--> Ayah, Kapan Panen Tiba? | KUMPULAN MAKALAH

Berbagi Tugas Sekolah Makalah dan Referensi

Monday, January 30, 2017

Ayah, Kapan Panen Tiba?

| Monday, January 30, 2017

           Cerpen : Dwi Utami Panggaben
Azan subuh menggema, Rio tersentak dari tidumya. Lantunan suara azan itu sungguh merdu dan lembut terasa ditelinga Rio, hingga ia mendengarkannya penuh penghayatan sampai azan usai. Terus Rio berdiri melangkah keruangan depan. Matanya terpengarah perlahan-lahan air matanya menetes melihat ruangan yang masih berantakan itu.“ Astagfirullah, aku lupa. Kiranya semalam ada acara takjiah atas kepergian ayah. Ya Tuhan, ya Robbi, aku belum percaya ayahku telah tiada ucapan dalam hati. Tikar-tikar masih tergelar, asbak-asbak rokok berserakan serta gelas-gelas bekas air minum masih tersusun dipojok ruangan. “Ya, Tuhan beri hamba kekuatan dihatinya.
 Rio meneruskan niatnya untuk melaksanakan sholat subuh. Pikirannya masih menerawang akan peristiwa kepergian ayahnya kemarin pagi. Diatas sajadah usai sholat ia melantunkan doa buat almarhum ayahnya, meminta ridho-Nya memohon petunjuk -Nya. Tiba - tiba ia dikejutkan rangkulan tangan mungil dari belakang, temyata adik bungsunya Nita. “Bang, Nita juga mau mendoakan Ayah”, Ucapnya dengan nada manja. Rio hanya tersenyum mendengamya. “ Pasti adikku ini merasa terpukul atas kepergian ayah”, Pikimya. Siapa menyangka hal ini, dua hari yang lalu lelaki pekeija keras itu masih sempat meneleponnya menceritakan hasil panen sawah kita jauh meningkat. Ini semua tak lepas dari doamu nak”, Ucap ayahnya penuh semangat. Bahkan bulan ini beliau hendak ketempat Rio sambil berlibur setelah sekian bulan berkutat disawah. Ayah Rio memang begitu setiap usai panen beliau pasti datang ketempat anaknya. Sekalian mengantar biaya kuliah Rio dan belanjanya. Maklum, Rio di Medan sementara keluarga mereka bertempat tinggal di salah satu desa di Tapanuli Selatan. Rio menanggapi ucapan ayahnya dengan tak kalah semangat. “Ya, Ayah tetapi juga berkat kegigihan ayah mengerjakannya”, Ucap Rio sambil tertawa.
 Tanpa disadari Rio, dia telah lama melamun diatas sajadahnya, sementara Nita sudah terisak-isak dihadapannya, “Sudahlah dik Nita nggak boleh menangis terus, biarlah Ayah tenang di alam sana ya?”, Bujuk Rio pada gadis kecil usia tujuh tahun itu. Nita menghapus air matanya sambil berlari keluar.
Kepergian ayahnya memang sangat mengejutkan orang-orang disekitamya. Bagaimana tidak, lelaki berperawakan tegap itu selama ini tidak pemah mengeluh akan keadaan kesehatannya. Beliau tampak tegar dan sehat. Sehingga sangat membuat sok keluarga Rio akan kepergian ayahnya. “Aku tidak menduga ayah secepat itu meninggalkan kita, Bu!”, Ucap Rio pada ibunya sore itu. “Sudahlah, nak..., biarlah beliau tenang disisi Allah”, Jawab Ibu. Rio kembali meneteskan air matanya. Selama ini ayahnya lah yang selalu membuat semangatnya. Beliau tidak rela melihat Rio pesimis. Bahkan bila dilihat dari sisi ekonomi mereka, Rio tidak menyangka bisa Kuliah di Perguruan Tinggi Negeri di Medan. Semua itu berkat kegigihan dan semangat ayahnya. Bagaimana mungkin Rio bisa kuliah sementara orangtuanya hanyalah seorang petani. Tetapi jika Allah memberi ridho- Nya apapun bisa teijadi. Hal inilah yang membuat hati Rio bersemangat. Apalagi nasehat- nasehat ayahnya yang bersifat membangun dan membangkitkan semangatnya. Rio masih ingat betul semua kenangan-kenangan ayahnya. Ketika masih SMA Rio tidak bemiat untuk melanjutkan sekolahnya. Dia pasrah menjalani hidup ini apa adanya. Tetapi ayahnya terns menyemangatinya bahwa beliau mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya. Beliau memang pekeija keras, tidak kenal lelah dan menyerah. “Kalau kau mau bersakit-sakit, ayah bisa, nak. Pokoknya jangan kecewakan ayah, iya. Kuliahlah nak, ayah siap dan bisa”, Ucap ayahnya waktu itu ketika Rio hendak tamat SMA. Saat itu Rio tercengang mendengar ucapan ayahnya. “Ya Allah, begitu semangatnya ayah,” Ucap Rio dalam hati. Kiranya Tuhan memang mendengarkan dan mengabulkan ucapan dan doa-doa ayah.
Sungguh suatu anugerah bagi Rio semuanya itu bila teringat peristiwa itu. Tuhan memang Maha Mendengar akan Doa-doa hambanya yang taat pada-Nya. Yang paling disesalkan Rio, ayahnya terlalu cepat pergi sebelum dia dapat membuktikan keberhasilannya dihadapan ayahnya. Orang yang paling berharga dalam hidupnya telah pergi untuk selama-lamanya.” Panen padi kita tahun ini menaik drastis nak, itu semua tidak lepas berkat doamu Rio, agar cita-citamu dapat tercapai,” Ucap ayahnya waktu itu.
  Kata- kata itu selalu temgiang ditelinganya Rio. Ayahnya memang selalu memberi motivasi Rio, sehingga Rio tidak pemah rendah diri.
Kisah ketika Rio masih kecil sampai saat kepergian ayahnya satu persatu bermunculan diingatan Rio. Masa kecil yang menyenangkan ketika berlari-lari di pematang sawah. Memancing ikan-ikan kecil yang diajari ayah di parit-parit dekat sawah. Bahkan ketika Rio teijatuh kedalam parit waktu itu, langsung ditangkap dan digendong ayah, Ya Allah semua terekam dal am ingatan Rio membuat air mata Pemuda itu menetes lagi mengenang ayahnya. Ayahnya juga mengajarinya bertanam padi, merawat dan memberi pupuk tanaman padi. Suatu ketika disawah, Rio pemah menangis hanya gara-gara mau menanam padi sementara bibit semai belum sampai umumya. Ayahnya hanya tertawa dan mengatakan bahwa bibitnya masih terlalu muda.
Tetapi yang paling memilukan hati Rio suatu Peristiwa masa kecilnya yang menyedihkan. Waktu itu padi mereka hampir panen. Sore itu Rio dan adik-adiknya pergi bersama ayah melihat tanaman padi mereka yang hampir panen. “Mudah-mudahan hasilnya memuaskan kita. Sebab sudah ayah lihat tanaman bagus sekali,” Ucap ayah pada Rio dan adik-adiknya. Temyata benar apa yang dibilang ayahnya. Tanaman padinya bagus sekali, padinya kuning dan bemas. Mereka semua gembira melihatnya.”Aku yakin hasil panen pasti meningkat”, Ucapku dalam hati. Dan mereka rencanakan beberapa hari lagi sudah bisa dipanen. Biasanya mereka memanen padi dihari — hari minggu agar semua bisa membantu ayahnya tetapi apa yang teijadi sebelum di panen? Kiranya malam harinya hujan lebat sekali. Sehingga tanaman padi mereka hanyut oleh banjir, Tuhan memang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Kami sedih sekali waktu itu.
Kala itu Rio melihat wajah ayah sedih tetapi beliau tidak pemah mengeluh. “Kita haras sabar ya, manusia Cuma bisa merencanakan, Tuhanlah yang memastikannya,” ucap ayah waktu itu.
Ayahnya bgitu tegar, tak pemah menyerah. Beliau terns berasaha dan bekeija meskipun berbagai tantangan, namun beliau terns melangkah dan melangkah. Baginya keluarga dan anak-anaknya adalah segalanya. “Tuhan tidak pemah mengabaikan hambanya yang tidak kenal menyerah dan yang mengingatnya,” ucap ayahnya saat ni menceritakan kegagalan panen akibat banjir itu.
 Malam ini adalah hari terakhir takjiah dirumah Rio, setelah dua malam mereka melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan Firman-firman Allah serta wejangan nasehat- nasehat kesabaran yang disampaikan ustazd dan ustazdjah pada mereka. Memang hidup ini tidak ada yang perlu disesalkan, tetapi hadapilah dengan hati yang sabar. Sebab dimata Allah tidaklah ada batas kesabaran. Dan tidak ada satupun yang kekal semua akan berpulang pada-Nya.
Hari hampir pagi, azan subuh kembali menggema seperti hari-hhari kemarin. Saatnya unutuk bangun dan kembali mengingat-Nya dan mengucapkan Asma Allah dan Firman - firman-Nya. Ash sholatu Khoirun minan naum ( sholat itu lebih baik dari pada tidur). Rio memulai dengan Allahhu Akbar hingga ucapan sal am kekanan dan kiri. Ia lalu menoleh kebelakang, kira sudah ada 5 orang yang mengimaminya tanpa disadarinya, yakni Ibunya dan keempat orang adik-adiknya. “ Alhamdulillah ya Allah,” ucapnya dalam hati dengan rasa lega. Kemudian mereka bersama melantunkan doa yang dipimpin oleh Rio.
Pagi itu usai sarapan mereka sekeluarga pergi berziarah kemakam ayahnya. Rio memandang makam yang masih baru dengan tatapan sendu, sedih dan berbagai keresahan berkecamuk dibatinnya. Tetapi hatinya kembali dapat dikuasainya. “ Ya Allah kuatkan imanku, beri aku kesabaran menghadapi semua ini,” ucap batinnya sambil membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Ingatan kembali mengenang sikap dan watak ayahnya yang tegar tak kenal lelah. Sungguh ia sangat mengidolakan lelaki yang sangat dihormatinya itu.
Ia memohon dan meminta agar dia bisa seperti ayahnya kelak, dan berusaha dengan sekuat hati, siap, ikhlas mengganti posisi ayahnya untuk membimbing adiknya. “Ayah aku ikhlas, rela menggantikan posisimu. Aku akan jalani seperti yang pemah kau ajarkan padaku, aku tak akan mengecewakan seperti yang kau inginkan. Seandainya waktu dapat diputar kembali betapa aku ingin membuktikan dihadapanmu apa jadinya anakmu ini. Semua rasa penasarannya berkecamuk dibatinnya bila mengingat ayahnya.
 Yang paling menggugah hati Rio adalah ucapan-ucapan ayahnya yang selalu memberi motivasi dan semangat. Apalagi ketika setiap panen padi tiba, pasti ayah berucap. “Hasil panen kita naik lagi Rio, itu berkat doamu juga nak. Agar kuliahmu selesai dan cita- citamu tercapai.” Kata-kata itu selalu muncul bila ayahnya menelepon. Itu semua adalah untuk motivasi Rio agar terus semangat. Ucapan-ucapan itu sungguh indah ditelinga Rio. “Ayah, sungguh kau sebagai semangat bagi anak-anakmu. Kini tidak lagi kami nikmati
hasil panen berkat tangan tegar ayah menanam setiap rumpun padi disawah kita. Tetapi tetap memetik hasil dari nasihat-nasihat dan bimbingan ayah hingga diakhir hayat kami kelak. Dan ayah juga akan menerima hasil panen amal dari hasil ketaqwaan dan tanggung jawab ayah selama ini. Rio belum sempat membahagiakanmu. Selamat jalan ayah.” Ucap Rio sambil mengusap muka dengan kedua tangannya yang basah oleh air mata.
Selesai .

Related Posts

No comments:

Post a Comment