--> MAKALAH TENTANG : MANHAJ TEOLOGI ISLAM | KUMPULAN MAKALAH

Berbagi Tugas Sekolah Makalah dan Referensi

Friday, January 27, 2017

MAKALAH TENTANG : MANHAJ TEOLOGI ISLAM

| Friday, January 27, 2017
BAB I
PENDAHULUAN

 A.    Latar Belakang

         Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam agama Islam, dimana tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Keimanan itu merupakan akidah dan pokok yang di atasnya berdiri syari’at Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.
        Tauhid ialah mengesakan Allah dan mengakui keberadaannya serta kuat kepercayaannya bahwa Allah itu hanya satu tidak ada yang lain. Tidak ada sekutu baginya, yang bisa menandinginya bahkan mengalahkannya.
        Manusia berdasarkan fitrah dan akal sehat pasti mengakui bahwasanya Allah itu Maha esa. Seorang muslim wajib mengimani akan keesaaan Allah ta’ala dan bahwasannya tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah ta’ala, adapun kalimat tauhid itu sendiri yang dimaksud ialah La ilaha illah yang berarti tidak ada yang berhak disembah selain Allah.
        Ada tiga aspek manhaj teologi islam, yakni : manhaj pengembangan ilmu tauhid, alat yang digunakan ilmu tauhid dalam mencari kebenaran Allah, dan manhaj yang digunakan ilmu tauhid dalam pembuktian kebenaran dalam ilmu tauhid.


B.     Rumusan Masalah
        Sesuai dengan tema yang telah kami terima sebagai materi makalah yaitu manhaj teologi islam, maka rumusan masalah yang dikaji dalam makalah penulis yaitu :
a.       Apa yang dimaksud dengan Manhaj?
b.      Apa yang dimaksud dengan Manhaj Ilmu Tauhid?
 
C.    Tujuan PenulisanTujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui pengertian Manhaj
b.      Untuk mengetahui pengertian Manhaj Ilmu Tauhid

 BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Manhaj
Manhaj dalam bahasa artinya jalan yang jelas dan terang. Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 48 yang berbunyi:
وَاَنْزَلْنَااِلَيْكَ الْكِتَبُ بِا لْحَقِّ مُصَدِّقَالِّمَابَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَبِ وَمُهَيْمِنًاعَلَيْهِ فَا حْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَااَنْزَلَ اللهُ وَلاَ تَتَّبِعْ اَهْوَاءَهُمْ عَمَّاجَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَامِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًاوَلَوْشَاءَ اللُه لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةًوَّلَكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَااَتَكُمْ فَاسْتَبِقُواالْخَيْرَتِ اِلَى ا اللهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًافَيُنَبِّئُكُمْ بِمَاكُنْتُمْ 
فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ
Artinya :
       “Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah  berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
         Manhaj menurut istilah ialah kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap pelajaran-pelajaran ilmiah, seperti kaidah-kaidah bahasa arab, ushul aqidah, ushul fiqih, dan ushul tafsir dimana dengan ilmu-ilmu ini pembelajaran dalam islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar. Menurut pemahaman para sahabat Rasulullah SAW  manhaj yang benar adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama.

2. Manhaj Ilmu Tauhid
         Pada masa kehidupan Rasul, ilmu tauhid suatu disiplin yang berdiri sendiri dalam agama islam belum lah ada. Pada masa kehidupan Rasulullah, para umat islam tidak banyak bertanya tentang apa yang disamapaikan Rasul, tetapi mereka bersikap “sami’na wa atha’na” (kami dengar dan kami taati). Karena itulah ilmu tauhid belum menjadi suatu ilmu.
      Akan tetapi, setelah Rasul wafat dan islam semakin luas dan berkembang, muncul lah bernagai persoalan-persoalan itu, maka para ulama mencoba menhkaji ajaran tauhid dari sumber ajaran Al-Quran dan hadits dengan maksud untuk:
1.Memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan ketauhidan yang tumbuh dan berkembang dikalangan umat islam sebagai akibat logis dari dinamika perkembangan sosial umat islam.
2.Memberikan jawaban terhadap pengaruh-pengaruh kepercayaan dan paham-paham lain yang telah memasuki dunia islam oleh para ulama dipandang sebagai ancaman dan bahaya bagi kemurnian akidah umat islam.
3. Mengkonkritkan ajaran tauhid kerena oleh para ulama masalah ini dianggap masih bersifat samar dalam Al-Quran dan hadits bagi masyarakat awam.

Berbicara tentang manhaj atau metode ilmu tauhid dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu:
1)  Manhaj Pengembangan Ilmu Tauhid
       Ilmu tauhid sebagai suatu disiplin ilmu yang membahas masalah Ketuhanan dalam islam, adalah hasil rumusan para ulama terhadap ajaran Ketuhanan yang terkandung dalam Al-Quran dan hadits-hadits. Manhaj atau cara proses pengembangan ilmu ini tidaklah tumbuh sekaligus dalam waktu yang singkat, tetapi lahir dan tumbuh secara bertahap, berangsur-angsur menjawab persoalan umat sesuai dengan keadaan dan faktor-faktor yang terjadi dalam dunia islam itu sendiri.
       Apabila diklasifikasikan sebab-sebab timbulnya Ilmu Tauhid sebagai suatu disiplin dalam islam, dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Faktor internal atau sebab yang timbul dalam diri itu sendiri. Sebab internal itu dapat pula dibagi dua yaitu:
a. Sebab yang datang dari Al-Quran:
* Al-Quran mendebat orang-orang musyrik dan kaum Atheis dan menolak semua argument mereka.
*Ayat-ayat Al-Quran ada yang mutasyabihah yang menimbulkan kecenderungan hati manusia untuk memahami dan membahas maksudnya.
* Al-Quran menghargai akal manusia dan bahkan mengahadapkan khitab (titah) kepada akal itu agar dapat berfungsi secara maksimal memperhatikan alam dan cakrawala dalam membuktikan kebenaran keesaan Allah.

b.      Sebab yang datang dari kaum muslimin sendiri:
* Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat islam dalam peperangan telah menghantarkan mereka sebagai Negara yang kuat dan jaya serta merasa aman tinggal dinegeri mereka. Dengan keadaan ini islam memperoleh kesempatan secara aman untuk melakukan pembahasan secara filosofis terhadap masalah-masalah agama, sehingga tidak lagi membatasi diri pada arti dzahir nash saja seperti pada masa sebelumnya.
* Masalah perbedaan paham politik sesame umat islam membawa mereka menjadi berkelompok-berkelompok. Lebih dari itu paham politik ini mengakibatkan terbunuhnya khalifah Usman dan Abu Thalib. Untuk kepentingan politiknya, banyak umat islam ketika itu yang berani menjadikan ayat-ayat Al-Quran untuk memperkuat posisi politiknya. Hal ini terjadi karena memang pada masa itu terjadi karena pada masa itu pengaruh agama sangat kuat pada niwa umat islam dan sangat kuat hasrat mereka untuk mengkaitkan agama dengan suatu peristiwa.
* Kebebasan dan kemerdekaan berfikir serta mengeluarkan pendapat sangat sempurna dimasa awal abad-abad hijriah itu, dan memang hal ini sangat sesuai dengan watak budaya orang Arab dan bahkan dikuatkan lagi oleh ajaran islam. Keadaan seperti inilah yang membuat suburnya perbedaan pendapat dikalangan umat islam ketika itu.
2. Faktor eksternal atau sebab-sebab yang datang dari luar islam yaitu:
a.       Pengaruh kepercayaan dan agama lain
        Kebanyakan orang yang masuk dalam agama islam pada masa penaklukan di zaman khulafaur rasyidin adalah dari orang yang sudah menganut suatu agama atau paling tidak telah memiliki agama islam, namun kepercayaan lama itu kemudian mereka campurkan dengan ajaran aqidah islam sehingga terjadi dengan apa yang disebut istilah “sinkritisme”. Dengan demikian aqidah umat islam sudah tidak murni lagi dn pada gilirannya sulit membedakan yang mana ajaran islam yang murni dan mana yang ajaran yang bersumber dari agama lain. Menyadari betapa bahayanya situasi ini, maka para ulama melakukan tindakan-tindakan kemurnian dan mengajari umat tentang aqidah yang benar sehingga mampu membedakannya dari aqidah non islam.
b.      Pengaruh filsafat yunani
        Dengan semakin berkembangannya dunia islam dan membuka diri terhadap perkembangan kebudayaan internasional, maka pemikiran filsafat yunani juga akhirnya memasuki dunia islam. Pemikiran filsafat yunani ini sangat menarik perhatian para ulama karena Al-Quran sendiri sangat mendorong umatnya untuk berfikir secara filosofis.
2)    Alat yang dipakai ilmu tauhid dalam membahas kebenaran Allah
Ilmu tauhid yang membahas tentang Tuhan menurut ajaran islam. Dalam membahas dan menetapkan kebenaran Allah tersebut, alat yang digunakan ilmu tauhid tersebut adalah hokum. “Hukum ialah menetapkan suatu perkara terhadap suatu yang lain atau tidak menetapkannya”.
Ada tiga hukum yang digunakan oleh ilmu tauhid dalam menetapkan dan mempertahankan adanya Allah, yaitu:
1.      Hukum syara’
Ialah hukum atau perintah Allah SWT yang terdapat dalam Al-Quran dan hadist Rasulullah.Hukum syara’ ini terbagi dua yaitu:
a. Taklifi
Artinya perintah-perintah Allah kepada orang mukallaf supaya mengakui adanya Allah, mengerjakan perintah-perintahnya yang wajib dan sunah, atau menjauhi larangan-larangan Allah yang haram dan makruh dan boleh memilih diantara yang mubah.

b. Wadh-i
Artinya perintah Allah untuk menunjukkan itu menjadi sebab, syarat atau larangan kebaikan atau kerusakan.
2. Hukum adat
Ialah hukum yang ditetapkan atau tidaknya atas sesuatu itu berdasarkan pada kebiasaan yang berlaku atau biasa karena terjadi berulang-ulang.
Contoh hukum adat ialah: kenyang itu biasanya terjadi sesudah makan, jadi hukum  adat menetapkan bahwa makan itu mengenyangkan. Adat atau kebiasaan ini berlaku bagi semua umat manusia diatas bumi.
3.Hukum akal
Ialah menetapkan sesuatu perkara terhadap perkara yang lain dengan akal pikiran, jadi bukan karena adat dan juga bukan karena adat syara’ yang metapkan. Misalnya, kita menetapkan lagi wujud bagi: maka kita katakan: Allah wujud.
Hukum akal dibagi tiga bagian yaitu:
1.      Wajib artinya tiada terbayang pada akal akan tidak adanya: jika mesti ada.
2.      Mustahil artinya tiada terbayang pada akal wujudnya: jadi, mesti tidak ada.
3.      Ja-iz artinya barang yang terbayang adanya atau tidak adanya, pada akal sama saja.

3)      Manhaj pembuktian kebenaran dalam ilmu tauhid
         Pada ilmu-ilmu alam, pembuktian kebenaran sesuatu didasarkan pada hasil observasi (pengamatan), dan melalui eksperiment atau percobaan dan pengujian laboratorium, yang berarti pengamatan langsung lewat panca indra dibantu peralatan teknis terhadap objek kajian.
      Selanjutnya, pembuktian kebenaran dalam filsafat bukanlah pada hasil observasi atau pengamatan empiris. Pembuktian kebenaran dalam filsafat adalah susun  fikir (sillogism) yang dianggap logis dan rasional, yakni terterima dan tertelan oleh akal.
        Jadi pembuktian paling primer tentang kebenaran dalam ilmu tauhid itu adalah wahyu Allah. Sehingga andainya pun pernyataan wahyu itu misalnya tidak dapat dibuktikan secara empiris saat ini, atau juga tidak tertelan oleh akal, maka hal itu bagi ilmu tauhid tidak menjadi masalah, bukanbsesuatu yang mengurangi keyakinan dan melemahkan keimanan bagi orang yang bertauhid. Dengan semikian, sekalipun filsafat dan ilmu tauhid sama-sama membahas tentang Tuhan, tetapi metode pembuktian kebenaran diantara keduanya sangat berbeda.
        Para ulama tauhid atau teolog muslim lebih dahulu percaya pada pokok persoalan dan mempercayai kebenarannya dan menetapkan dalil-dalil fikiran untuk pembuktiannya, sedang pembahasan dan pemikiran filsafat ketuhanan tidak dimulai dari kepercayaan, tetapi sampai mencapai suatu hasil.
        Tentang perbedaan metode dalam pembuktian kebenaran antara filsafat ketuhanan dengan ilmu tauhid ini, A. Hanafi mengemukakan bahwa para ulama tauhid atau teolog islam adalah laksana pembela perkara yang ikhlas dan menganggapnya benar. Sedangkan filosof adalah laksana seorang hakim yang memeriksa suatu perkara. Ia tidak akan memberikan sesuatu keputusan kecuali sesudah mendengar alasan-alasan pihak bersangkutan dan melihat bukti-buktinya, kemudian ia mengeluarkan keputusannya tanpa memihak pada salah satunya.
Ibnu Khaldun seperti dikutip A.Hanafi mengemukakan sebagai berikut :
        “Pemikiran seorang filosof tentang ketuhanan adalah pemikiran tentang wujud yang mutlak dan hal-hal yang berhubungan dengan wujud itu sendiri. Tetapi pemikiran ulama tauhid tentang wujud ini bisa menunjukkan kepada zat yang memberi wujud. Dengan perkataan lain, pembicaraan ilmu tauhid ialah kepercayaan agama islam sesudah dianggapnya benar dari syariat dan mungkin dapat dibuktikan dengan dalil-dalil akal fikiran.
         Memang dengan metode pembuktian kebenaran yang seperti ini, banyak ilmuwan yang keberatan jika ilmu tauhid disebut sebagai ilmu, dan mereka bertanya kenapa teologi islam ini disebut juga dengan ilmu? Bukankah lebih tepat disebut kayakinan atau kepercayaan?
       Maka adapun jawaban yang dikemukakan oleh para ulama tauhid seperti yoesoef sou’yb adalah sebagai berikut :
         Setiap yang disebut ilmu tidaklah mesti berdasarkan pembuktian observasi atau pengamatan langsung panca indera. Sebagai contoh bukankah sejarah dan kepurbakalaan disebut juga sebagai ilmu? Pembuktian dalam ilmu sejarah bukanlah berdasarkan observasi atau pengamatan langsung ahli-ahli sejarah terhadap peristiwa pada zaman dahulu, zaman tengah apalagi zaman purbakala, akan tetapi berdasarkan catatan-catatan atau bekas-bekas berupa peninggalan yang menggambarkan peristiwa masa lalu itu. Demikian juga dengan arkeologi, pembuktiannya tidak lebih hanya berupa penarikan-penarikan kesimpulan terhadap tulang belulang dan benda-benda purba yang ditemukan.
        Dengan demikian, tidak ada keberatan jika pembicaraan tentang Tuhan disebut juga sebagai “ilmu” hingga disebut teologi seperti memanggilkan geologi dan sebagainya, sekalipun pembuktiannya bukan berdasarkan observasi. Kalau ada orang keberatan untuk mengatakan pembicaraan tentang Tuhan sebagai ilmu, maka ia pun harus keberatan pula menyatakan sejarah dan kepurbakalaan sebagai ilmu.
 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
        Setiap agama memiliki kepercayaan tentang Tuhan, sebab pada hakikatnya agama adalah peraturan ketuhanan yang menjadi tuntunan bagi umatnya untuk mencapai kebahagiaan hidup lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Itulah sebabnya setiap agama menjadikan ajaran atau ilmu ketuhanan dalam agamanya tersebut sebagai pelajaran utama. Misalnya ilmu tentang ketuhanan Agama Kristen menjadi pelajaran utama dalam kehidupan beragama umat Kristen, ilmu tentang ketuhanan agama Budha menjadi pelajaran utama bagi umat Budha. Demikian juga halnya dengan agama-agama lain termasuk agama islam.
        Dalam literatur umum, ilmu tentang ketuhanan disebut dengan “Theology” (bahasa inggris) atau berasal dari kata “Theologie” (bahasa perancis dan belanda) baik inggris, perancis maupun belanda, mengambil kata “Theologi” tersebut dari bahasa latin atau Greek tua.

B.     Saran
       Sebagai mahasiswa di bidang tertentu khususnya UIN-SU kita harus mempelajari ilmu tentang teologi islam sebagaimana kita bisa mengetahui berbagai macam aliran agama yang ada di Indonesia maupun dunia sekalipun, tentang perkembangan ilmu-ilmu keagamaan. Allah menciptakan umatnya sebagaimana berdasarkan ketentuan yang dikehendakinya kita lah yang menjalaninya, kita boleh percaya tapi jangan terlalu yakin sebab semua hal yang bersifat memaksa tidaklah bagus untuk dijalani.

 DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Sirajuddin, I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 1981.
Abduh, Muhammad, Risalah al-Tauhid, Al Manar, Mesir, 1926.
Al Jisr, Husain Affandy, Al Husun al Hamidiyah, As Saqafiyah, Surabaya, tt
Al-‘Aqil, Muhammad bin A.W. 2009. Manhaj ‘Aqiqah Imam Asy-Syafi’I, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I.
 Purba Hadis, Salamuddin. 2016. Theologi Islam(ilmu tauhid),  Medan: Perdana Publishing.

Related Posts

No comments:

Post a Comment