutan yang dimaksud dalam kaitannya dengan agama sebagai sarana untuk mengatasinya, adalah ketakutan yang tidak ada obyeknya. Bentuk ketakutan tanpa objek hampir tidak bisa diteliti secara positif, karena ketakutan tersebut biasanya tersembunyi dalam gejala-gejala lain yang merupakan manifestasi terselubung dari ketakutan, misalnya dalam bentuk gejala malu, rasa bingung, takut kecelakaan, dan takut mati. Timbulnya motivasi agama salah satunya karena adanya rasa takut.

2.    Fungsi agama dalam kehidupan masyarakat
Nilai-nilai dan norma-norma yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan masyarakat ialah agama. Masalah agama tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain:
1)    Berfungsi Edukatif
Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas mengajar dan tugas bimbingan. Lain dari instansi (institusi profan) agama dianggap sanggup memberikan pengajaran yang otoritaf, bahkan dalam hal-hal yang “sakral” tidak dapat salah. Agama menyampaikan ajarannya dengan perantaraan petugas-petugasnya baik di dalam khotbah, renungan, dan pendalaman rohani. Untuk melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seperti: Nabi dan kyai. Tugas bimbingan yang diberikan petugas-petugas agama juga dibenarkan dan diterima berdasarkan pertimbangan yang sama. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.
2)    Berfungsi penyelamat
Tanpa atau dengan penelitian ilmiah, cukup berdasarkan pengalaman sehari-hari, dapat dipastikan bahwa setiap manusia menginginkan keselamatannya baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama. Terutama karena agama mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan yang terakhir, yang pencapaiannya mengatasi kemampuan manusia secara mutlak, karena kebahagiaan itu berada di luar batas kekuatan manusia. Orang berpendapat bahwa hanya manusia agama yang dapat mencapai titik itu. Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya untuk mengenal terhadap sesuatu yang sacral yang disebut supernatural. berkomunikasi dengan supernatural dilaksanakan dengan berbagai cara sesuai dengan ajaran agama itu sendiri.
3)    Berfungsi sebagai pendamaian
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian bathin tuntunan agama. Rasa berdosa dan bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang yang bersalah telah menebus dosanya melalui: tobat atau penebusan dosa.
4)    Berfungsi sebagai pengawasan sosial
Pada umumnya manusia mempunyai keyakinan yang sama, bahwa kesejahteraan kelompok sosial khususnya dan masyarakat besar umumnya tidak dapat dipisahkan dari kesetiaan kelompok atau masyarakat itu kepada kaidah-kaidah susila dan hukum-hukum rasional yang telah ada pada kelompok atau masyarakat itu. Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila yang baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan.
5)    Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan dalam iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan menimbulkan rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Bahkan rasa persaudaraan (solidaritas) itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.
6)    Berfungsi Transformatif
Kata transformatif berasal dari kata Latin “transformare” artinya mengubah bentuk. Jadi fungsi transformatif (yang dilakukan kepada agama) berarti mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama dalam bentuk kehidupan baru. Ini berarti pula mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru. Ajaran agama dapat merubah kehidupan seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
7)    Berfungsi Kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru dalam pekerjaan yang dilakukannya.

SIMPULAN

       Agama ialah sikap manusia yang percaya adanya Tuhan, dewa, dan manusia yang percaya tersebut menyembah serta berbhakti kepada-Nya serta melaksanakan berbagai macam atau bentuk kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Kewajiban atau hukum-hukum tersebut diwahyukan kepada manusia melalui utusan-Nya.
       Peranan agama bisa dilihat dari beberapa aspek yaitu Aspek keagamaan (religius), Secara asal usul (antropologis), dari segi kemasyarakatan (sosiologis), Secara kejiwaan (psikologis), Dan secara moral (Ethics).
Ada beberapa alasan tentang mengapa agama sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah:
•    Karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
•    Karena agama merupakan sumber moral.
•    Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia.
•    Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
Fungsi agama bagi kehidupan individu:
1.    Agama sebagai pembentuk kata hati.
2.    Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan.
3.    Agama sebagai sarana untuk memuaskan keingintahuan.
4.    Agama sebagai sarana untuk mengatasi prustasi.
5.    Agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
Fungsi agama dalam kehidupan masyarakat:
1.    Berfungsi Edukatif
2.    Berfungsi penyelamat
3.    Berfungsi sebagai pendamaian
4.    Berfungsi sebagai pengawasan sosial
5.    Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
6.    Berfungsi Transformatif
7.    Berfungsi kreatif

DAFTAR PUSTAKA

Hendropuspito, Sosiologi Agama,  Jakarta: Kanisius, 1983
http abdulqodir147.blogspot.co.id/2013/02/peran agama
Http issadiyah.blogspot.co.id/2012/10/peran dan fungsi agama
no image

MAKALAH TENTANG : POLITIK DAN EKSISTENSI POLITIK DALAM ISLAM

                                                               PENDAHULUAN

      Masalah politik dan sejarah termasuk bidang studi yang menarik perhatian masyarakat pada umumnya. Hal ini antara lain disebabkan karena masalah politik selalu mempengaruhi kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tertib, aman, damai, sejahtera lahir dan batin, dan seterusnya tidak dapat dilepaskan dari sistem politik yang diterapkan. Karena demikian pentingnya masalah politik ini, telah banyak studi dan kajian yang dilakukan para ahli terhadapnya. Demikian pula ajaran islam sebagai ajaran yang mengatur kehidupan manusia secara menyeluruh juga diyakini mengandung kajian mengenai masalah politik dan kenegaraan. Dalam hubungan ini, Ibn Khaldun berpendapat bahwa agama memperkokoh kekuatan yang telah dipupuk oleh negara dari solidaritas dan jumlah penduduk. Sebabnya adalah karena semangat agama bisa meredakan pertentangan dan iri hati yang dirasakan oleh satu anggota dari golongan itu terhadap anggota lainnya, dan menuntun mereka ke arah kebenaran.
       Sedangkan sejarah Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang banyak menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana Muslim maupun non Muslim, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut. Bagi umat Islam, mempelajari sejarah Islam selain akan memberikan kebanggaan juga sekaligus peringatan agar berhati-hati dengan melihat dan mempelajari sejarah Islam. para peneliti Muslim tampak di samping etos keilmuannya rendah, juga belum didukung oleh keahlian di bidang penelitian yang memadai serta dana dan dukungan politik dari pemerintah yang kondusif.
       Dari keadaan itulah, banyak masalah-masalah sosial kemasyarakatan dan produk-produk hukum yang dipelajari di berbagai lembaga pendidikan, dengan tidak disertai oleh pengetahuan sejarah yang cukup. Dengan demikian, sering berbagai masalah sosial dan hukum serta pemikiran Islam lainnya dipahami lepas dari konteksnya, sehingga kemampuan untuk mengaitkannya dengan masalah-masalah yang muncul di masyarakat menjadi tidak terjangkau. Menyadari berbagai persoalan di atas, maka di berbagai lembaga pendidikan Islam yang ada hingga sekarang, bidang studi sejarah Islam dipelajari. Untuk itu pada bagian ini kami akan membahas mengenai penelitian Politik dan Sejarah.

PEMBAHASAN
   
1.     Penelitian Politik
A.    Pengertian Politik
       Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Karangan W.J.S. Poerwandarminta, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan dan sebagainya; dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
        Selanjutnya sebagai suatu sistem, politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan negara; siapa pelaksana kekuasaan tersebut; apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan; kepada siapa pelaksanaan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawabnya
      Dalam bahasa Arab, politik biasanya diwakili oleh kata Al-Siyasah dan daulah, walaupun kata-kata tersebut berkaitan dengan politik seperti keadilan, musyawarah pada mulanya bukan ditujukan untuk masalah politik. Kata siyasah dijumpai dalam bidang kajian hukum, yaitu ketika berbicara tentang masalah imamah, sehingga dalam fikih dikenal adanya bahasan tentang fiqih siyasah. Demikian juga kata daulah dalam Alqur’an digunakan untuk kasus penguasaan harta dikalangan orang-orang kaya. Yaitu dengan zakat diharapkan harta tersebut tidak hanya berputar pada orang-orang kaya. Karena sifat harta tersebut harus bergilir dan tidak hanya dikuasai oleh orang-orang kaya. Maka kata daulah digunakan untuk masalah politik yang sifatnya berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya. Demikian juga kata keadilan digunakan dalam memutuskan suatu perkara dalam kehidupan.

B.    Eksistensi Politik Dalam Islam
        Di kalangan masyarakat Islam pada umumnya kurang melihat hubungan masalah politik dengan agama. Hal ini antara lain disebabkan karena pemahaman yang kurang utuh terhadap cakupan ajaran Islam itu sendiri.                        
       Berdasarkan penulusuran kesejarahan Islam kelahirannya telah mengenal bentuk pemerintahan atau sudah mengenali system politik. Selain data sejarah tersebut juga menunjukkan bahwa Islam tidak mengenal bentuk pemerintahan tertentu. Islam juga dapat menerima apapun sepanjang bentuk dan system pemerintahan apapun selama system pemerintahan tersebut dapat menegakkan keadilan, kemakmuran, kesejahteraan lahir batin, aman dan damai bagi seluruh masyarakat. Keberadan politik dalam Islam dapat dilihat dari munculnya berbagai teori politik khususnya khilafah dan Imamiyah yang diajukan bebagai aliran.            Menurut Munawir Sjadzali berdasarkan hasil penelitiannya menginformasikan bahwa dikalangan ummat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukan semata-mata dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah suatu agama yang sempurna dan lengkap dengan pengaturan segala aspek  kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Aliran ini pada umumnya berpendirian bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap, yang didalamnya terdapat pula system kenegaraan atau politik. System ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah system yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad saw dan oleh empat khalifah Ar Rasyidin.    Aliran yang kedua berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini Nabi Muhammad saw hanyalah seorang rasul seperti halnya rasul-rasul sebelumnya dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dan menjunjung tinggi budi pekerti luhur, dan tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai suatu negara.             
         Aliran yang ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan Islam terdapat system kenegaraan. Aliran ini menolak bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan Maha penciptanya. Juga berpendapat bahwa Islam tidak terdapat system ketatanegaraan tetapi seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.
C.    Model-model Penelitian Politik
        Memahami berbagai pendekatan dalam masalah politik sangat diperlukan sebagai alat untuk melakukan kajian dan untuk melakukan analisa terhadap model penelitian yang kita lakukan dan yang dilakukan oleh orang lain. Berikut ini akan disajikan model penelitian politik yang dilakukan oleh M. Syafi’i dan Harry J. Benda.
1.    Model M. Syafi’i Ma’arif
       Pada bagian pendahuluan laporan hasil penelitiannya Syafi’I mengemukakan subtansi ajaran Al Qur’an mengenai ketatanegaraan. Ia mengatakan jika perkembangan sosial keagamaan berlanjut menurut arah ini, maka usaha intelektual yang sungguh-sungguh dalam menjelaskan dan mensistematisasikan berbagai aspek ajaran Islam mutlak perlu digalakkan agar ummat Islam punya kemampuan menghadapi dan memecahkan masalah-masalah modern yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia seperti kemiskinan, keterbelakangan ekonomi, pertambahan penduduk, pendidikan, perkembngan politik dan yang sangat mendesak adalah masalah kedilan sosio ekonomi.                        
       Hasil penelitiannya diungkapkan dalam lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan tentang pengertian singkat dan tepat Al Qur’an dan sunnah Nabi yang bertalian dngan topik kajiannya. Pada bab II mengemukakan secara hati-hati teori-teori politik yang dirumuskan para yuris Islam abad pertengahan dan sarjana-sarjana serta pemikir muslim modern. Pada bab IV menguraikan secara kritis masalah yang sangat krusial yaitu pengajuan Islam sebagai dasar falsafah negara oleh partai-partai Islam dan tantangan kelompok nasionalis dalam sidang-sidang Majelis Konstituante Republik Indonesia. Pada bab V sebagai kesimpulan dari penelitiannnya itu.                                 
       Selanjutnya Syafi’I  Ma’arif mengatakan bahwa suatu analisa tentang tema pokok dan topik-topik lain dalam esai ini akan melahirkan tiga hipotesis yang berkaitan secara organic yang perlu dilacak lebih jauh. Tiga hipotesis tersebut ialah :
1.     Islam di Indonesia sebagai suatu agama yang hidup dinamis
2.     Usaha-usaha untuk mengunah Indonesia menjadi negara Islam
3.    Prospek Islam di Indonesia nampaknya tergantung pada kemampuan intelek muslim para ulama’ dan pemimpin Islam yang lain untuk memahami realitas masyarakat mereka.
2.    Model Harry J. Benda
       Penelitiannya di bidang politik dengan menggunakan pendekatan histories normative berusaha mencari informasi dari sumber-sumber sesudah perang demi menguji dan memperbaiki gambaran yang telah ada dari studi catatan-catatan masa pendudukan. Menurutnya berbeda dengan kolonialisme Belanda, pendudukan Jepang, dan perkembangan Islam selama tahun-tahun sejauh ini sangat tidak mendapatkan perhatian dari kalangan penukis-penulis Indonesia.                            
        Penelitian yang dilakukannya memberikan analisa sosio-historis tentang elite Islam dan dalam jangkauan yang lebih kecil tentang elit-elit tentang religious yang bersaing dipanggung politik Indonesia dibawah kekuasaan asing.                 
      Diantara kesimpulan yang dihasilkan adalah meskipun Islam didaerah lain tak dapat disangkal telah memainkan peranan utama didalam politik Indonesia, di Jawa telah mendapatkan perwujudan organisatoris paling penting. Disanalah kelompok-kelompok Islam paling langsung terlibat dalam membentuk politik Indonesia pada umumnya.
2.     Penelitian Sejarah
A.    Pengertian Sejarah
        Dalam kamus umum bahasa indonesia,W.J.S. poerwadarminta mengatakan sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar benar terjadi  pada  masa yang lampau atau peritiwa penting yang benar-benar terjadi definisi tersebut terlihat  menekan kan kepada materi peristiwa tampa mengait kan dengan aspek lainnya. Sedangkan dalam pengertian yang lebih komprehensif suatu peristiwa sejarah perlu juga di lihat siapa yang melakukan peristiwa tersebut, di mana, kapan, dan mengapa peristiwa tersebut terjadi. Dengan kata lain, di dalam  sejarah terdapat objek peritiwanya (what), orang yang melakukannya (who),waktunya (when), tempatnya (where), dan latar belakang nya (why). Seluruh aspek tersebut selsnjut nya, di susun secara sistematik dan menggambar kan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian yang lainnya.
         Dari pengertian  demikian kita dapat mengatakan bahwa yang di maksud dengan sejarah islam adalah peritiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang sungguh-sungguh terjadi yang seluruh nya berkaitan dengan agama islam. Selanjut nya, karena agama islam itu luas cakupannya, sejarah islam pun menjadi luas pula cakupannya. Di antara cakupannya itu ada yang berkaitan dengan sejarah proses pertumbuhan,  perkembangan dan penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan pengembangan dan penyebaran  agama islam tersebut, sejarah kemajuan dan kemunduran yang di capai umat islam dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang ilmu pengetahuan agama dan umum, kebudayaan,   arsitektur, politik pemerintahan, peperangan, pendidikan dan ekonomi. Penelitian yang berkenaan degan berbagai aspek yang terdapat dalam sejarah islam tersebut telah banyak di lakukan baik oleh kalangan umat islam sendiri, maupun para sarjana dari barat.
        Dengan demikian, dapat di simpulkan bahwa yang di maksud dengan sejarah adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama islam dalam berbagai aspek. Dalam kaitan ini, maka muncullah berbagai istilah yang sering di gunakan untuk sejarah ini, di antaranya sejarah islam, sejarah peradaban islam, sejarah dan kebudayaan islam.

B. Ruang Lingkup Sejarah Islam
1.    Objek
     Obyek kajian sejarah islam adalah fakta-fakta  islam berupa informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan  islam baik formal, informal dan non formal. Dengan demikian akan diproleh apa yang disebut dengan sejarah serba objek hal ini sejalan dengan peranan agama islam sebagai agama dakwah penyeru kebaikan, pencegah kemungkaran, menuju kehidupan yang sejahtera lahir bathin secara material dan spiritual. Namun sebagai cabang dari ilmu pengetahuan, objek sejarah pendidikan islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam objek-objek sejarah , seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya. Dengan kata lain, bersifat menjadi sejarah serba subjek
2.    Metode
        Mengenai metode sejarah islam, walaupun terdapat hal-hal yang sifatnya khusus, berlaku kaidah-kaidah yang ada dalam penulisan sejarah. Kebiasaan dari penelitian dan penulisan sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual.
       Sejarahwan harus menguasai alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi sebenarnya, dan perpaduan untuk mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi tersebut kedalam kisah yang penuh makna, sebagai seorang ahli, sejarahwan harus mempunyai sesuatu kerangka berpikir kritis baik dalam mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya. 
        Untuk memahami sejarah  islam diperlukan suatu pendekatan atau metode yang bisa ditempuh adalah keterpaduan antara metode deskriptif, metode komparatif dan metode analisis sistensis.
Pertama metode deskriptif, ajaran-ajaran islam yang dibawa oleh Rosulullah saw, yang termaktub dalam Al-Qur’an dijelaskan oleh As-sunnah , khususnya yang langsung berkaitan dengan islam dapat dilukiskan dan dijelaskan sebagaimana adanya. Pada saatnya dengan cara ini maka yang terkandung dalam ajaran islam dapat dipahami.
      Kedua metode komparatif mencoba membandingkan antara tujuan ajaran islam  yang hidup dan berkembang pada masa lalu, pertengahan ,akan datang dan tempat tertentu. Dengan metode ini dapat diketahui persamaan dan perbedaan yang ada pada dua hal tersebut sehingga dapat diajukan pemecahan yang mungkin keduanya apabila terjadi kesenjangan.
       Metode analisis sinsesis digunakan untuk memberikan analisis terhadap istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang diberikan ajaran islam secara kritis, sehingga menunjukkan kelebihan dan kekhasan pendidikan islam. Pada saatnya dengan metode sintesis dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang akurat dan cermat dari pembahasan sejarah pendidikan islam. Metode ini dapat pula didayagunakan untuk kepentingan proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia yang islami.
Dalam penggalian dan penulisan sejarah pendidikan islam ada beberapa metode yang dapat dipakai antaranya:
1)    Metode Lisan dengan metode ini pelacakan suatu obyek sejarah dengan menggunakan interview.
2)    Metode Observasi dalam hal ini obyek sejarah diamati secara langsung.
3)    Metode Documenter dimana dengan metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan mendalam segala catatan atau dokumen tertulis.
C.    Model Penelitian Sejarah
         Sejarah merupakan suatu hal yang penting  bagi setiap orang, karena dengan mempelajari sejarah itulah orang-orang dapat mempelajari beberapa hal agar kesalahan yang dahulu tidak terulang kembali dan yang lainnya.
      Terdapat berbagai model penelitian sejarah yang dilakukan studi sejarah yang dilakukan para ahli. Diantaranya ada yang melakukan studi sejarah dari segi tokoh atau pelakunya peristiwanya produk-produk budaya dan ilmu pengetahuannya, wilayah atau kawasan tertentu, latar belakang terjadinya berbagai peristiwa tersebut dari segi periodesasinya, dan sebagainya. Demikian pula dari segi analisisnya, terdapat para ahli yang menganalisis sejarah dari segi filsafat atau pesan ajaran yang terkandung didalamnya; ada pula yang menganalisisnya dengan pendekatan perbandingan, dan lain sebagainya.
Adapun model-model yang biasanya dipergunakan antara lain:
1.    Model Penelitian Sejarah Ditinjau Dari Periodesasinya dan Para Tokohnya
         Sejarah merupakan suatu hal yang sangat luas, maka model penelitiannya pun beragam. Salah satunya ialah model penelitian yang ditinnjau dari peridesasinya (waktu) dan juga para tokohnya.
Sejarah Islam, seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa sejarah Islam ruang lingkupnya salah satunya dapat dilihat dari segi periodesasinya (waktunya). Yang mana periodesasi dari sejarah Islam dapat dibagi kedalam tiga periode yaitu periode klasik, periode pertengahan dan juga periode modern. Ketiga periode itu pun memiliki fase-fase masing-masing di dalamnya.
2.    Model Penelitian Sejarah Ditinjau Dari Kawasannya
      Penelitian sejarah dengan menggunakan model penelitian sejarah ditinjau dari kawasannya dapat dilakukan dengan melihat kawasan dimana peristiwa itu terjadi.
Ada beberapa peneliti sejarah Islam yang menggunakan model penelitian bedasarkan kawasannya ini, antara lain yaitu:
•    John L.Esposito, mengedit buku Islam in Asia, Religion, Politics, and Sosciety. Didalam buku tersebut dikemukakan perkembangan Islam diasia pada umumnya, perkembangan Islam di Iran, Palestina, Afganistan, Filifina, Asia Tengah (Soviet), Cina, India, Malaysia dan Indonesia.
•    David D. Newsom, dalam tulisannya berjudul Islam in Asia Ally or Adversary, menyatakan bahwa Islam sebagaimana yang dipahami oleh sejumlah orang Amerika sebagai agama dunia Arab, ternyata tidak benar. Karena sebagian besar pemeluk Islam sebagaimana dijumpai pada masa lalu tinggal di Asia.

PENUTUP
       Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Karangan W.J.S. Poerwandarminta, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan dan sebagainya; dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
      Berdasarkan penulusuran kesejarahan Islam kelahirannya telah mengenal bentuk pemerintahan atau sudah mengenali system politik. Selain data sejarah tersebut juga menunjukkan bahwa Islam tidak mengenal bentuk pemerintahan tertentu. Islam juga dapat menerima apapun sepanjang bentuk dan system pemerintahan apapun selama system pemerintahan tersebut dapat menegakkan keadilan, kemakmuran, kesejahteraan lahir batin, aman dan damai bagi seluruh masyarakat. Keberadan politik dalam Islam dapat dilihat dari munculnya berbagai teori politik khususnya khilafah dan Imamiyah yang diajukan bebagai aliran.    Ada dua model penelitian politik yaitu yang dilakukan oleh M. Syafi’i dan Harry J. Benda.
     Sejarah adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama islam dalam berbagai aspek. Ruang lingkup sejarah Islam meliputi objek dan metode. Adapun model-model yang biasa dipergunakan yaitu, Model Penelitian Sejarah Ditinjau dari Periodesasinya dan Para Tokohnya dan Model Penelitian Sejarah Ditinjau dari Kawasannya.

DAFTAR PUSTAKA
    Poerwadarminta, W.J.S.  Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Nata, Abuddin,  Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014
Mustafa, A,  Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999
no image

MAKALAH TENTANG : AL-QUR'AN DAN KISAH AL-QURAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     Latar Belakang
       Al Qur’an merupakan salah satu dari beberapa kitab yang diturunkan kepada beberapa Rasul utusan-Nya, Kitab ini merupakan kitab yang idturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kita semua telah mengetahui bersama bahwa Al Qur’an merupakan kitab yang terakhir diturunkan oleh Allah, kitab ini dapat dikatakan sudah mewakili kitab-kitab sebelumnya, dari segi pokok-pokok ajaran tauhidnya.
         Al Qur’an juga merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW yang paling besar, karena kitab ini tidak akan hilang bersama dengan berkembangnya zaman ini. Kitab ini secara umum tidak hanya berisikan perintah dan larangan Allah semata, di dalam kitab ini juga disebutkan beberapa kisah ummat terdahulu yang bisa kita ambil hikmah dari kisah tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan beragama, namun Al Qur’an merupakan kitab sastra yang sangat tinggi, sehingga dalam memahaminya membutuhkan sebuah ilmu yang disebut dengan Ulumul Qur’an, dalam ilmu ini dibahas mengenai kisah-kisah yang ada dalam Al Qur’an.
         Berdasar dari uraian diatas, penyusun menyusun makalah ini didasarkan atas keinginan penyusun untuk memudahkan kawan-kawan yang sedang mempelajari ilmu ini (Ulumul Qur’an) dalam mencari materi yang bisa dijadikan sebagai bahan rujukan mereka.

1.2.    Rumusan Masalah
Makalah yang kami susun ini membahas beberapa permasalahan berikut :
1.    Bagaimanakah pengertian kisah dalam Al Qur’an ?
2.    Bagaimanakah kisah dari Nabi Ismail AS
1.3.    Tujuan Penulisan
Penyusun menyusun makalah ini bertujuan :
1.    Memudahkan kawan-kawan dalam mencari materi yang membahas kisah-kisah dalam Al Qur’an khususnya kisah dari Nabi Ismail AS
2.    Sebagai sumbangan pengetahuan penyusun kepada kawan-kawan khususnya, dan masyarakat pada umumnya

                                                                            BAB II
                                                                   PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Kisah dalam Al Qur’an
         Kata Kisah secara etimologis (bahasa) berasal dari Bahasa Arab, yaitu berasal dari kata القص yang berarti mengikuti jejak, seperti disebutkan sebuah kalimat قصصت أثره artinya saya mengikuti jejaknya. [1] Secara etimologis penggunaan kata ini terdapat dalam firman Allah SWT :
قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آَثَارِهِمَا قَصَصًا
Artinya : “Musa berkata : itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali mengkuti jejak mereka semula” (Q.S. Al-Kahfi : 64) [2]
وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Artinya : “Dan berkatalah Ibu Musa kepada Saudara Musa yang perempuan : ikutilah dia, maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya” (Q.S. Al-Qashash : 11)
Kata قصة atau قصص juga berarti الاخبار المتتبعة  (berita yang berurutan), seperti disebutkan dalam firman Allah :
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ
Artinya : “Sesungguhnya ini adalah berita yang benar…” (Q.S. Ali Imran :62)
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal” (Q.S. Yusuf : 111)
       Dari segi terminologi (istilah), kata Kisah berarti berita-berita mengenai permasalahan dalam masa-masa yang saling berturut-turut. Sedangkan Qashash dalam Al Qur’an adalah pemberitaan Al Qur’an mengenai hal ihwal ummat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. [3]

2.1.1. Macam-macam Kisah dalam Al Qur’an

        Diambil dari sebuah buku yang membahas Ulumul Qur’an, dijelaskan bahwa kisah-kisah dalam Al Qur’an itu terbagi menjadi tiga bagian, [4] penjelasnnya adalah sebagai berikut [5] :
1.      Kisah-kisah para Nabi dan Rasul terdahulu
Tentunya kita semua tahu bahwa tidaksemua Nabi dan Rasul itu disebutkan kisahnya di dalam Al Qur’an, Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al Qur’an hanyalah 25 orang, dimulai dari Nabi Adam As sampai dengan Nabi Muhammad SAW.
Kemudian dari 25 orang ini, secara garis besar dilihat dari sisi panjang atau singkatnya kisahnya, dapat dijadikan menjadi tiga kelompok :
a.       Kisah yang disebutkan dengan panjang lebar, kisah yang masuk dalam kategori ini adalah kisah dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Yusuf, Musa dan Harun, Daud dan Sulaiman, serta Isa ‘alaihimu al-salam. Namun diantara yang lainnya, kisah Nabi Yusuf adalah kisah yang paling panjang, karena diceritakan dengan lengkap, mulai dari masa kecilnya sampai menjadi penguasa di mesir dan dapat berkumpul dengan Bapak dan Saudara-saudaranya.
b.      Kisah yang disebutkan dengan sedang, kisah yang masuk dalam kategori ini adalah kisah dari Nabi Hud, Luth, Shaleh, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, Zakariya dan Yahya ‘alaihimu al-salam.
c.       Kisah yang disebutkan dengan sekilas, kisah yang masuk dalam kategori ini adalah kisah dari Nabi Idris, Ilyasa’ dan Ilyas.

        Sedangkan kisah dari Nabi Muhammad SAW, bisa dikategorikan kedalam bagian yang pertama (diceritakan secarapanjang lebar), Karena diceritakan kisah Nabi Muhammad SAW beberapa peristiwa yang terjadi pada zaman beliau, seperti peristiwa yang yang dialami beliau waktu kecil, permulaan dakwah, hijrah, dan beberapa perang yang dialami serta beberapa gambaran kehidupan keluarga beliau.

2.      Kisah ummat, tokoh, atau pribadi (bukan Nabi) dan peristiwa-peristiwa masa lalu

        Tokoh yang pertama kali kisahnya diceritakan dalam Al Qur’an adalah dua orang putra Nabi Adam sendiri yaitu Qabil dan Habil, Al Qur’an menceritakan kisah ketika Qabil membunuh saudaranya sendiri Karena akibat dari sifat dengkinya. Inilah pembunuhan pertama yang terjadi dalam sejarah umat islam. Dan masih banyak lagi kisah-kisah seorang tokoh yang diceritakan dalam Al Qur’an, sebagian dari kisah ini antara lain :
a.      Kisah Qarun yang hidup pada zaman Nabi Musa As
b.      Kisah peperangan antara Jalut dan Thalut
c.       Kisah tentang Ashabul Kahfi
d.      Kisah Raja Dzul Qarnain
e.       Kisah kaum Ashabul Ukhdud
f.       Kisah Maryam yang diasuh oleh Nabi Zakariya
Dan beberapa kisah lain yang tidak bisa disebutkan oleh penulis secara lengkap.

3.      Kisah-kisah yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW

       Beberapa kisah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad juga disebutkan  dalam Al Qur’an, salah satunya yaitu ketika sebelum Nabi lahir Tentara Bergajah melakukan penyerbuan ke Makkah yang bertujuan untuk menghancurkan Ka’bah, yang dipimpin oleh Raja Abrahah. Diceritakan pula kisah Nabi Muhammad waktu kecil dengan statusnya sebagai anak yatim yang miskin dan belum mendapat bimbingan wahyu, dengan bahasa yang singkat dan puitis.
Dan juga peristiwa setelah beliau diangat menjadi Rasul, yaitu peristiwa Isra’ dan Mi’raj, hijrah, perang badar, perang uhud, perang azhab atau perang khandaq, dan perang humain, juga kisah-kisah seputar fathu makkah dan peristiwa lainnya yang juga tidak bisa disebutkan oleh penulis secara lengkap.

2.2.    Kisah Nabi Ismail dalam Al-Quran

       Ismail berusia belia ketika memulai perjalanannya menuju Allah SWT. Ibunya membawanya dan menidurkannya di atas tanah, yaitu tempat yang sekarang kita kenal dengan nama sumur zamzam dalam Ka'bah. Saat itu tempat yang dihuninya sangat tandus dan belum terdapat sumur yang memancar dari bawah kakinya. Tidak ada di sana setetes air pun. Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar, bersama anaknya yang kecil. "Wahai Ibrahim kemana engkau hendak pergi dan membiarkan kami di lembah yang kering ini?" Kata Hajar. "Wahai Ibrahim di mana engkau akan pergi dan membiarkan kami? Wahai Ibrahim ke mana engkau akan pergi?" Si ibu mengulang-ulang apa yang dikatakannya. Sedangkan Nabi Ibrahim diam dan tidak menjawab. Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana perasaan Nabi Ibrahim saat meninggalkan mereka berdua di suatu lembah yang tidak ada di alamnya tumbuh-tumbuhan dan minuman. Namun Allah SWT telah memerintahkannya untuk tinggal di lembah itu. Dengan lapang dada Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah SWT.
        Dalam kisah-kisah israiliyat (kisah-kisah palsu yang dibuat oleh Bani Israil) disebutkan bahwa istri pertamanya, Sarah, tampak cemburu pada Hajar, istri keduanya, sehingga karenanya Nabi Ibrahim harus menjauhkannya beserta anaknya. Kami percaya bahwa kisah ini palsu dan penuh dengan kebohongan. Jika kita mengamati kepribadian Nabi Ibrahim, maka kita mengetahui bahwa beliau tidak akan mendapat perintah dari seorang pun selain Allah SWT.
         Kami tidak meyakini bahwa beliau terperangkap dalam perasaan kecemburuan feminisme dan kami juga tidak percaya bahwa beliau sengaja membangkitkan perasaan ini. Kami tidak mengira bahwa pribadi Sarah yang mulia akan terpedaya dengan sikap egoisme. Bukankah ia sendiri yang menikahkan Nabi Ibrahim dengan Hajar, pembantunya agar ia mendapatkan keturunan? Ia menyadari bahwa dirinya wanita tua dan mandul. Ia sendiri yang menikahkannya dan membantu pelaksanaannya. Ia telah memberikan dan mengabdikan dirinya kepada seorang lelaki yang hatinya tiada dipenuhi dengan cinta kepada siapa pun kecuali cinta kepada Penciptanya.

Allah SWT berfirman tentang Sarah dan Hajar:
"Rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. (QS. Hud: 73)
          Jadi, masalahnya adalah bukan masalah kecemburuan antara sesama wanita, namun ia adalah tugas yang diperintahkan oleh Allah SWT yang di dalamnya tersembunyi hikmah-Nya. Barangkali Sarah lebih heran daripada Hajar ketika Nabi Ibrahim memerintahkannya untuk membawa anaknya Ismail dan mengikutinya. "Ke mana engkau hai Ibrahim pergi?" Mungkin pertama-tama Hajar yang bertanya kepadanya dan mungkin juga Sarah yang bertanya. Nabi Ibrahim hanya terdiam dan akhirnya kedua wanita itu pun juga terdiam.
           Di sana terdapat hikmah yang tersembunyi di mana Nabi Ibrahim tidak mengetahuinya dan Allah SWT tidak menjelaskan kepadanya. la tidak mengetahui hai itu sebagaimana mereka berdua juga tidak mengetahuinya. Jadi kedua-duanya hanya terdiam sebagai bentuk akhlak dari istri-istri nabi. Inilah Hajar yang sendirian bersama anaknya di lembah yang terasing dan tandus, di mana ia tidak mengetahui rahasia di balik tempat itu. Inilah Ismail yang memulai perjalanannya menuju Allah SWT saat masih menyusui. Ia mengalami ujian saat masih kecil dan juga ujian bagi ayahnya, di mana ia mendapatkan seorang anak saat sudah tua. Nabi Ibrahim menyadari bahwa manusia tidak memiliki sesuatu pun dalam dirinya. Dan seseorang yang cinta kepada Allah SWT akan memberikan dirinya kepada Allah SWT dan akan memberikan apa yang disukai oleh dirinya kepada Allah SWT tanpa harus diminta. Itu adalah hukum cinta yang dalam. Kami tidak percaya bahwa Nabi Ibrahim mengetahui mengapa ia harus meninggalkan Ismail dan ibunya di tempat itu. Kami tidak mengira bahwa Allah SWT telah memberitahunya. Allah SWT hanya menurunkan perintah dan Ibrahim hanya menaatinya. Di sinilah tampak kerasnya ujian dan kesulitannya. Di sinilah cinta yang paling dalam diungkapkan, dan di sinilah cinta yang murni dituangkan.
          Allah SWT menguji kekasih-Nya Ibrahim dengan suatu ujian yang sangat keras, di mana umumnya para orang tua berat sekali melakukannya. Bukan berarti bahwa cinta Allah SWT kepada Ibrahim dan cinta Ibrahim kepada-Nya menjadikan Ibrahim tidak memiliki perasaan kemanusiaan. Kekuatan cintanya pada Allah SWT justru menjadikan sebagai lautan dari perasaan kemanusiaan, bahkan lautan yang tidak bertepi. Perasaan beliau terhadap Ismail lebih besar, lebih lembut, dan lebih sayang dari perasaan ayah mana pun terhadap anaknya. Meskipun demikian, beliau rela meninggalkannya di tempat yang tandus karena Allah SWT memerintahkan hal tersebut. Terjadilah pergulatan dalam dirinya namun ia mampu melewati ujiannya dan beliau memilih cinta Allah SWT daripada cinta anaknya.
          Ketika Nabi Ibrahim menampakkan kecintaan yang luar biasa dari yang seharusnya kepada anaknya, maka Allah SWT memerintahkannya untuk menyembelihnya. Allah SWT agar hanya Dia yang menjadi pusat cinta para nabi-Nya. Barangsiapa yang mencintai Allah SWT, maka ia pun harus mencintai kebenaran dan orang yang mencintai kebenaran adalah orang memenuhi hatinya dengan cinta kepada Penciptanya semata. Ismail mewarisi kesabaran ayahnya. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah SWT sebelumnya:
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh" (QS. ash-Shaffat: 100)
Allah SWT menjawab:
          "Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak  yang amat sabar." (QS. ash-Shaffat: 101)
Kesabaran yang sama yang terdapat pada ayahnya, kebaikan yang sama, ketakwaan yang sama, dan adab kenabian yang sama pula. Ismail mendapatkan ujian yang pertama saat beliau kecil dan ujian itu berakhir saat Allah SWT memancarkan zamzam dari kedua kakinya sehingga darinya ibunya minum dan menyusuinya. Kemudian Ismail mendapatkan ujian yang kedua dalam hidupnya saat ia menginjak masa muda:
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu: Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'" (QS. ash-Shaffat: 102)
           Apa yang Anda kira terhadap jawaban si anak? Ia tidak bertanya tentang sifat dari mimpi itu, dan ia tidak berdebat dengan ayahnya tentang kebenaran mimpi itu, tetapi yang dikatakannya: "Wahai ayahku laksanakanlah apa yang diperintahkan. "Janganlah engkau gelisah karena aku dan janganlah engkau menampakkan kesedihan dan keluh-kesah. "Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Demikianlah jawaban seorang anak yang saleh terha¬dap ayahnya yang saleh. Itulah puncak dari kesabaran dari seorang anak dan tentu orang tuanya lebih harus bersabar. Itu bagaikan perlombaan di antara keduanya untuk menguji siapa di antara mereka yang paling sabar. Perlombaan yang tujuannya adalah meraih cinta Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
           "Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya." (QS. Maryam: 54-55)
2.2.1.    Baitullah
           Ismail hidup di semenanjung Arab sesuai dengan kehendak Al¬lah SWT. Ismail memelihara kuda dan terhibur dengannya serta memanfaatkannya untuk keperluannya. Sedangkan air zamzam sangat membantu orang-orang yang tinggal di daerah itu. Kemudian sebagian kafilah menetap di situ dan sebagian kabilah tinggal di tempat itu. Nabi Ismail tumbuh menjadi dewasa dan menikah. Lalu ayahnya, Nabi Ibrahim, mengunjunginya dan tidak menemukannya dalam rumah namun ia hanya mendapati istrinya. Nabi Ibrahim bertanya kepadanya tentang kehidupan mereka dan keadaan mereka. Istrinya mengadukan padanya tentang kesempitan hidup dan kesulitannya. Nabi Ibrahim berkata padanya: "Jika datang suamimu, maka perintahkan padanya untuk mengubah gerbang pintunya."
          Ketika Nabi Ismail datang, dan istrinya menceritakan padanya perihal kedatangan seorang lelaki, Ismail berkata: "Itu adalah ayahku dan ia memerintahkan aku untuk meninggalkanmu, maka kembalilah engkau pada keluargamu." Kemudian Nabi Ismail menikahi wanita yang kedua. Nabi Ibrahim mengunjungi istri keduanya dan bertanya kepadanya tentang keadaannya. Lalu ia menceritakan pada¬nya bahwa mereka dalam keadaan baik-baik dan dikaruniai nikmat. Nabi Ibrahim puas terhadap istri ini dan memang ia cocok dengan anaknya. Barangkali Nabi Ibrahim menggunakan kemampuan spiritualnya dan cahaya yang mampu menyingkap kegaiban yang dimilikinya. Nabi Ibrahim menyiapkan Ismail untuk mengemban tugas yang besar. Yaitu tugas yang membutuhkan kerja keras kemanusiaan seluruhnya dan waktunya seluruhnya serta kenyamanannya seluruhnya.
           Ismail menjadi besar dan mencapai kekuatannya. Nabi Ibrahim mendatanginya. Tibalah saat yang tepat untuk menjelaskan hikmah Allah SWT yang telah terjadi dari perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail: "Wahai Ismail, sesungguhnya Allah SWT memerintahkan padaku suatu perintah" ketika datang perintah pada Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya, beliau menjelaskan kepadanya persoalan itu dengan gamblang. Dan sekarang ia hendak mengemukakan perintah lain yang sama agar ia mendapatkan keyakinan bahwa Ismail akan membantunya. Kita di hadapan perintah yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah yang tidak berkenaan dengan pribadi nabi tetapi berkenaan dengan makhluk.
          Ismail berkata: "Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu." Nabi Ibrahim berkata: "Apakah engkau akan membantuku?" Ismail menjawab: "Ya, aku akan membantumu." Nabi Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan aku untuk membangun rumah di sini." Nabi Ibrahim mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi di sana.
Selesailah pekerjaan itu. Perintah itu telah dilaksanakan dengan berdirinya Baitullah yang suci. Itu adalah rumah yang pertama kali dibangun untuk menusia di bumi. Ia adalah rumah pertama yang di dalamnya manusia menyembah Tuhannya. Dan karena Nabi Adam adalah manusia yang pertama turun ke bumi, maka keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para ulama berkata: "Sesungguhnya Nabi Adam membangunnya dan ia melakukan thawaf di sekelilingnya seperti para malaikat yang tawaf di sekitar arsy Allah SWT.
            Nabi Adam membangun suatu kemah yang di dalamnya ia menyembah Allah SWT. Adalah hal yang biasa bagi Nabi Adam— sebagai seorang Nabi—untuk membangun sebuah rumah untuk menyembah Allah SWT. Tempat itu dipenuhi dengan rahmat. Kemudian Nabi Adam meninggal dan berlalulah abad demi abad sehingga rumah itu hilang dan tersembunyi tempatnya. Maka Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT untuk membangun kedua kalinya agar rumah itu tetap berdiri sampai hari kiamat dengan izin Allah SWT. Nabi Ibrahim mulai membangun Ka'bah. Ka'bah adalah sekumpulan batu yang tidak membahayakan dan tidak memberikan manfaat. Ia tidak lebih dari sekadar batu. Meskipun demikian, ia merupakan simbol tauhid Islam dan tempat penyucian kepada Allah SWT. Nabi Adam memiliki tauhid yang tinggi dan Islam yang mutlak. Nabi Ibrahim pun termasuk seorang Muslim yang tulus dan ia bukan termasuk seorang musyrik.
Batu-batu rumah itu telah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian Nabi Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta ketulusannya. Oleh karena itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda akan merasakan suatu gelombang kedamaian yang sangat dalam. Terkadang pada kali yang pertama engkau melihat dirimu dan tidak melihat rumah dan pemeliharanya. Dan barangkali engkau melihat rumah pada kali yang kedua namun engkau tidak melihat dirimu dan Tuhanmu. Ketika engkau pergi ke haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah itu yang engkau lihat hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang hakiki. Inilah hikmah yang pertama dari pembangunan Ka'bah.
Allah SWT berfirman:
         "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): 'Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk dan patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau¬lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS. al-Baqarah: 127-129)
          Ka'bah terdiri dari batu-batuan yang ada di bumi di mana ia dijadikan pondasi oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Sejarah menceritakan bahwa ia pernah dihancurkan lebih dari sekali sehingga ia pun beberapa kali dibangun kembali. Ia tetap berdiri sejak masa Nabi Ibrahim sampai hari ini. Dan ketika Rasulullah saw diutus —sebagai bukti pengkabulan doa Nabi Ibrahim—beliau mendapad Ka'bah dibangun terakhir kalinya, dan tenaga yang dicurahkan oleh orang-orang yang membangunnya sangat terbatas di mana mereka tidak menggali dasarnya sebagaimana Nabi Ibrahim menggalinya. Dari sini kita memahami bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mencurahkan tenaga keras yang tidak dapat ditandingi oleh ribuan laki-laki. Rasullah saw telah menegaskan bahwa kalau bukan karena kedekatan kaum dengan masa jahiliyah dan kekhawatiran orang-orang akan menuduhnya dengan berbagai tuduhan jika beliau menghancurkannya dan membangunkannya kembali, niscaya beliau ingin merobohkannya dan mengembalikannya ke pondasi Nabi Ibrahim.
         Sungguh kedua nabi yang mulia itu telah mencurahkan tenaga keras dalam membangunnya. Mereka berdua menggali pondasi karena dalamnya tanah yang di bumi. Mereka memecahkan batu-batuan dari gunung yang cukup jauh dan dekat, lalu setelah itu memindahkannya dan meratakannya serta membangunnya. Tentu hal itu memerlukan tenaga keras dari beberapa pria tetapi mereka berdua membangunnya bersama-sama. Kita tidak mengetahui berapa banyak waktu yang digunakan untuk membangun Ka'bah sebagaimana kita tidak mengetahui waktu yang digunakan untuk membuat perahu Nabi Nuh. Yang penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan Ka'bah sama-sama sebagai tempat perlindungan manusia dan tempat yang membawa keamanan dan kedamaian. Ka'bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap di atas bumi selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang menginginkan keselamatan dari kedahsyatan angin topan yang selalu mengancam setiap saat.
           Allah SWT tidak menceritakan kepada kita tentang waktu pembangunan Ka'bah. Allah SWT hanya menceritakan perkara yang lebih penting dan lebih bermanfaat. Dia menceritakan tentang kesucian jiwa orang-orang yang membangunnya dan doa mereka saat membangunnya:
"Tuhan kami, terimalah dari hand (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-Baqarah: 127)
        Itulah puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas, ketaatan orang-orang yang taat, ketakutan orang-orang yang takut, dan kecintaan orang-orang yang mencintai:
"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau." (QS. al-Baqarah: 128)
           Sesungguhnya kaum Muslim yang paling agung di muka bumi saat itu, mereka berdoa kepada Allah SWT agar menjadikan mereka termasuk orang-orang yang berserah diri pada-Nya. Mereka mengetahui bahwa hati manusia terletak sangat dekat dengan ar-Rahman (Allah SWT). Mereka tidak akan mampu menghindari tipu daya Allah SWT. Olah karena itu, mereka menampakkan kemurnian ibadah hanya kepada Allah SWT, dan mereka membangun rumah Allah SWT serta meminta pada-Nya agar menerima pekerjaan mereka.
            Selanjutnya, mereka meminta Islam (penyerahan diri) pada-Nya dan rahmat yang turun pada mereka di mana mereka memohon kepada Allah SWT agar memberi mereka keturunan dari umat Islam. Mereka ingin agar jumlah orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang sujud dan rukuk semakin banyak. Sesungguhnya doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyingkap isi had seorang mukmin. Mereka membangun rumah Allah SWT dan pada saat yang sama mereka disibukkan dengan urusan akidah (keyakinan). Itu mengisyaratkan bahwa rumah itu sebagai simbol dari akidah.
           "Dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 128)
Perlihatkanlah kepada kami cara ibadah yang Engkau sukai. Perlihatkanlah kepada kami bagaimana kami menyembah-Mu di bumi. Dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Setelah itu, kepedulian mereka melampaui masa yang mereka hidup di dalamnya. Mereka berdoa kepada Allah SWT:
          "Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS. al-Baqarah: 129)
          Akhirnya, doa tersebut terkabul ketika Allah SWT mengutus Muhammad bin Abdillah saw. Doa tersebut terwujud setelah melalui masa demi masa. Selesailah pembangunan Ka'bah dan Nabi Ibrahim menginginkan batu yang istimewa yang akan menjadi tanda khusus di mana tawaf di sekitar Ka'bah akan dimulai darinya. Ismail telah mencurahkan tenaga di atas kemampuan manusia biasa. Beliau bekerja dengan sangat antusias sebagai wujud ketaatan terhadap perintah ayahnya. Ketika beliau kembali, Nabi Ibrahim telah meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. "Siapakah yang mendatangkannya (batu) padamu wahai ayahku?" Nabi Ibrahim berkata: "Jibril as yang mendatangkannya." Selesailah pembangunan Ka'bah dan orang- orang yang mengesakan Allah SWT serta orang-orang Muslim mulai bertawaf di sekitarnya. Nabi Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya sama dengan doa yang dibacanya sebelumnya, yaitu agar Allah SWT menjadikan had manusia cenderung pada tempat itu:
"Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. "(QS. Ibrahim: 37)
         Karena pengaruh doa tersebut, kaum Muslim merasakan kecintaan yang dalam untuk mengunjungi Baitul Haram. Setiap orang yang mengunjungi Masjidil Haram dan kembali ke negerinya ia akan merasakan kerinduan pada tempat itu. Semakin jauh ia, semakin meningkat kerinduannya padanya. Kemudian, datanglah musim haji pada setiap tahun, maka hati yang penuh dengan cinta pada Baitullah akan segera melihatnya dan rasa hausnya terhadap sumur zamzam akan segera terpuaskan. Dan yang lebih penting dari semua itu adalah cinta yang dalam terhadap Tuhan, Baitullah dan sumur zamzam yaitu, Tuhan alam semesta. Allah SWT berfirman berkenaan dengan orang-orang yang mendebat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail:
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. " (QS. Ali 'Imran: 67)
          Allah SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan beliau yang pertama kali menamakan kita sebagai orang-orang Muslim. Allah SWT berfirman:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dan dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)

                                                                    BAB III
                                                                 PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
        Kisah-kisah dalam Al Qur’an merupakan kejadian-kejadian pada msa lampau yang terjadi pada ummat terdahulu, terkadang kisah dalam Al Qur’an diceritakan secara berulang-ulang, itu dimaksudan karena pentingnya hikmah yang dapat dipetik dari kisa tersebut.
        Kemudian mengenai masalah fiktif atau tidaknya kisah-kisah tersebut, sebagai hamba Allah yang mengimani Al Qur’an secara penuh, tidak selayaknya kita meragukan kebenaran Al Qur’an, karena Al Qur’an diturunkan oleh Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, juga dalam permasalahan sejarah, pengetahuan kita semua tetaplah samar atau sulit dibuktikan secara jelas. Adapun orang-orang yang meragukan kebenaran Al Qur’an, mungkin mereka mempunyai dasar yang melandasi pernyataan mereka tersebut, namun dalam hal ini tetaplah Allah merupakan Dzat yang lebih mengetahui apa yang diketahui oleh Hamba-Nya.
          Banyak tujuan dari diceritakannya kisah-kisah dalam Al Qur’an, tentunya yang paling ditekankan adalah bahwa kebenaran itu pasti akan selalu mengalahkan kebatilan.

3.2.    Saran
           Kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan karya ini sangatlah dibutuhkan penyusun, mengingat masih banyak kekurangan dari karya ini.

                                                                 DAFTAR PUSTAKA

•    Munawwir, Muhammad Warson. Kamus Al Munawwir. Yogyakarta : UPBIK Pondok Pesantren Krapyak. Tahun 1984
•    Departemen Agama RI. Al Qur’an dan Terjemahannya. Semarang : Karya Toha Putra. Tahun 2009
•    Ilyas, Yunahar. Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Itqan Publishing. Tahun 2013
•    Manna’ al-Qattahan.  Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Riyadh : Muassasah al-Risalah. Tahun 1976
•    Chirzin, Muhammad Al Qur’an & Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Dhana Bhakti Prima Yasa. Tahun 1998
•    Mudzakir. Studi Ilmu-ilmu Al Qur’an (Terjemah Manna’ al-Qatthan). Bogor : Litera Antar Nusa. Tahun 2010