--> KUMPULAN MAKALAH | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Berbagi Tugas Sekolah Makalah dan Referensi

Thursday, February 09, 2017

no image

MAKALAH TENTANG : PERAN BARU PENDIDIKAN ISLAM

PERAN BARU PENDIDIKAN ISLAM

Rahmadani Malau
Rahmadani Nasution 


 I.  PENDAHULUAN
Pendidikan Islam merupakan suatu disiplin ilmu yang membahas mengenai proses atau upaya untuk membimbing, membina, mendewasakan, memperbaiki sikap yang buruk menjadi sikap baik, merubah hal yang negative menjadi hal yang positif, dan juga membentuk kepribadian yang baik. Dan semua hal tersebut da dasarkan pada ajaran agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih popular dengan istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib, riyadhoh, dan tadris. Menurut ulama’ tarbiyah dapat juga diartikan dengan “proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik (rabbani). Kepada peserta didik agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketaqwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur”. Sebagai proses, tarbiyah menuntut adanya perjenjangan dalam transformasi ilmu pengetahuan yang sulit.[[1]]
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba; pendidikan islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hokum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah “kepribadian muslim”, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam. Memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam. Dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[[2] ]
Dalam hal ini pemakalah akan membahas dan menjelaskan mengenai peran dan fungsi Pendidikan Islam dalam struktur keberagamaan.

II.  PEMBAHASAN
A.      Pengertian pendidikan islam
Pendidikan islam dalam pengertian yang umum adalah, “ Pendidikan yang berlandaskan al-islam”, atau sering juga disebut sebagai pendidikan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Pengertian yang singkat itu tentulah tidak memadai untuk menjelaskan konsep pendidikan islam dengan spesifikasinya yang khas, kecuali sekedar menjelaskan landasan atau dasar-dasar yang digunakan dalam membangun sistem pendidikannya. Yang tidak lain adalah ajaran agama islam, Al-Qur’an dan Sunnah.
Al-Qur’an telah melegitimasinya sebagai teladan yang agung dalam rangka melaksanakan misi/tugasnya mendidik manusia ke jalan kebenaran. Al-Qur’an surah Al-Ahzab (33) ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَ ةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah SAW itu terdapat teladan yang baik bagimu…”
Oleh karena itu para pendidik Islam sebagai pelanjut tugas Rasulullah SAW, seharusnya juga memposisikan diri sebagai teladan.
Merdekanya bangsa Indonesia diharapkan bisa menggali segala potensi yang ada, sehingga dapat digunakan dan dikembangkan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Harapan ini walaupun sudah lama dicanangkan, namun belum juga terwujud sampai sekarang.
Namun demikin tidaklah berarti bahwa pada masa-masa sebelumnya umat islam telah mengabaikan pendidikan. Bahkan sebaliknya, umat islam dengan giat sekali membangun pendidikannya, tetapi sejauh itu tidak mengembangkan konsep sistem pendidikan yang mampu bergulat dengan kemampuan jaman.
Setelah kebudayaan islam mulai melemah terutama dalam menghadapi budaya moderen yang datang dari Barat, barulah disadari.[[3]]
Keadaan lebih parah lagi dengan timbulnya gejala-gejala salah urus (mis management) Akibatnya pada bidang pendidikan fasilitasnya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan. Lagi pula politik dan usaha-usaha pendidikan tidak berhasil menjadikan sektor pendidikan sebagai faktor penunjang bagi suatu pendidikan. Perkembangan selanjutnya pendidikan hanya mengakibatkan benih-benih pengangguran. Lahirnya Orde Baru (ORBA) memungkinkan pendobrakan salah urus itu dalam segala bidang juga dalam pendidikan
Perkembangan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat pada khususnya sudah memasuki masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari masyarakat modern dengan ciri-cirinya yang bersifat rasional,berorientasi kemasa depan, terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif.

B. PENDIDIKAN PADA MASA ORDE BARU
Pemerintahan memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat, Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara.
Kalau dirunut kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konskuen, sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.
Walaupun pendidikan agama mendapat porsi yang bagus sejak proklamasi kemerdekaan sampai Orde Baru berakar, namun itu semua hanya bahasa kiasan belaka. Menurut Abdurrahman Mas’ud , PhD. Undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai sekarang masih terdapat dikotomi pendidikan. Kalau dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara pendidikan umum dan agama, padahal perkawinan, ilmu agama dan umum justru akan menciptakan kebersamaan dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis serasi dan seimbang
.Prof. Ludjito menyebutkan permasalahan yang terjadi dalam Pendidikan Agama Islam walaupun dari sistem pendidikan nasional cukup kuat, namun dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
 Kurangnya jumlah pelajaran agama di sekolah
  Metodologi pendidikan agama kurang tepat. Lebih menitikberatkan pada aspek kognitif   daripada aspek afektif
  Adanya dikotomi pendidikan, meterogenitas pengetahuan dan penghayatan peserta didik
  Perhatian dan kepedulian pemimpin sekolah dan guru terhadap pendidikan agama kurang
  Kemampuan guru agama untuk menghubungkan dengan kehidupan kurang
Kurangnya penanaman nilai-nilai, tata krama dalam Pendidikan Agama Islam
Seandainya dari enam aspek tersebut bisa ditangani, maka pendidikan agama akan lebih diperhatikan masyarakat.
1. Pendidikan Agama dan Sistem Pendidikan Nasional
Melalui perjalanan panjang proses penyusunan sejak tahun 1945-1989 UU nomor 2 tahun 1989, sebagai usaha untuk mengintegrasikan pendidikan Islam dan umum. Untuk mengembangkan pendidikan Islam haruslah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan, sehingga menjadi “lahan subur” tempat persemaian generasi baru. Artinya pendidikan Islam harus mampu :
    Membedakan akar peserta didik dari semua kekangan dan belenggu
   Membangkitkan indra dan perasaan anak didik sebagai sarana berfikir
   Membekali ilmu pengetahuan
Di samping hal itu peluang untuk berkembangnya pendidikan Islam secara integrasi dalam Sistem Pendidikan Nasional bisa dilihat dalam beberapa pasal.
a.    Pasal 1 ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang terakhir pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b.     Pasal 4, tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, pribadi yang mantap dan mandiri.
c.     Pasal 10, pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, moral dan ketrampilan.
d.    Pasal 11 ayat 1, jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, keagamaan, kedinasan, akademik dan profesional.
e.   Pasal 39 ayat 2, isi kurikulum setiap jenis dan jalur, serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, agama dan kewarganegaraan.
f.   Pasal 47, ciri khas suatu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
2.Pengintegrasian Pelajaran Agama dan Pelajaran Umum
Integrasi merupakan pembauran sesuatu sehingga menjadi kesatuan, sedangkan integrasi pendidikan adalah proses penyesuaian antara unsur-unsur yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam pendidikan dan integritas pendidikan memerlukan integritas kurikulum atau secara khusus memerlukan integritas pelajaran. Karena sasaran akhir dari pendidikan (agama) adalah untuk meciptakan manusia yang bisa mengintegrasikan diri, mampu menggunakan imannya dalam menjawab tantangan hidup dan mampu memanusiakan sesamanya dengan berbagai kehidupan yang sejahtera yang dikaruniakan Allah pada manusia.
Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk memajukan manusia dalam mengambil bagian secara aktif, kreatif dan kritis Untuk melaksanakan suatu yang lebih baik dari masa lalu, pelajaran agama dan mata pelajaran umum ditentukan guru yang memilki integritas keilmuan yang memadai dalam pendidikan. Sehingga bisa menemukan cara untuk dapat menghubungkan bagian-bagian dari suatu bidang dari suatu bidang studi, satu pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.
Seorang kader pemimpin Islam yang berwawasan luas selain memiliki cita-cita dan komitmen untuk mewujudkan cita-cita ajaran Islam sebagaimana secara terpadu dan serempak juga memiliki pandangan faham keagamaan pluralis inklusif. Fahamnya yaitu suatu faham keagamaan yang meyakini kebenaran agama yang dianutnya dan mengamalkannya secara sungguh-sungguh namun pada saat yang bersamaan ia juga mengakui eksistensinya keberadaan agama lain, disertai dengan sikap tidak merasa bahwa agamanyalah yang paling benar, sedangkan agama lain tersesat
Sejalan dengan pemikiran diatas akan preoritas kegiatan pendidikan Islam harus diarahkan pada empat hal, sebagai berikut :
Pertama, pendidikan Islam bukahlah hanya untuk mewariskan faham atau pola keagamaan hasil internalisasi generasi terhadap anak didik. Kedua, pendidikan hendaknya menghindari kebiasaan menggunakan andai-andaian model yang di idealisir yang sering kali membuat kita terjebak dalam romantisme yang berlebihan. Ketiga, bahan-bahan pengajaran agama hendaknya selalu dapat mengintegrasikan problematic empiric disekitarnya. Keempat, perlunya dikembangkan wawasan emansipatoris dalam proses mengajar mengajar agama sehingga anak didik cukup memperoleh kesempatan berpartisipas dalam rangka memiliki kemampuan metodologis untuk mempelajari materi atau subsatansi agama.
Itulah prioritas pendidikan Islam, yakni bagaimana agar agama Islam dapat meletakkan kerangka dasar bagi manusia sehingga mampu menunaikan tugas pokoknya sebagai khalifah dimuka bumi. Pendidikan Islam sesungguhnya adalah bagian yang sangat penting dari proses penyerapan tugas sejarah itu pada setiap anak didik. Tentulah dalam pola pedagogis yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan waktu dan lingkungan tempat generasi itu menemukan tantangan sejarahnya masing-masing.
Selanjutnya sikap berpegang teguh pada nilai-nilai spiritual yang bersumberkan pada agama semakin di butuhkan masyarakat masa depan. Hal demikian diperlukan untuk mengatasi berbagai kegongcangan jiwa atau stress yang diakibatkan kekalahan atau keterbatasan dalam bersaing dengan orang lain, atau sebagai akibat kehidupan sekuler materialistic yang semakin meraja lela.
Untuk menjadikan manusia yang sanggup menghadapi tantangan, peluang dan kendala memasuki kehidupan masa depan itu, pendidikan Islam memiliki peluang yang amat luas, hal ini mudah dimengerti karena pendidikan Islam sebagaimana telah disebutkan diatas adalah pendidikan yang seimbang dalam mempersiapkan anak didik, yaitu anak didik yang tidak hanya mampu mengambangkan kreatifitas intelektial dan imajinasi secara mandiri, tetap juga memiliki ketahanan mental spiritual serta mampu beradaptasi dan merespon problematika yang dihadapinya sesuai kerangka dasar ajaran Islam
.Pendidikan Islam pada masa orde baru merupakan tahap awal munculnya kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya penanaman nilai-nilai keagamaan pada masyarakat Indonesia sehingga bangsa Indonesia dapat menyongsong masa akan datang bukan hanya dengan IPTEK melainkan juga di imbangi oleh IMTAQ
C.   Peran pendidikan Islam dalam struktur keberagamaan
Menurut penulis, peran adalah konstribusi sesuatu yang dapat diberikan kepada yang lain baik konstribusi positif maupun negatif. Peran pendidikan Islam memiliki makna konstribusi pendidikan islam yang dapat diberikan ada aspek yang lainnya yang bersifat positif. Karena pendidikan harus diarahkan untuk mencapai atau memberi sesuatu yang positif. Jika peran tersebut bersifat negatif maka tidak dapat dikatakan sebagai pendidikan islam. Peran dalam pendidikan islam seharusnya memiliki peran beberapa kategori yaitu antara lain;
a.  Bersifat positif, yaitu peran atau konstribusi yang diberikan oleh pendidikan islam harus positif bagi kehidupan peserta didik maupun masyarakat.
b. Terencana yaitu peran atau konstribusi yang diberikan islam harus didesain atau direncan secara matang, cermat melalui rencana pembelajaran.
c.  Disadari, yaitu peran atau konstribusi pendidikan islam harus benar-benar disadari oleh pelaksanaan pendidikan islam.
Berbicara pendidikan islam diawali dari asumsi terhadap agama islam. Diakui atau agama baik dari aspek teologis maupun sosiologis, dipandang sebagai instrumen untuk memehami realitas yang ada disekitar kehidupan manusia baik yang menyangkut kualitas dirinya sendiri maupun kualitas hubungan pribadi dengan lingkungannya.
Dari aspek teologis, agama islam memiliki kandungan simbol-simbol yang hadir dimana-mana, simbol tersebut ikut mempengaruhi, bahkan membentuk struktur sosial, budaya ekonomi dan politik serta kebijakan publik. Dengan ciri itu, maka islam tidak mau pasti akan memiliki pengaruh dalam arti dipengaruhi atau mempengaruhi dianmika kehidupan masyarakat dalam segala aspek. Secara teologis islam lebih dipahami sebagai digma ketimbangan sebagai ilmu pengetuahuan (sience), implikasi islam lebih bersifat sakral, tertutup dan dianggap sudah final. Memahami islam sebagai dogma memang menjadi salah satu persyaratan bagi setiap pemeluk agama, tetapi jika hanya dipahami sebatas dogma maka islam akan mengalami kemandegkan. Pemahaman islam sebagai dogma akan mudah melahirkan ketegangan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu islam juga harus dipahami sebagai ilmu pengetahuan agar islam bisa menjawab  berbagai tantangan kehidupan masyarakat. Islam sebagi ilmu pengetahuan dapat juga diartikan islam secara sosilogis. Yaitu bagaimana mengurai atau menjelaskan islam dari berbagai aspek kedupan yang melingkupi pemeluknya.
Dalam konteks ini, Endang Komara dalam makalahnya pendidikan islam dan globalisasi, memjelaskan bahwa, pada dasarnya ada tida aliran besar dalam memandang islam
a.  Prespektif  mekanik holistik, yang memposisikan hubungan antara aganma dan persoalan kemasyarakatan sebagi sesuatu yang tak terpisahkan
b.  Pemikiran yang mengajukan proposisi bahwa keduanya merupakan wilayah(domains) yang antara stu dengan lainnya berbeda, karenanya harus dipisahkan.
c.  Pandangan tengah yang mencoba mengintregasikan pandangan yang antagonistik dalam melihat hubungan antra agama dengan persoalan kemasyaraatan.
Secara garis besar, aliran ketiga ini berpendapat bahwa agama dan persoalan kemasyarakatan merupakan wilayah yang berbeda. Tapi, karena imbasan nilai-nilai agama dalam persoalan masyarakat dapat terwujud dalam bentuk yang tidak mekanik holistik dan intitusioanal, didalam realitas sulit ditemukan bukti-bukti yang tegas (brute fack)bahwa antar keduannya tidak ada hubungan sama sekali. Untuk itu, hubungan antara dua wilayah yang berbeda itu akan selalu ada dalam kadar dan intensitas yang tidak sam serta dalam pola dan bentuk yang tidak selalu mekanistik, formalistik atau legalistik. Seringkali konstruksi polanya mengambil bentuk inspiratif dan substansif.
Pendidikan islam adalah pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi muslim seutuhnya mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia dan alam semesta. Dengan demikian, pendidikan islam itu berupaya untuk mengembangkan individu sepenuhnya, maka sudah sewajarnyalah untuk dapat memehami hakikat pendidikan islam itu bertolak dari pemahaman terhadap konsep manusia menurut islam.
Lebih lanjut Endang Komara menjelaskan bahwa berpedonam ruang lingkup pendidikan islam yang ingin dicapai, maka kurukulum pendidikan islam itu beroriantasi kepada tiaga hal yaitu:
a.   Tercapainya tujuan hablum minallah (hubungan dengan Allah)
b.   Tercapainya tujuan hablum manannas(hubungan dengan manusia)
c.    Tercapainya tujuan hablum minal’lam(hubungan dengan alam).
Para ahli pendidikan islam seperti al-Abrasyi, an-Nahlawi, al- jamali, as-syaibani, al-Ainani, masing-masing mereka tersebut telah merinci tujuan akhir pendidikan islam yang pada prinsipnya tetap beroriantasi kepada ketiga komponen tersebut.
Dalam Endang Komara, ketiga permaslahan pokok pendidikan islam di Indonesia itu melahirkan beberapa problema lainnya seperti struktural, kultural dan sumber daya manusia, probelm itu dapat diurai sebagai berikut:
Pertama, secara stuktural lembaga-lembaga pendidikan islam negeri berada langsung dibawah kontrol dan kendali Departemen Agama, termasuk pembiayaan dan pendanaan. Problema yang timbula dalah alokasi dana yang dikelola oleh Departemen Agama sangat terbatas. Dampaknya kekurangan fasilitas dan peralatan dan juga terbatsnya upaya pengembangan dan kegiatan non fisik. Idealnya pendanaan pendidikan ini tidak melihat kepada struktural, tetapi melihat kepada cost persiswa atau mahsiswa. Sehubungan dengan hal itu perlu dikaji secara cermat dan arif yang melahirkan kebijakan yang tetap mempertahankan eksistensi lembaga pendidikan islam dan juga perlakuan yang adil dan merata dari segi pendalaman.
Kedua kultural, lembaga pendidikan islam terutama pesantren dan madrasah banyak yang menganggap segi lembaga pendidikan “kelas dua”. Sehingga persepsi ini mempengaruhi masyarakat muslim untuk memasukan anaknya kelembaga pendidikan tersebut. Pandangan yang menganggap lembaga pendidikan islam tersebut sebagai pendidikan kelas dua dapat dilihat dari outputnya, gurunya, saran dan fasilitas yang terbatas. Dampaknya adalah jarangnya masyarakat muslim yang terdidik dan berpenghasilan yang baik, serta yang memiliki kedudukan atau jabatan, memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan islam seperti diatas.
Ketiganya, sumber daya manusia para pengelola dan pelaksana pendidikan dilembaga pendidikan islam yang terdiri dari guru dan tenaga administrasi perlu ditingakatkan. Tenaga guru dari segi jumlah dan perofesional masih kurang. Guru bidang studi umum ( matematika, IPA, biologi, kimia, dll) masih belum memcukupi. Hal ini sangat berdampak terhadap outpunya.
Berdasarkan beberapa kajian tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa peran pendidikan islam adalah sangat luas, kompleks dan komperhensif. Peran pendidikan Islam dapat diwujudkan dalam bentuk sebagi berkut:
a.  Peran akademik, pendidikan islam harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik khususnya dalam penegmbangan potensi atau kualitas akademis yang meliputi:
1.      Kemampuan untuk menegtahui
2.      Kemampuan untuk memahami
3.      Kemampuan untuk menerapkan teori
4.      Kemampuan untuk menganalisis
5.      Kemampuan untuk melakukan sintesa
6.      Kemanpuan untuk melakukan evaluasi.
b.  Peran moral, pendidikan islam harus memiliki kemampuan untuk membimbing, melatik kualitas moral peserta didik ynag meliputi affektif yaitu recaiving, responding, organiting, valuing dan value compleks.
c.  Peran teknologis, yaitu pendidikan islam harus memilki kemampuan untuk melahirkan peserta didik yang mampu menggunakan atau manfaat teknologi sabagai sarana untuk me;ahirkan ketenangan, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi individu maupun masyarakat.
d.  Peran sosiologis yaitu pendidikan islam harus memiliki kemampuan melatih, membibimbing peserta didik yang memiliki hubungan atau perilaku denga sesama manusia secara baik, toleran saling menghargai sesama manusia.
e.  Peran psikologis, yaitu pendidikan islam harus memiliki kemampuan untuk melahirkan sikap dan kepribadian yang utuh dan komprehensif sehingga terwujud personifikasi individu yang baik.[[4] ]
Fungsi dan peranan pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam Menduduki posisi strategis dan vitas. Pendidik yang terlibat secara fisik dan emosional dalam proses pengembangan fitrah manusia didik baik langsung ataupun tidak akan memberi warna tersendiri terhadap corak dan model sumber daya manusia yang dihasilkannya. Oleh karena itu, disamping sangat menghargai posisi strategi pendidik, Islam telah menggariskan fungsi, peranan dan criteria seorang pendidik.
Menurut Zuhairini, dkk dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat penting, karena dia yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Pendidik mempunyai tugas mulia, sehingga Islam memandang pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi dari pada orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan sebagai pendidik. Hal ini didasarkan pada surat Al-Mujadalah (58) ayat 11:
 يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang berilmu pengetahuan beberapa derajat…”
Sebagai pengembang fitrah kemanusiaan anak atau peserta didik, maka pendidik harus memiliki nilai lebih atau nilai plus di banding si terdidik. Tanpa memiliki nilai lebih, sulit bagi pendidik untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik, sebab itu akan kehilangan arah, tidak tahu arah kemana fitrah anak didik dikembangkan, serta daya dukung apa yang dapat digunakan. Nilai lebih yang harus dimiliki oleh seorang pendidik Islam mencakup 3 hal pokok, yaitu pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang di dasarkan nilai-nilai ajaran Islam.
Agar dapat melaksanakan tugas dan kewajiban kependidikan Islam dengan baik, Mohamad Athiyah al-Abrosyi (1980) menyebutkan 7 sifat dan /atau yang harus dimiliki oleh pendidik Islam, yaitu:
     1.  Bersifat Zuhud, dalam arti tidak mengutamakan kepentingan materi dalam pelaksanaan tugasnya, namun lebih mementingkan perolehan keridlaan Allah.
2.  Berjiwa bersih dan terhindar dari sifat/akhlak buruk, dalam arti bersih secara fisik/jasmani dan bersih secara mental/rohani, sehingga dengan sendirinya terhindar dari sifat/perilaku buruk.
3.  Bersikap ikhlas dalam melaksanakan tugas mendidik. Hamper sama dengan zuhud, tetapi ikhlas dalam hal ini lebih diperluas. Makna ikhlas dalam kaitan ini termasuk pula sikap terbuka, mau menerima saran dan kritik tidak terkecuali dari peserta didik sehingga dalam pembelajaran tercipta interaksi antara guru dan murid bagaikan interaksi antar sesama subyek.
4.  Bersifat pemaaf, peserta didik sebagai manusia berpotensi tentu penuh dinamika.
5.  Bersifat kebapaan dan keibuan, dalam arti ia harus memposisikan diri sebagai pelindung yang mencintai muridnya serta selalu memikirkan masa depan mereka.
6.  Berkemampuan memahami bakat, tabiat dan watak peserta didik, khususnya pendidik Islam disini tentu harus memiliki pengetahuan dan keterampilan psikologi. Agar mampu  memahami tabiat, watak, pertumbuhan dan perkembanagn peserta didik sebagai landasan dasar pengembangan potensi mereka.
7.  Menguasai bidang studi/bidang pengetahuan yang akan dikembangkan atau diajarkan.
Sifat dan kemampuan yang dipersyaratkan kepada pendidik Islam sebagaimana dirumuskan diatas, hanyalah sebagian dari sekian banyak sifat dan kemampuan yang harus dimiliki  agar fungsi dan peranan pendidik Islam dalam proses pendidikan Islam dapat berjalan sesuai dengan tuntutan dan tuntutan ajaran Islam serta perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dunia kependidikan Islam. Sifat dan kemampuan lain, misalnya pendidik Islam harus bersifat kreatif, keteladanan, bertanggung jawab dan sebagainya.
Pendidik seharusnya mempunyai kreatifitsnya, karena peserta didik dengan fitrahnya memiliki model kreatif yang siap berkembang, tanpa di imbangi dan di tuntun dengan sifat dan sikap kreatif tinggi dari pendidik/guru, maka modal kreatif anak didik tidak akan berkembang maksimal.
Pendidikan pada hakikatnya juga proses alih budaya, pemindahan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kepribadian/tingkah laku, dimana di dalamnya termuat proses peniruan anak didik terhadap orag-orang di sekitarnya, khususnya para pendidik mereka. Agar proses peniruan tersebut bermakna positif, maka guru sebagai objek sekaligus subjek tiruan anak harus memberikan keteladanan, baik keteladanan dalam perilaku pergaulan dan peribadatan/pengabdian maupun keteladanan dalam menghargai, mencintai dan berikhtiar menguasai pengetahuan dan keterampilan. Nabi Muhammad SAW sebagai seorang guru/pendidik umat manusia telah memposisikan dirinya sebagai teladan. Al-Qur’an telah melegitimasinya sebagai teladan yang agung dalam rangka melaksanakan misi/tugasnya mendidik manusia ke jalan kebenaran. Al-Qur’an surah Al-Ahzab (33) ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَ ةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah SAW itu terdapat teladan yang baik bagimu…”
Oleh karena itu para pendidik Islam sebagai pelanjut tugas Rasulullah SAW, seharusnya juga memposisikan diri sebagai teladan.
Tugas membina dan mengembangkan fitrah peserta didik pada hakikatnya tugas membina dan mengembangkan diri manusia dengan segala potensinya, kebebasannya, kreativitas dan dinamikanya, sehingga bila tidak disertai dengan sikap tanggung jawab pendidik membawa mereka secara konsisten ke sasaran/tujuan yang telah ditentukan, kemungkinan terjadinya salah didik, salah arah dan penyimpangan sangat berat dan itu sangat berbahaya. Lain halnya dengan binatang yang bersifat pasif, tidak memiliki potensi dan sejenisnya, kalaupun terjadi salah arah, tidak akan melampaui batas yang sangat berlebihan.
Disisi lain, salah satu dari muatan materi pendidikan Islam itu adalah penanaman sifat dan sikap tanggung jawab peserta didik. Oleh karena itu, sangat mustahil sifat dan sikap tanggung jawab itu dapat di alihkan, diwariskan atau ditanamkan kepada peserta didik jika dilakukan oleh seorang pendidik yang tidak/kurang memiliki sikap tanggung jawab
Pendidikan Islam sebagai sebuah ikhtiar bermakna kumpulan aktivitas/perilaku, termasuk perilaku pendidik. Dalam Islam, setiap perilaku mengandung konsekuensi pertanggungjawaban kepada berbagai pihak, khususnya kepada Allah SWT. Perilaku mendidik yang diperankan oleh para pendidik Islam secara otomatis harus dipertanggungjawabkan. Karena itu dalam pelaksanaannya harus disertai sikap tanggung jawab.
Dengan terpenuhinya berbagai criteria teknis dan moral yang dipersyaratkan ajaran Islam, diharapkan para pendidik Islam mampu melaksanakan fungsi dan peranan kependidikannya, sehingga berhasil membawa peserta didik mencapai tujuan ideal/tujuan akhir pendidikan Islam, kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.[[5]]
Sebenarnya bila diteliti lebih lanjut bahwa masyarakat Indonesia sembilan puluh persen beragama islam yang lainnya beragama kristen, hindu, budha, dll. Kemudian sudah mengeyam pendidikan madrasah ataupun pendidikan yang lebih  tinggi yang berbasis agama islam tetapi dari diri mereka sendiri belum mengamalkan ilmu yang mereka dapatkan, padahal bila pendidikan agama islam diterapkan pada kehidupan saat ini, mungkin negara akan menjadi tentram dan sesuai dengan apa yang telah diharapkan selama ini.
Indonesia mempunyai sumber hukum pancasila dan UUD 1945 tidak seperti di negara Saudi Arabia yang berlandaskan hukum alqur’an, sehingga negara Indonesia belum bisa dikatakan negara islami. Jadi, dapat dimaklumi apabila masyarakatnya masih banyak yang tidak sejalan dengan ajaran agama karena perbedaan agama ataupun orang yang beragama islam yang terpangaruh dan mengikuti kebiasaan buruk mereka seperti: perilaku, model baju,dll. Sehingga dapat menggoyahkan pendirian mereka seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman.[[6] ]
Peran  pendidikan agama islam di era gobalisasi ini mempunyai beberapa bentuk yaitu:
1)    Sebagai penunjuk jalan yang benar.  Tanpa adanya agama manusia tidak mempunyai pendirian yang teguh,tidak mempunyai aturanKarena agama merupakan sebuah kepercayaan yang harus dianut seseorang untuk menentukan arah tujuan hidup orang tersebut.
2)    Menciptakan budi pekerti yang luhur, dengan adanya akhlaqul karimah hubungan manusia satu dengan lainnya akan terjalin dengan baik, berbudi pekerti yang luhur juga sudah di cuntohkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Karena saat ini sangat dibutuhkan agar agama islam tidak meniru kepribadian negara barat yang melenceng dari agama islam.
3)    Dapat memanfaatkan kekuatan teknologi sebagaimana mestinya, teknologi adalah segalanya bagi kita, dengan adanya teknologi  akan melepaskan diri dari bentuk penindasan oleh orang yang kuat terhadap orang yang lemah, membebaskan dari kebodohan dan kemiskinan serta keterbelakangan.Tetapi bila terjadi kesalahan penggunaan teknologi maka dapat mencemarkan akhlaq, tidak dapat berkonsentrasi penuh dalam menerima ilmu, waktu digunakan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.
4)   Untuk menjadikan filter bagi kebudayaan asing malalui nilai-nilai dan norma yang ada. Semua pikiran, perilaku, budaya serta norma-norma kita tidak harus berkiblat kepadmereka walaupun perubahan-perubahan itu juga dari negara asing. Resiko bila tidak mengikuti trend, bisa dikatakan “ ndeso”, “kampungan”, tetapi kenyataannya tradisi dan kebudayaan yang berasal dari negara asing tidak sesuai  dengan ajaran agama islam. Seperti, berpakaian  yang mengundang syahwat, minum-minuman yang beralkohol,dll. Alanglkah baiknya bila kita meniru yang baik saja dan meninggalkan yang jelek.
5)    Menghormati dan mengakui agama lain yang biasa disebut dengan pluralisme agama, menghormati perbedaan pendapat harus kita terima, karena akan menjalin ikatan yang baik antar umat dan bila tidak terjalin  hubungan baik maka tujuan negara tidak akan tercapai yakni terciptanya perdamaian abadi antar Negara.  Oleh karena itu, agar tercapai tujuan dari negara kita dituntut untuk toleransi terhadap agam lain.

 Dari kelima peran tadi, dapat dsimpulkan bahwa pendidikan agama islam bisa dijadikan tolak ukur untuk mengubah kesan negatif pada zaman modern yang mengorak-abrik moral bangsa dan apabila pendidikan agama islam ini benar-benar di pelajari lebih mendalam lagi dan diamalkannya  maka akan memberikan kesan positif bagi negara dan agama islam. Serta menjadikan anak -anak penerus bangsa yang  brintelektual tinggi dan berakhlaq mulia tanpa mencemaskan situasi dan kondisi yang memburuk. Selain itu, negara lain akan tertarik dengan bentuk- bentuk kita dalam menyikapi problem tantangan global, dan akan mengikiti apa yang telah dilakukan oleh negara kita.
Oleh karenanya, negara harus ditata sedemikian rupa agar tidak terkalahkan oleh tantangan zaman modern. kemudian tumbuhkanlah semangat anak-anak bangsa dan janganlah berputus asa untuk mendapatkan yang terbaik bagi negara.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah ini tentang pendidikan masa orde baru maka dapat disimpulkan bahwa, pendidikan Islam pada masa Orde Beru, masa itu banyak jalan yang ditempuh untuk menyetarakan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Hal ini bisa dilihat dari SKB 2 Menteri tentang sekolah umum dan agama. Dengan adanya SKB tersebut, maka anak-anak yang sekolah agama bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Kemudian untuk mengikis dualisme pendidikan bisa dilakukan dengan cara pengintegrasian antara pelajaran umum dan agama, walaupun dualisme itu masalah klasik yang tidak mudah untuk dihapus. Namun dengan adanya UU tentang pendidikan nomor 2 bisa diharapkan mempertipis dikotomi pendidikan.
Pendidikan yang Islami adalah pendidikan yang mendasarkan konsepsinya pada ajaran tauhid. Dengan dasar ini maka orientasi pendidikan Islam di arahkan pada upaya mensucikan diri dan memberikan penerangan jiwa, sehingga setiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ke tingkat ihsan yang melandasi seluruh bentuk kerja kemanusiannya ( amal saleh).
Dengan demikian pendidikan yang Islami tidak lain adalah upaya mengefektifkan aplikasi nilai-nilai agama yang dapat menimbulkan transformasi nilai dan pengetahuan secara utuh kepada manusia, masyarakat dan dunia pada umumnya. Dengan cara demikian maka seluruh aspek kehidupan manusia akan mendapatkan sentuhan nilai-nilai Ilahiyah yang transcendental.
Pendidikan yang Islami sebagaimana di uraikan diatas akan tetap di perlukan untuk mengatasi berbagai masalah kemanusian yang di hadapi pada masyarakat moderen saat ini dan dimasa mendatang.


DAFTAR PUSTAKA

1.    Abdul Mujib, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Predana Media, Jakarta, hal.10
2.     Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), CV Pustaka Setia, Bandung, hal. 9
3.    Siddik, Dja’Far. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Cita Pustaka Media,2006.
4.    [1] M. Saekhan Muchith, Issu-Issu Kontemporer Dalam Pendidikan Islam, Buku Daros,     Kudus, 2009, hal. 39-45
5.     Ahmad Syar’I, filsafat Pendidikan Islam, Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta, 2005, hal.35
6.     Muslimin, Ilmu Pendidikan, Institut Agama Islam Tribakti, Kediri: 2004, hal. 29


[1]  Abdul Mujib, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Predana Media, Jakarta, hal.10
[2]  Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), CV Pustaka Setia, Bandung, hal. 9
[3] Siddik, Dja’Far. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Cita Pustaka Media,2006.
[4] M. Saekhan Muchith, Issu-Issu Kontemporer Dalam Pendidikan Islam, Buku Daros, Kudus, 2009, hal. 39-45
[5]  Ahmad Syar’I, filsafat Pendidikan Islam, Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta, 2005, hal.35
[6]  Muslimin, Ilmu Pendidikan, Institut Agama Islam Tribakti, Kediri: 2004, hal. 29

Monday, January 30, 2017

no image

Ayah, Kapan Panen Tiba?


           Cerpen : Dwi Utami Panggaben
Azan subuh menggema, Rio tersentak dari tidumya. Lantunan suara azan itu sungguh merdu dan lembut terasa ditelinga Rio, hingga ia mendengarkannya penuh penghayatan sampai azan usai. Terus Rio berdiri melangkah keruangan depan. Matanya terpengarah perlahan-lahan air matanya menetes melihat ruangan yang masih berantakan itu.“ Astagfirullah, aku lupa. Kiranya semalam ada acara takjiah atas kepergian ayah. Ya Tuhan, ya Robbi, aku belum percaya ayahku telah tiada ucapan dalam hati. Tikar-tikar masih tergelar, asbak-asbak rokok berserakan serta gelas-gelas bekas air minum masih tersusun dipojok ruangan. “Ya, Tuhan beri hamba kekuatan dihatinya.
 Rio meneruskan niatnya untuk melaksanakan sholat subuh. Pikirannya masih menerawang akan peristiwa kepergian ayahnya kemarin pagi. Diatas sajadah usai sholat ia melantunkan doa buat almarhum ayahnya, meminta ridho-Nya memohon petunjuk -Nya. Tiba - tiba ia dikejutkan rangkulan tangan mungil dari belakang, temyata adik bungsunya Nita. “Bang, Nita juga mau mendoakan Ayah”, Ucapnya dengan nada manja. Rio hanya tersenyum mendengamya. “ Pasti adikku ini merasa terpukul atas kepergian ayah”, Pikimya. Siapa menyangka hal ini, dua hari yang lalu lelaki pekeija keras itu masih sempat meneleponnya menceritakan hasil panen sawah kita jauh meningkat. Ini semua tak lepas dari doamu nak”, Ucap ayahnya penuh semangat. Bahkan bulan ini beliau hendak ketempat Rio sambil berlibur setelah sekian bulan berkutat disawah. Ayah Rio memang begitu setiap usai panen beliau pasti datang ketempat anaknya. Sekalian mengantar biaya kuliah Rio dan belanjanya. Maklum, Rio di Medan sementara keluarga mereka bertempat tinggal di salah satu desa di Tapanuli Selatan. Rio menanggapi ucapan ayahnya dengan tak kalah semangat. “Ya, Ayah tetapi juga berkat kegigihan ayah mengerjakannya”, Ucap Rio sambil tertawa.
 Tanpa disadari Rio, dia telah lama melamun diatas sajadahnya, sementara Nita sudah terisak-isak dihadapannya, “Sudahlah dik Nita nggak boleh menangis terus, biarlah Ayah tenang di alam sana ya?”, Bujuk Rio pada gadis kecil usia tujuh tahun itu. Nita menghapus air matanya sambil berlari keluar.
Kepergian ayahnya memang sangat mengejutkan orang-orang disekitamya. Bagaimana tidak, lelaki berperawakan tegap itu selama ini tidak pemah mengeluh akan keadaan kesehatannya. Beliau tampak tegar dan sehat. Sehingga sangat membuat sok keluarga Rio akan kepergian ayahnya. “Aku tidak menduga ayah secepat itu meninggalkan kita, Bu!”, Ucap Rio pada ibunya sore itu. “Sudahlah, nak..., biarlah beliau tenang disisi Allah”, Jawab Ibu. Rio kembali meneteskan air matanya. Selama ini ayahnya lah yang selalu membuat semangatnya. Beliau tidak rela melihat Rio pesimis. Bahkan bila dilihat dari sisi ekonomi mereka, Rio tidak menyangka bisa Kuliah di Perguruan Tinggi Negeri di Medan. Semua itu berkat kegigihan dan semangat ayahnya. Bagaimana mungkin Rio bisa kuliah sementara orangtuanya hanyalah seorang petani. Tetapi jika Allah memberi ridho- Nya apapun bisa teijadi. Hal inilah yang membuat hati Rio bersemangat. Apalagi nasehat- nasehat ayahnya yang bersifat membangun dan membangkitkan semangatnya. Rio masih ingat betul semua kenangan-kenangan ayahnya. Ketika masih SMA Rio tidak bemiat untuk melanjutkan sekolahnya. Dia pasrah menjalani hidup ini apa adanya. Tetapi ayahnya terns menyemangatinya bahwa beliau mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya. Beliau memang pekeija keras, tidak kenal lelah dan menyerah. “Kalau kau mau bersakit-sakit, ayah bisa, nak. Pokoknya jangan kecewakan ayah, iya. Kuliahlah nak, ayah siap dan bisa”, Ucap ayahnya waktu itu ketika Rio hendak tamat SMA. Saat itu Rio tercengang mendengar ucapan ayahnya. “Ya Allah, begitu semangatnya ayah,” Ucap Rio dalam hati. Kiranya Tuhan memang mendengarkan dan mengabulkan ucapan dan doa-doa ayah.
Sungguh suatu anugerah bagi Rio semuanya itu bila teringat peristiwa itu. Tuhan memang Maha Mendengar akan Doa-doa hambanya yang taat pada-Nya. Yang paling disesalkan Rio, ayahnya terlalu cepat pergi sebelum dia dapat membuktikan keberhasilannya dihadapan ayahnya. Orang yang paling berharga dalam hidupnya telah pergi untuk selama-lamanya.” Panen padi kita tahun ini menaik drastis nak, itu semua tidak lepas berkat doamu Rio, agar cita-citamu dapat tercapai,” Ucap ayahnya waktu itu.
  Kata- kata itu selalu temgiang ditelinganya Rio. Ayahnya memang selalu memberi motivasi Rio, sehingga Rio tidak pemah rendah diri.
Kisah ketika Rio masih kecil sampai saat kepergian ayahnya satu persatu bermunculan diingatan Rio. Masa kecil yang menyenangkan ketika berlari-lari di pematang sawah. Memancing ikan-ikan kecil yang diajari ayah di parit-parit dekat sawah. Bahkan ketika Rio teijatuh kedalam parit waktu itu, langsung ditangkap dan digendong ayah, Ya Allah semua terekam dal am ingatan Rio membuat air mata Pemuda itu menetes lagi mengenang ayahnya. Ayahnya juga mengajarinya bertanam padi, merawat dan memberi pupuk tanaman padi. Suatu ketika disawah, Rio pemah menangis hanya gara-gara mau menanam padi sementara bibit semai belum sampai umumya. Ayahnya hanya tertawa dan mengatakan bahwa bibitnya masih terlalu muda.
Tetapi yang paling memilukan hati Rio suatu Peristiwa masa kecilnya yang menyedihkan. Waktu itu padi mereka hampir panen. Sore itu Rio dan adik-adiknya pergi bersama ayah melihat tanaman padi mereka yang hampir panen. “Mudah-mudahan hasilnya memuaskan kita. Sebab sudah ayah lihat tanaman bagus sekali,” Ucap ayah pada Rio dan adik-adiknya. Temyata benar apa yang dibilang ayahnya. Tanaman padinya bagus sekali, padinya kuning dan bemas. Mereka semua gembira melihatnya.”Aku yakin hasil panen pasti meningkat”, Ucapku dalam hati. Dan mereka rencanakan beberapa hari lagi sudah bisa dipanen. Biasanya mereka memanen padi dihari — hari minggu agar semua bisa membantu ayahnya tetapi apa yang teijadi sebelum di panen? Kiranya malam harinya hujan lebat sekali. Sehingga tanaman padi mereka hanyut oleh banjir, Tuhan memang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Kami sedih sekali waktu itu.
Kala itu Rio melihat wajah ayah sedih tetapi beliau tidak pemah mengeluh. “Kita haras sabar ya, manusia Cuma bisa merencanakan, Tuhanlah yang memastikannya,” ucap ayah waktu itu.
Ayahnya bgitu tegar, tak pemah menyerah. Beliau terns berasaha dan bekeija meskipun berbagai tantangan, namun beliau terns melangkah dan melangkah. Baginya keluarga dan anak-anaknya adalah segalanya. “Tuhan tidak pemah mengabaikan hambanya yang tidak kenal menyerah dan yang mengingatnya,” ucap ayahnya saat ni menceritakan kegagalan panen akibat banjir itu.
 Malam ini adalah hari terakhir takjiah dirumah Rio, setelah dua malam mereka melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan Firman-firman Allah serta wejangan nasehat- nasehat kesabaran yang disampaikan ustazd dan ustazdjah pada mereka. Memang hidup ini tidak ada yang perlu disesalkan, tetapi hadapilah dengan hati yang sabar. Sebab dimata Allah tidaklah ada batas kesabaran. Dan tidak ada satupun yang kekal semua akan berpulang pada-Nya.
Hari hampir pagi, azan subuh kembali menggema seperti hari-hhari kemarin. Saatnya unutuk bangun dan kembali mengingat-Nya dan mengucapkan Asma Allah dan Firman - firman-Nya. Ash sholatu Khoirun minan naum ( sholat itu lebih baik dari pada tidur). Rio memulai dengan Allahhu Akbar hingga ucapan sal am kekanan dan kiri. Ia lalu menoleh kebelakang, kira sudah ada 5 orang yang mengimaminya tanpa disadarinya, yakni Ibunya dan keempat orang adik-adiknya. “ Alhamdulillah ya Allah,” ucapnya dalam hati dengan rasa lega. Kemudian mereka bersama melantunkan doa yang dipimpin oleh Rio.
Pagi itu usai sarapan mereka sekeluarga pergi berziarah kemakam ayahnya. Rio memandang makam yang masih baru dengan tatapan sendu, sedih dan berbagai keresahan berkecamuk dibatinnya. Tetapi hatinya kembali dapat dikuasainya. “ Ya Allah kuatkan imanku, beri aku kesabaran menghadapi semua ini,” ucap batinnya sambil membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Ingatan kembali mengenang sikap dan watak ayahnya yang tegar tak kenal lelah. Sungguh ia sangat mengidolakan lelaki yang sangat dihormatinya itu.
Ia memohon dan meminta agar dia bisa seperti ayahnya kelak, dan berusaha dengan sekuat hati, siap, ikhlas mengganti posisi ayahnya untuk membimbing adiknya. “Ayah aku ikhlas, rela menggantikan posisimu. Aku akan jalani seperti yang pemah kau ajarkan padaku, aku tak akan mengecewakan seperti yang kau inginkan. Seandainya waktu dapat diputar kembali betapa aku ingin membuktikan dihadapanmu apa jadinya anakmu ini. Semua rasa penasarannya berkecamuk dibatinnya bila mengingat ayahnya.
 Yang paling menggugah hati Rio adalah ucapan-ucapan ayahnya yang selalu memberi motivasi dan semangat. Apalagi ketika setiap panen padi tiba, pasti ayah berucap. “Hasil panen kita naik lagi Rio, itu berkat doamu juga nak. Agar kuliahmu selesai dan cita- citamu tercapai.” Kata-kata itu selalu muncul bila ayahnya menelepon. Itu semua adalah untuk motivasi Rio agar terus semangat. Ucapan-ucapan itu sungguh indah ditelinga Rio. “Ayah, sungguh kau sebagai semangat bagi anak-anakmu. Kini tidak lagi kami nikmati
hasil panen berkat tangan tegar ayah menanam setiap rumpun padi disawah kita. Tetapi tetap memetik hasil dari nasihat-nasihat dan bimbingan ayah hingga diakhir hayat kami kelak. Dan ayah juga akan menerima hasil panen amal dari hasil ketaqwaan dan tanggung jawab ayah selama ini. Rio belum sempat membahagiakanmu. Selamat jalan ayah.” Ucap Rio sambil mengusap muka dengan kedua tangannya yang basah oleh air mata.
Selesai .

Friday, January 27, 2017

no image

MAKALAH TENTANG : PEMIKIRAN TENTANG KHAWARIJ DAN MURJI'AH

A. Pendahuluan 
           Khawaris salah satu nama aliran di dalam ilmu kalam. Mengapa dinamakan kahwarij? Hal ini ada beberapa alasan, Yaitu : 
a. Golongan ini keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, karena tidak setuju dengan sikap Ali, atas arbilitase (tahkim) sebagai jalan dalam penyelesaian persengketaan tentang khalifah (tahkim) sebagai jalan dalam penyelesaian persengketaan tentang khalifah dengan Mu'awiyyah Ibn Abi Sufyan
b. Khawarij berasal dari kata kharaju yang artinya keluar. Mengandung maksud bahwa mereka (sebagian pengikut Ali) keluar dari baris dan Ali
        Mungkin kaum khawarij menganggap dirinya sebagai orang yang pergi untuk meninggalkan rumahnya. Dengan tujuan untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT dan Rasulnya. 
         Selain mendapatkan sebutan sebagai gelar khawarij, mereka juga disebut haruriyah. Kata ini bermula dari suatu desa yang termasuk dalam wilayah kota kufah, irak, Kota ini dijadikan tempat bertemunya orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Jumlah mereka dua belasan ribu orang. Pemilihan umum di musyawarahkan, dan yang terpilih untuk menjadi imam adalah Abdullah ibn Wahab Al Rasyddi. 
B. Latar Belakang Kemunculan Khawarij 
           Kata khawarij secara etimologi adalah berasal dari bahasa arab kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berkenaan dengan pengertian etimologis ini, syahrastani menyebutkan orang yang memberontak iman yang sah sebagai khawarij. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang memiliki sikap laten ingin keluar dari persatuan ummat islam. 
           Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sakte/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat terhadap ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada tahun 37 h/648 M dengan kelompok bughat (pemberontakan) Mu'awiyah bin Abi Sofyan perihal persengkatan khalifah, kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada pada pihak yang benar karena ali merupakan khalifah sah yang telah dibaittkan mayoritas ummat islam, sementara mu'awiyah berada pada pihak yang salah karena memberontak kepada khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi khawarij, pihak ali hampir memperdaya licik ajakan damai mu'awiyah kenangan yang hampir diraih itu menjadi raib. 
          Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok mu'awiyah, sehingga pada mulanya Ali menolak permintaan itu, akan tetapi, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli Qur'an : seperti Al-Asy'ats bin Qais, Mas,ud bin fudaki At-tamimi, dan Zaid bin husein Ath Tha'i, dengan ali terpaksa memerintahkan Al-asytar (komandan pasukan Ali) untuk menghentikan peperangan. 
          Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin abbas sebagai delegasi juru damai (hakim) tetapi orang khawarij menolaknya dengan alasan bahwa Abdullah bin Abbas adalah orang yang berasal dari kelompok Ali. mereka lalu mengusulkan agar Ali mengirimkan Abu musa Al-asy'ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdarkan kitab Allah. keputusan tahkim, Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, sementara mu'awiyah dinobatkan menjadi khalifah oleh delegasinya pula sebagai pengganti ali, akhirmya mengecewakan orang-orang khawarij membelot dengan menatakan, mengapa kalian berhukum kepada manusia? tidak ada hukum selain hukum yang ada pada sisi allah. Mengomentari perkataan mereka, imam ali menjawab itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka mengartikan dengan gen keliru. Pada waktu itulah orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju hurara, sehingga khawarij disebut juga dengan nama khurariah, kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan al mazriqah. 
        Di Hurara, kelompok khawarij melanjutkan perlawanan selain kepada mu'awiyah juga kepada ali. Disana mereka mengangkat seorang pimpinan defenitif yang bernama Abdullah bin sahab Ar-rasibi sebelumnya mereka dipadu abdullah Al-kiwa untuk sampai ke hurara
       Perlawanan yang dijalankan khawarij bukan hanya pada masa khalifah Ali tetapi juga terhadap kekuasaan Islam yang resmi. Mulai Dinasti Ummayah sampai Dinasti Abbasiyyah. Sebagai alasan mengapa khawarij tetap melawan, karena menganggap dinasti tersebut menyelewengkan dari ketentuan islam. 
        Dalam masalah ini ketatanegaraan, khawarij lebih demokratis bahwa khalifah (imam) di pilih secara bebas oleh seluruh ummat islam ketentuan lain, khalipah harus bersikap adil dan mau menjalankan syariat Islam, dalam menangani bagaimana kedudukan khalifah abubakar as-siddi dan umar bin khattab, golongan khawarij menerima kebenaran dan keabsahannya. karena mereka tidak menyelewengkan dari ajaran islam. Namun kedudukan bagi khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, keduanya telah menyimpang dari ketentuan ajaran Islam,dan menganggapnya kafir. mereka menganggap Usman  menyelewengkan mulai tahun ke - 7 dari masa kekhalifaannya. Dan ali di anggap menyelewengkan mulai dari arbitrase (tahkim) tersebut diatas
       Dari pendapat khawarij ini, menimbulkan permasalahan dalam ilmu kalam. Mereka memasuki persoalan  kufur/kafir. siapa orang mukmin ini / siapa sebenarnya masih islam dan keluar dari islam. Persoalan yang terus menerus berkembang dibidang tauhid maka tidak dapat dielakkkan lagi timbulnya berbagai golongan dikalangan khawarij sendiri.
1. Muhakkimah
          Anggota golongan muhakkimah terdiri dari pengikut Ali, mereka adalah khawarij asli dan belum tercampuri oleh orang-orang yang memiliki pendapat utama bagi khawarij.
            pendapat lain, bahwa dosa besar yang diperbuat oleh seseorang, dapat digolongkan kafir, daam arti luas, bagi yang berbuat zina karena merupakan perbuatan dosa besar, maka pezina adalah kafir, bahkan keluar dari agama islam. Contoh lain, ,masalah pembunbuh, karena itu termasuk perbuatan dosa besar, maka bagi pelaku pembunuh dinyatakan telah keluar dari agama islam dan menjadi kafir.
2.Azariqah
            Azarikah adalah generasi khawarij yang terbesar setelah muhakkimah mengalami kehancuran. Golongan ini dipimpin nafi ibn al-aszraq. Golongan ini dipimpin nafi ibn al-azraq. maka nama pimpinan tersebut dijadikan sebautan nama golongan ini yaitu Azariqaah. Gelar pimpinan mereka (Nafi ibn Al-Azraq) disebut Amir al-mu'minin. wilayah kekuasaan Azaiyah diantara perbatasan Irak dan Iran. Pada akhirnya Nafi meninggal dunia pada tahun 686 M dalam pertempuran irak.
3. Najdat.
            Setelah paham berkembang, tetapi karena pendapatnya yang eksterim, maka timbul golongan lain najdat, Golongan ini tidak setuju atas paham azariyyah yang menyatakan bahwa orang-orang azraqi yang tida mau hijarah masuk kedalam lingkungannya adalah musyrik. Berawal dari beda pendapat inilah golongan najdat berkembang.
            Najdat memperkenalkan paham taqiyah, artinya merahasiakan dan tidak menyatakan keyakinan untuk keamanan diri seseorang. Bentuk taqiyah menurut perbuatan dan ucapan. Apabila orang secara lahir bukan islam. tetapi hakikatnya ia tetap menganut islam, hal ini dibolehkan menurut paham Najhah.
4.Ajjaridah
            Pendiri ajaran Ajjaridah ialah Abd al-karim ibn ajrad, menurut syahrastani ia adalah teman dari attiyah al-hanafi.
             Sipat ajaran lebih lunak dibandingkan dengan apa yang diajarkan nafi ibn al-azraq najdah. bagi golongannya, berhijarah bukan kewajiban tetapi kebajikan. Kaum ajjaridah tidak wajib hidup dilingkungannya. Dia bisa hidup diluar kekuasaan ajjridah. Dan dia tidak di juluki/dianggap kafir. Harta rampasan perang yang boleh di ambil adalah harta orang yang telah mati terbunuh. Tidak ada dosa turunan turunan bagi anak. apabila ayah atau ibu musryik.
5. Surfiyyah
             Golongan surfiyah di pimpin oleh zaid ibn Al-Asfar. Golongan ini mirip dengan golongan azariyyah yang terkenal ekstrim ajarannya, tetapi tidak se eskstrim Azariyyaah.
Pendapat paham sufriyah antara lain :
a. Tidak setuju kalau anak-anak kaum musryik boleh dibunuh
b. Kaum sufriyah yang tidak hijrah tidak tergolong kafir
c. Daerah islam di luar golongan sufriyah bukan daerah yang harus di perangi. Namun, yang boleh di perangi yaitu kamp pemerintah. Dalam peperangan, anak-anak dan perempuan tidak boleh menjadi tawanan
d. mereka tidak sependapat kalau orang yang berdosa besar menjadi musryik.
Sufriyah membagi dua bagian :
           - Kufur inkar ni'mah (mengingkari rahmat tuhan)
           - Kufur ingkar rubbiyyah (mengingkari tuhan)
6. Ibadhiyyah
         Golongan ini dipimpin oleh abdullah bin ibad dan termasuk aliran paling moderat dibanding golongan khawarij lainnya. Golongan ini muncul setelah memisahkan dari Azariqah. Abdullah ibn ibad tidak mau membantu memerangi pemerintah Bani Ummayah (Khalifah abd al malik ibn Marwan) sangat baik. Kelanjutan dari hubungan baik ini sampai generasi ibadhahiyah.

C. Doketerin-dokterin Pokok Khawarij
  Di antara dokterin--dokterin pokok khawarij adalah :
a. Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh ummat islam
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan arab.
c. Khalifah sebelum Ali, Abu Bakar, Umar dan Usman r.a dianggap telah menyeleweng
d. Kewajiban melakukan amar makruf nahi mungkar
e. Manusia bebas memutuskan perbuatan bukan dari tuhan
f. Seseorang berdosa besar tidak lagi di sebut muslim
g. Menolak penggunaan takwil dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat.

            Apabila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu politik, teologi, dan sosial. Dokterin khawarij dari poin a sampai dengan poin g dapat dikategorikan sebagai doktrerin politik sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepada negara (khafifah)

D.  Perkembangan Khawarij
           Khawarij ini timbul setelah perang Shiffin antara Ali dan mu'awyah peperangan itu di akhir dengan gencetan sejata, untuk mengadakan perundingan antara ke dua belah pihak. Golongan khawarij adalah pengikut mereka memisahkan diri dari pihak Ali. Dan jadilah penentang ali dan mu'awyah. mereka mengatakan ali konsekwen dalam membela kebenaran.
           Golongan dan aliran ini berkembang dan keseluruh alam islam pada masa itu, Mereka menjadi oposisi berat pemerintahan umayyah, hingga kemudian menyebabkan runtuhnya daulah ummayyah bahagian timur.
            Khawarij, sebagaimana telah di kemukakan, telah menjadi imamah, khalifah,politik sebagai dokterin sentral yang memicu timbulnya dokterin-dokterin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarijj menyebabkan sangat rental pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij menyebabkan sangat rental pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij maupun seca eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya. Para pengamat telah berbeda pendapat tentang berapa banyak perpecahan yang terjadi dalam tubuh kaum khawarij. Al-bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 18 subsekte, adapun al-asfarani seperti dikuti bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
E. Latar Belakang Kemunculan Murji'ah
           Nama murji'ah di ambil dari kata irja' yang bermakna penundaan, penangguhan, dan penghargaan. Kata arja'a mengandung arti memberi pengharapan. Kata arja'a mengandung arti memberi penghargaan, yaitu kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh penampunan dan rahmat Allah SWT. selain itu, arja'a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, murjiah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yaitu Ali dan mu'awiyah, serta setiap pasukkannya pada hari kiamat kelak.
           Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal usul kemunculan murji'ah. Teori ini pertama mengatakan bahwa gagasan irja' atau arja'a di kembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan ummat islam ketika terjadi pertikaian politik dan menghindari sektarialisme. Murjia'ah baik sebagai kelompok politik maupun teologis, dperkirakan lahir bersama dengan kemunculan syiah dan khawarij, Murji'ah, pada saat itu merupakan musuh berat khawarij.
           Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara ali dan mu'awiyah, dilakukan tahkim, atas usulan amr bin ash, seorang kaki tangan mu'awiyah. Kelompok ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra akhirnya menyatakan keluar dari ali, yaitu kubu khawarij, memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan al-quran, dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah SWT.  Oleh karena itu khawarij berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan di hukum kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lainnya seperti zina, riba, membunuh tanpa alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik. Pendapat khawarij tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian di sebut murjiah bahwa mengatakan pembuat dosa besar tetap mukmin,tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah SWT apakah mengampuninya atau tidak.
 F. Dokterin-dokterin Pokok Murji'ah
a.   Ajaran pokok murii'ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau dokterin irja atau arjaa yang diamlikasikan dalam banyak persoalan yang dihadapinya, baik persoalan politis mau pun teologis
b. Berkaitan dengan doterin-dokterin teologo di kemukakan oleh, w.montgomey watt memerincinya sebagai berikut :
c. Keputusan terhadap ali dan mu'awiyah hingga Allah Penangguhan memutuskan kelak di akhirat
d. Penangguhan ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat al khalifah ar-rasyidin
e. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari .
Allah SWT 
f. Dokterin-dokterin murjiah menyerupai pengajaran para septis dan empris dari kalangan helenis
 Dokterin ajaran murji'ah menurut harun nasution adalah sebagai berikut :
a. Melekatkan (pentingnya) iman dari pada amal
b. Memberikan penghargaan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan da rahmat dari allah
c. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang melakukan dosa besar
d. Menuduh hukuman atas ali dan muawiyyah dan para pengikutnya yang terlibat dalam menyerahkan kepada Allah di akhirat kelak.

G. Sekte-sekte Murji'ah
         Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok murji'ah tampaknya di picu oleh perbedaan pendapat (bahkan hanya dalamhal insensitas) di kalangan para pendukung murji'ah. Dalam hal ini, terdapat proplema yang cukup mendasar ketika para pengamat pendukung murji'ah. Dalam hal ini, terdapat problema yang cukup mendasar ketika para pengamat mengflikasikan sekte-sekte murji'ah kesulitannya antara lain adalah beberapa tokoh aliran pemikiran tentu yang di iklaim oleh seorang pegamat sebagai pengikut murji'ah tetapi pengamatan lain tidak mengklaimnya.Tokoh yang dimaksud ialah watsi bin atha.
          Adapun yang dimaksud kelompok ekstrim adalah al-jahmiyah, Ash shalihiyyah, al-yunusiah, al ubaidiyyah dan al hasaniyyah. Pandangan tiap-tiap kelompok itu dapat dijelaskan seperti beruikut :
a. Jahmiyyah
b. Shahiliyyah
c. Yunusiah
d. Hasaniyyah

           Adapun golongan murji'ah moderat golongan ini berpendat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak di kekalkan dalam neraka. Ia mendapat hukuman dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang di lakukannya. Kemungkinan Tuhan akan memberi ampunan terhadap dosanya. Oleh sebab itu, golongan ini menyakini bahwa orang tersebut tidak akan masuk neraka selamanya.
             Tokoh dari golongan ini antara lain : Al hasan ibn muhammad ibn ali ibn abi thalib, abu hanafih, Abu yusuf, dan beberapa ahli hadis. Kemudian abu hanafih mendenefisikan iman ialah pengetahuan dan pengakuan tentang tuhan, tentang rasul-rasulnya dan tentang segala yang datang dari tuhan dalam keseluruhan dan tidak dalam perincian, iman tidak mempunyai sifat bertambah atau berkurang dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam hal iman.
             Adapun gambaran definisi iman menurut abu hanafih, yaitu iman bagi semua orang islam adalah sama. Tidak ada perbedaan antara iman orang islam yang berdosa dan orang islam yang patuh menjalankan perintah-perintah Allah. dengan demikian abu hanafih berpendapat bahwa perbuatan tidak penting tidak dapat diterima
 H. Kesimpulan
               Khawarij ialah dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sakte/kelompok aliran pengikut aliran pengikut ali bin abi thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat terhadap Ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada tahun 37 h/648 M dengan kelompok bughat (pemberontak) mu'awiyyah bin abi sofyan perihal persengketaan khalifah. 
               Murji'ah artinya orang yang menundah penjelasan kedudukan seorang yang bersengketa, yaitu ali dan mu'awiyah serta pasukannya pada hari kiamat kelak. 
       Dokterin-dokterin pokok khawarij adalah : 
a. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan arab 
b. Khalifah atau iman harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam
c. Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat
d. Mu'awiyah dan amr bin al ash serta abi musa al asry'ari juga di anggap menyelewengkan dan telah menjadi kafir
e. Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga Kafir
    Doktrin-doktrin pokok murji;ah
a. Penangguhan keputusan terhadap ali dan murji'ah hingga Allah SWT
    Memutuskan di akhirat kelak
b. Penangguhan ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat al-khalifah ar-rasyidun
c. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT
DARTAR PUSTAKA
Abdul Rahman dan Khamzah. Menjaga Akidah dan Akhlak . Surakarta : PT. Tiga Serangkai
          Pustaka Mandiri, 2009.
Abdul Rozak dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001
Abdul Rozak dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. Bandung : Cv. Pustaka Setia. 2012
Moh rifal. Ilmu Kalam. Jakarta : PT Aka. 1997.
Muhammad Ahmad. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung : PT Pustaka Setia. 2009
Sahilun A Nasir. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 1996
Usman dan Ida Inayahwati. Ayo Mengkaji Akidah Ahlak. Jakarta : PT Penerbit Erlangga.
         2011
no image

MAKALAH TENTANG : PENDIDIKAN TINGGI ISLAM DI INDONESIA DI TINJAU DARI EKSISTENSI DAN PROSPEKTIFNYA

A. Pendahuluan
            Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategi bagi kelangsungan peradapan manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan variable penididikan sebagai suatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Bagitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. hal ini dapat dilihat dari isi pembukaan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. 
       Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai  mediator dalam mengatur jalannya pendidikan. Pada zaman sekarang ini tampaknya tidaklah disebut pendidikan. Lembaga pendidikan sangat mutklak keberadaannya bagi kelancaran proses pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu dikaitkan dengan konsep Islam. Karena lembaga pendidikan Islam merupakan suatu wadah dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman melaksanakan tugasnya demi tercapainya. Maka dengan demikian perlu adanya lembaga pendidikan seperti di perguruan Tinggi yang harus dijadikan tempat mengabdi. 
B. Pengertian Pendidikan Islam 
           Pendidikan Islam adalah suatu usaha sadar (proses yang terarah) dan bertujuan, yaitu mengarahkan anak didik (manusia) kepada titik optimal pengembangan potensi dan kemampuannya yang ada pada akhirnya akan terbentuk kepribadian yang bulat dan utuh sebagai individu dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepadanNya.
           Dalam seminar pendidikan Islam di Indonesia yang melaksanakan oleh badan kerja sama Perguruan Tinggi Islam Swasta di Jakarta tahun 1979 mendenefisikan Pendidikan Islam adalah usaha yang berlandasan Al-islam untuk membantu manusia dalam mengembangkan dan mendewasakan kepribadiannya, baik jasmani maupun rohaniah untuk memiliki tanggung jawab memenuhi tuntutan zamannya dan masa depannya. 
         Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat di pahami : 
1. Hakikat Pendidikan Islam adalah terbinanya kesempurnaan kepribadian peserta didik, yang disebut sebagai kepribadian al-fadilah, yaitu suatu kepribadian yang meneladani nilai-nilai kepribadian yang dicontohkan Nabi SAW, baik sebagai pandangan maupun sebagai sikap dan keterampilan hidup melalui kegiatan-kegiatan yang berencana dan sistematis untuk menumbuh kembangkan segenap potensi - potensi rohaniah dan jasmaniah yang dimiliki peserta didik.
2. Pendidikan islam bersifat luas dan menyeluruh,tidak terbatas pada bidang-bidang pengalaman, pengetahuan dan keterampilan tertentu saja, melainkan meliputi segenap pengalaman, pengetahuan dan keterampilan tertentu saja, melainkan meliputi segenap pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang dapat menghantarkan peserta didik melaksanakan pengabdiannya kepada Allah SWT dengan penuh penghayatan akan ke-esaan Tuhan dam mampu membangun struktur kehidupan duniawinya untuk menopang kehidupan beragama dan berbudaya bagi kesejahteraan dirinya, keluarga, masyarakat dan ummat seluruhnya.
3. Yang membedakan konsep pendidikan Islam dari pendiddikan lainnya adalah nilai tinggi yang diberikan-Nya kepada iman dan kesalahan sebagai salah satu tujuan pokoknya yang paling mendasar.

C. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
        Didalam Kurikulum Pendidikan Agama dan di PTU dan UUSPN No.2/1989 pasal 39 ayat 2, pendidikan Agama merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Agama melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati Agama lain dalam hubungan kerukunan antar ummat beragama dalam masyarakat untuk memujudkan persatuan nasional.
         Berdasarkan pengertian pendidikan Agama yang tertuang dalam kurikulum PTU diharapkan dapat membentuk kesalehan peserta didik, baik kesalehan pribadi maupun kesalehan social, sehingga pendidikan tidak menumbuhkan semangat fenatisme, menumbuhkan sikap intoleran di kalangan mahasiswa dan masyarakat Indonesia yang pluralic memang sangat rentan munculnya konflik dan perpecahan masyarakat, sehingga pendidikan Agama dalam kalangan mahasiswa dapat dipandang sebagai pisau bermata dua, menjadi faktor pemersatu sekaligus faktorr pemecah belah.
          Fenomena semacam ini menurut Muhaimin (2000:77) paling tidak, akan ditentukan oleh :
1. Teologi Agama dan doktirnya
2. Sikap dan prilaku pemeluknya dalam memahami dan menghayati Agama
3. Lingkungan sosio-cultuural yang mengelilingya
4. Peranan dan pengaruh dosen yang mengarahkan

         Berdasarkan landasan penyelenggaraan pendidikan Agama di Perguruan Tinggi, maka pendidikan Agama sesuai UUSPN No. 2/1989 pasal 2, merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Agama yang dianut peserta didik. Jadi tujuan pendidikan Agama diberikan kepada mahasiswa secara umum dalam rangka membentuk pribadi-pribadi  yang shaleh, baik shaleh kepada Tuhan maupun shaleh kepada sesamanya, dan membentuk calon anggota masyarakat yang berbudi luhur dan mencetak calon-calon pemimpin yang memiliki kepribadian yang penuh tauladan serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

D. Histori dan Eksitensi Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di Indonesia diberi penghargaan dengan menerapkan yogyakarta sebagai kota Universitas. Berkenaan dengan itu, didirikanlah Yogyakarta Universitas Gajah Mada yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1950 tertanggal 14 Agustus 1950, yang ditanda tangani oleh Assat selaku pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia. Sehubungan dengan itu pula, kepada umat Islam diberikan pemerintah pula Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), yang dinegrikan dari Fakultas Agama Universitas Islam di Indonesia yang diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 34 Tahun 1950, yang ditanda tangani oleh Assat pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia. Sehubungan dengan itu pula, kepada  umat Islam diberikan pemerintah pula Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), yang dinegrikan dari Fakultas Agama Universitas Islam di Indonesia yang diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 34 Tahun 1950. Adapun peraturan pelaksanaanya diatur dalam peraturan bersama mentri Agama dan Pendidikan Pengajaran dan kebudayaan No. K/I/14641 Tahun 1951 (Agama) dan No. 28665/Kab. Tahun 1951 (Pendidikan Tertanggal 1 September 1951). Tujuan PTAIN adalah untuk memberi pengajaran tinggi dan menjadi pusat mengembangkan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang Agama Islam, dan untuk tujuan tersebut diletakkan asas untuk membentuk manusia susila dan cakap serta mempunyai keinsafan bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia dan dunia umumnya atas dasar pancasila, kebudayaan, kebangsaan Indonesia dan kenyataan (Buku Tahunan 1960 - 1961 : 12).
          Dilihat dari perpesktif perkembangan nasional dan global maka konsep paradigma baru bagi Perguruan Tinggi di Indonesia merupakanb sebuah keharusan termasuk di dalamnya adalah Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Sebagaimana dikemukakan dalam visi Dalam Dunia yang merubah sangat cepat, terdapat kebutuhan mendesak bagi adanya visi dan Paradigma Baru Perguruan Tinggi. Paradigma baru itu, mau tidak mau, melibatkan reformasi besar yang mencakup perubahan kebijakan yang lebih terbuka,transparan, dan akuntabel. Dengan reformasi dan perubahan Perguruan Tinggi dapat melayani kebutuhan yang lebih beragam bagi lebih banyak orang dengan pelayanan pendidikan, metodem dan penyampaian pendidikan berdasarkan jenis dan bentuk -bentuk baru hubungan dengan masyarakat lebih luas.
         Pradigma baru Perguruan Tinggi yang sekarang ini di Indonesia menjadi kerangka dan landasan pengembangan Perguruan Tinggi merupakan hasil dari pembahasan dan perumusan yang telah dilakukan sejak waktu yang lama baik pada tingkat nasional maupun internasional. Sekali lagi Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) sebagai bagaian integral dari sistem pendidikan nasional juga tidak bisa melepaskan diri dari perumusan-perumusan yang berkembang dari waktu ke waktu itu. Kajian ulang terhadap kinerja Perguruan Tinggi secara komprehensif, yang menghasilkan pemikiran dan konsep baru tentang pengembangan Perguruan Tinggi.
           Menurut Sukadji Ranuwihardjo ada beberapa konsep program yang harus dirumuskan kembali yakni, pertama, peningkatan kualitas di perguruan tinggi,produktivitas, peningkatan relevnsi, perluasan kesempatan memperoleh pendidikan. Berdasarkan konsep ini sebagaian besar dilanjutkan dengan perumusan "Paradigma Baru" perguruan tinggi sebagaimana terdapat dalam rencana jangka panjang.
            Rencana jangka panjang ini sejak semula memang disebut sebagai paradigma baru Perguruan Timggi. Paradigma baru ini pada dasarnya beertujuan untuk merumuskan kembali peran negara dan Perguruan Tinggi, sehingga lebih memungkinkan bagi Perguruan peran negara dan Perguruan Tinggi, sehingga lebih memungkinkan bagi Perguruan Tinggi untuk berkembang lebih baik. Paradigma baru itu juga dimaksudkan untuk memberi panduan bagi pengembangan mekanisme baru guna memperkuat Perguruan Tinggi, seperti perencanaan atas dasar prinsip desentralisasi, evaluasi berkelanjutan terhadap kualitasm, dan lain-lain. Perencanaan negara mengalami perubahan yang sangat signifikan dengan pengurangan peranan pemerintah. Pemerintah secara konseptual dan praktikal tidak lagi merupakan lembaga sentral yang menetapkan segala ketentuan secara rinci atau mengontrol secara terpusat seluruh gerak dan dinamakan Perguruan Tinggi, seperti perencanaan atas dasar prinsip desentralisasi, evaluasi berkelanjutan terhadap kualitas, dan lain-lain. Peranan negara mengalami perubahan yang sangat signifikan dengan pengurangan peranan pemerintah. Pemerinmtah secara konseptual dan praktikal tidak lagi merupakan lembaga sentral yang menetapkan segala ketentuan secara rinci atau mengontrol secara terpusat seluruh gerak dan dinamika Perguruan Tinggi. Pemerintah dalam paradigma baru itu hanyalah memberikan kerangka dasar, memberikan insentif agar sumber daya manusia dan keuangan dapat dialokasikan kepada prioritas-prioritas terpenting pada Perguruan Tinggi, dan mendorong setiap Perguruan Tinggi meninkatkan standar kualitasnya.
          Untuk memperjelas visi dan aksi Perguruan Tinggi seperti dirumuskan UNESCO, sangat relavan dengan paradigma baru Perguruan Tinggi di Indonesia, berikut beberapa bagian penting Deklarasi UNESCO:
1. Misi dan fungsi Perguruan Tinggi, deklarasi menegaskan bahwa misi dan nilai pokok Perguruan Tinggi adalah memberikan konstribusi kepada pembangunan yang berkelanjutan dan pengembangan masyarakat secara keseluruhan. Secara lebih spesifik adalah mendidik mahasiswa dan warganegara untuk memenuhi kebutuhan seluruh sektor aktifitas manusia dengan menawarkan kualifikasi yang relavan, pengetahuan dan keahlian tingkat tinggi melalui matakuliah yang terus dirancang. dievaluasi secara ajeg, dan terus dikembangkan untuk menjawab berbagai kebutuhan masyarakat dewasa ini dan masa datang.
2. Memberikan berbagai kesempatan kepada para peminat untuk memperoleh pendidikan tinggi sepanjang usia. Perguruan Tinggi sepanjang usia. Perguruan Tinggi memiliki misi dan fungsi memberikan kepada para penuntut ilmu sejunlah pilihan yang optimal dan fleksibel untuk masuk ke dalam dan keluar dari sistem pendidikan kewarganegaraan dan bagi partisipasi aktif dalam masyarakat. Dalam begitu, peserta didik akan memilliki visi yang mendunia, dan sekaligus mempunyai kapasitas membangun yang membumi.
3. Memajukan, menciptakan dan menyebarkan ilmu pengetahuan melalui riset dan memberikan keahlian yang relavan untuk membantu masyarakat umum dalam pengembangan budaya, sosial dan ekonomi, mengembangkan penelitian dalam bidang sains dan teknologi, ilmu sosial, humaniora dan seni kreatif.
4. Membantu untuk memahami, manafsirkan, memelihara, memperkuat, mengembangkan, dan menyebarkan budaya historis nasional, regional dan internasional dalam pluralisme dan keragaman budaya.
5. Membantu untuk melindungi dan memperkuat nilai-nilai sosial dengan menanamkan kepada generasi muda nilai-nilai yang membentuk dasar kewarganeraan yang demokratis.
6. Memberikan konstribusi kepada pengembangan dan peningkatan pendidikan pada seluruh jenjangnyam, termasuk pelatihan para guru.
           Dengan demikian perguruan Tinggi harus menjadikan mahasiswa sebagai pusat atau orientasi dalam seluruh kegiatannya. Para pengambil kebijakan Perguruan Tinggi pada tingkat nasional dan institusional harus menjadikan para mahasiswa sebagai pusat dan memandang mereka sebagai mitra utama serta merupakan stakeholder yang paling dalam pembaharuan dan reformasi Perguruan Tinggi. Dalam konteks perumusan konsep pengembangan Perguruan Tinggi di Indonesia dapat mengaju pada rumusan Departemen Pendidikan Nasional.
1. Kemandirian lebih besar dalam pengelolaan atau otonomi.Otonomi seluas-luasnya atau setidaknya otonomi lebih luaas, otonomi bukan saja dalam hal pengelolaan secara manajerial, tetapi juga dalam penentuan atau juga dalam hal penentuan atau pemilihan kurukulum dalam rangka penyesuaian Perguruan Tinggi dengan dunia kerja atau kebuuhan pasar. Dengan demikian Perguruan Tinggi berfungsi selain untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menguasai sains dan teknologi, ilmu-ilmu sosial dan humaniora, tetapi juga harus mengembangkan seluruh bidang tersebut melalui penelitian dan pengembangan.
2. Akuntabilitas, bukan hanya dalam hal pemanfaatan sumber-sumber keuangan secara lebih bertanggung jawab, tetapi juga dalam pengembangan keilmuan, kandungan pendidikan dan program-program yang diselenggarakan. Akuntabilitas ini tidak hanya kepada pemerintah sebagai pembina pendidikan atau pemberi sumber dana atau sumber daya lainnya, tetapi juga kepada masyarakat dan stake holder lainnya yang memakai dan memanfaatkan lulusan Perguruan Tinggi dan hasil pengembangan berbagai bidang ilmunya. Karena itu, di sini terkait pula akuntabilitas terhadap dunia profesi, dan masyarakat luas.
3. Jaminan lebih besar terhadap kualitas memalui evaluasi internal yang dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan, dan evaluasi internal yang sekarang dilakukan Badan Akreditasi Nasional (BAN). BAN harus meningkatkan fungsinya dengan menentukan standar-standar yang lebih fleksibel dan dinamis atau tidak kaku, sehingga tetap memungkinkan peruabahan dan penyesuaian terhadap tuntutan dan kebutuhan dunia kerja, juga harus melibatkan lebih banyak unsur stakeholder dalam organisasinya,sehingga memungkinkan terjadinya penilaian dan pengakuan yang sesungguhnya dari masyarakat, yang sangat berkepentingan dengan hasil Perguruan Tinggi.

E. Kurikulum di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)
           Subtansi pendidikan pada dasarnya adalah refleksi atau problem-problem aktual yang dihadapi dalam kehidupan nyata dimasyarakat. Proses pendidikan atau pengalaman belajar mahasiswa terbentuk kegiatan-kegiatan belajar yang mengutamakan kerjasama, berbagai pihak dalam mengapresiasi kepekaan terhadap persoalan kekinian. Oleh karena itu dalam menysusn kurikulum atau program pendidikan berolak pada problem yang dihadapi masyarakat. Kemudian dalam proses pengalaman belajar mahasiswa adalah dengan cara memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta belajar secara kooperatif dan kloboratif berupaya mencari pemecahan terhadap problem yang dihadapi menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Pembenahan kurikulum pada pendidikan tinggi senantiasa dilakukan dengan menyesuaikan kebutuhan masyarakat, dan isi pendidikan yang terus menerus berkembang dan meningkat. Pembenahan kurikulum dilakukan pemerintah dengan beberapa kali sampai yang terakhir KBK yang dilaksanakan secara serentak di semua lembaga pendidikan tahun 2004 ini.
        Pembenahan kurikulum perguruan tinggi agama Islam (PTAI) tahun 2004 dilakukan dengan mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam sistem pendidikan nasional yang menyangkut tentang fungsi dan tujuan pendidikan, isi kurikulum, perjenjangan pendidikan dalam jalur pendidikan sekolah, dan adanya dua macam muatan dalam kurikulum yang meliputi muatan nasional dan muatan institusional atau lokal. fungsi kurikulum dapat diarahkan kepada pihak-pihak yang terkait antara lain Rektor/ketua, pendidik, pejabat, dipertais dan penerima lulusan.
F. Kelemahan Kurikulum di PTAI
1. Kurang relavan dengan kebutuahan masyarakat,banyak prodi yang diminati masyarakat tetap dipertahankan
2. Kurang Efektif, yakni tidak menjamin dihasilkannya lulusan sesuai dengan harapan
3. Kurang efiisen, yakni banyaknya mata kuliah dan sks tidak menjamin dihasilkannya lulusan yang sesuai harapan.
4. Fleksibel, yakni PTAI kurang berani secara efektif dan bertanggung jawab mengubah kurikulum guna menyusuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
5. Realibity rendah, tidak komunikatif  (bisa menimbulkan banyak tafsir)
6. Hanya berupa deretan mata kuliah
7. Berbasis (berfokus) pada mata kuliah/penyampaian materi bukan pada tujuan kurikulier/hasil belajar/mutu lulusan
8. hubungan fungsional antar mata kuliah yang mengacu pada tujuan kurikuler kurang jelas

Untuk mengatasi berbagai kelemahan tersebut, maka Direktur Pertasis mengambil kebijakan tentang pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Kurikulum berbasis hasil
2. Kurikulum terdiri atas kurikulum institusional dan lain sebagainya
Kebijakan tersebut mengandung makna bahwa :
1. Kurikulum perlu dikembangkan menitik beratkan pada pencapaian target kompetensi dari pada penguasaan materi 
2. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumberdaya pendidikan tersebut 
3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di PTAI untuk mengembangkan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan,
4. Menggunakan prinsip kesatuan dalam pelaksanaan
5. Pengembangan kurikulum memuat sekelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MPB) pada semua program studi.

G. Peranan Perguruan Tinggi dalam Membangun Peradapan
1. Dengan menghasilkan para intelektual yang andal dan profesional sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Dalam rangka membangun peradapan masa depan, perguruan tinggi Islam harus melahirkan para cendikiawan muslim yang biasanya disebut sebagai Ulul al-bab, yaitu seorang muslim yang beriman, memiliki wawasan ke ilmuan dan mengamalkan keilmuan dan memperjuangkan gagasan-gagasannya sampai terwujud tata sosial yang adil dan di ridhai Allah SWT.
2. Dengan menyebarkan gagasan dan pemikiran inovatif yang bernuansa Islam tentang berbagai hal : sosial, ekonomi, politik, pendidikan, ilmu pengetahuan dan lain-lain sebagai melalui berbagai media
3. Dengan menerapkan konsep pendidikan yang holistic, yakni pendidikan yang tidak hanya menekankan pembinaan fisik, pancaindera, dan intelektual, melainkan juga pendidikan yang mempertajam intuisi, estetika, moral dan intelektual.
Perguruan Tinggi Islam harus tampil mengusahakan keseimbangan orienttasi pendidikan ke arah menghasilkan lulusan yang memiliki keseimbangan antara fisik, panca indera, intelektual, estetika, moral dan spiritual
4. Dengan mendorong timbulnya masyarakat madanni atau masyarkat perkotaan yang mengamalkan nilai-nilai agama
5. Dengan mengembangkan ilmu-ilmu yang mengarah pada ilmu yang dapat memperhalus budi pekerti dan karakter manusia agar lebih sopan, halus dan elegan.
Penutup
       Didalam Kurikulum Pendidikan Agama di PTU dan UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat 2, pendidikan agama merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar ummat beragama dalam masyrakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
         Eksistensi PTAI dilihat dari perspektif perkembangan nasional dan global maka konsep paradigma baru bagi Perguruan Tinggi di Indonesia merupakan sebuah keharusan termasuk didalamnya adalah Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Sebagaimana dikemukakan dalam visi dalam dunia yang tengah berubah sangat cepat, terdapat kebutuhan mendesak bagi adanya visi dan paradigma baru Perguruan Tinggi. Paraddigma baru itu, mau tidak mau, melibatkan reformasi besar yang mencakup perubahan kebijakan yang lebih terbuka, transparan, dan akuntabel. Dengan reformasi dan perubahan Perguruan Tinggi dapat melayani kebutuhan yang lebih beragam bagi lebih banyak orang dengan pelayanan pendidikan, metode, dan penyampaian pendidikan berdasarkan jenis dan bentuk-bentuk baru hubungan dengan masyrakat dan sektor-sektor masyarakat lebih luas.

Daftar Pustaka

Anhar, Membentuk Manusia Berilmu Prespektif Integtasi, Padangsidimpuan, 2012

Alim M., Pendidikan Agama Islam : Upaya Pembentukan pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung : Rosda Karya, 2006

Hidayat Komaruddin Problem dan Prospek IAIN, Jakarta : Departemen Agama RI, 2000

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Raja Grafindo, 2006

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Yogyakarta : Pustaka Belajar. 2006

Putra Khaidar Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2004

Siddik Dja'far, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung :Cita Pustaka Media, 2006
no image

MAKALAH TENTANG : MANHAJ TEOLOGI ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

 A.    Latar Belakang

         Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam agama Islam, dimana tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Keimanan itu merupakan akidah dan pokok yang di atasnya berdiri syari’at Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.
        Tauhid ialah mengesakan Allah dan mengakui keberadaannya serta kuat kepercayaannya bahwa Allah itu hanya satu tidak ada yang lain. Tidak ada sekutu baginya, yang bisa menandinginya bahkan mengalahkannya.
        Manusia berdasarkan fitrah dan akal sehat pasti mengakui bahwasanya Allah itu Maha esa. Seorang muslim wajib mengimani akan keesaaan Allah ta’ala dan bahwasannya tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah ta’ala, adapun kalimat tauhid itu sendiri yang dimaksud ialah La ilaha illah yang berarti tidak ada yang berhak disembah selain Allah.
        Ada tiga aspek manhaj teologi islam, yakni : manhaj pengembangan ilmu tauhid, alat yang digunakan ilmu tauhid dalam mencari kebenaran Allah, dan manhaj yang digunakan ilmu tauhid dalam pembuktian kebenaran dalam ilmu tauhid.


B.     Rumusan Masalah
        Sesuai dengan tema yang telah kami terima sebagai materi makalah yaitu manhaj teologi islam, maka rumusan masalah yang dikaji dalam makalah penulis yaitu :
a.       Apa yang dimaksud dengan Manhaj?
b.      Apa yang dimaksud dengan Manhaj Ilmu Tauhid?
 
C.    Tujuan PenulisanTujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui pengertian Manhaj
b.      Untuk mengetahui pengertian Manhaj Ilmu Tauhid

 BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Manhaj
Manhaj dalam bahasa artinya jalan yang jelas dan terang. Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 48 yang berbunyi:
وَاَنْزَلْنَااِلَيْكَ الْكِتَبُ بِا لْحَقِّ مُصَدِّقَالِّمَابَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَبِ وَمُهَيْمِنًاعَلَيْهِ فَا حْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَااَنْزَلَ اللهُ وَلاَ تَتَّبِعْ اَهْوَاءَهُمْ عَمَّاجَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَامِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًاوَلَوْشَاءَ اللُه لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةًوَّلَكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَااَتَكُمْ فَاسْتَبِقُواالْخَيْرَتِ اِلَى ا اللهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًافَيُنَبِّئُكُمْ بِمَاكُنْتُمْ 
فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ
Artinya :
       “Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah  berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
         Manhaj menurut istilah ialah kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap pelajaran-pelajaran ilmiah, seperti kaidah-kaidah bahasa arab, ushul aqidah, ushul fiqih, dan ushul tafsir dimana dengan ilmu-ilmu ini pembelajaran dalam islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar. Menurut pemahaman para sahabat Rasulullah SAW  manhaj yang benar adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama.

2. Manhaj Ilmu Tauhid
         Pada masa kehidupan Rasul, ilmu tauhid suatu disiplin yang berdiri sendiri dalam agama islam belum lah ada. Pada masa kehidupan Rasulullah, para umat islam tidak banyak bertanya tentang apa yang disamapaikan Rasul, tetapi mereka bersikap “sami’na wa atha’na” (kami dengar dan kami taati). Karena itulah ilmu tauhid belum menjadi suatu ilmu.
      Akan tetapi, setelah Rasul wafat dan islam semakin luas dan berkembang, muncul lah bernagai persoalan-persoalan itu, maka para ulama mencoba menhkaji ajaran tauhid dari sumber ajaran Al-Quran dan hadits dengan maksud untuk:
1.Memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan ketauhidan yang tumbuh dan berkembang dikalangan umat islam sebagai akibat logis dari dinamika perkembangan sosial umat islam.
2.Memberikan jawaban terhadap pengaruh-pengaruh kepercayaan dan paham-paham lain yang telah memasuki dunia islam oleh para ulama dipandang sebagai ancaman dan bahaya bagi kemurnian akidah umat islam.
3. Mengkonkritkan ajaran tauhid kerena oleh para ulama masalah ini dianggap masih bersifat samar dalam Al-Quran dan hadits bagi masyarakat awam.

Berbicara tentang manhaj atau metode ilmu tauhid dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu:
1)  Manhaj Pengembangan Ilmu Tauhid
       Ilmu tauhid sebagai suatu disiplin ilmu yang membahas masalah Ketuhanan dalam islam, adalah hasil rumusan para ulama terhadap ajaran Ketuhanan yang terkandung dalam Al-Quran dan hadits-hadits. Manhaj atau cara proses pengembangan ilmu ini tidaklah tumbuh sekaligus dalam waktu yang singkat, tetapi lahir dan tumbuh secara bertahap, berangsur-angsur menjawab persoalan umat sesuai dengan keadaan dan faktor-faktor yang terjadi dalam dunia islam itu sendiri.
       Apabila diklasifikasikan sebab-sebab timbulnya Ilmu Tauhid sebagai suatu disiplin dalam islam, dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Faktor internal atau sebab yang timbul dalam diri itu sendiri. Sebab internal itu dapat pula dibagi dua yaitu:
a. Sebab yang datang dari Al-Quran:
* Al-Quran mendebat orang-orang musyrik dan kaum Atheis dan menolak semua argument mereka.
*Ayat-ayat Al-Quran ada yang mutasyabihah yang menimbulkan kecenderungan hati manusia untuk memahami dan membahas maksudnya.
* Al-Quran menghargai akal manusia dan bahkan mengahadapkan khitab (titah) kepada akal itu agar dapat berfungsi secara maksimal memperhatikan alam dan cakrawala dalam membuktikan kebenaran keesaan Allah.

b.      Sebab yang datang dari kaum muslimin sendiri:
* Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat islam dalam peperangan telah menghantarkan mereka sebagai Negara yang kuat dan jaya serta merasa aman tinggal dinegeri mereka. Dengan keadaan ini islam memperoleh kesempatan secara aman untuk melakukan pembahasan secara filosofis terhadap masalah-masalah agama, sehingga tidak lagi membatasi diri pada arti dzahir nash saja seperti pada masa sebelumnya.
* Masalah perbedaan paham politik sesame umat islam membawa mereka menjadi berkelompok-berkelompok. Lebih dari itu paham politik ini mengakibatkan terbunuhnya khalifah Usman dan Abu Thalib. Untuk kepentingan politiknya, banyak umat islam ketika itu yang berani menjadikan ayat-ayat Al-Quran untuk memperkuat posisi politiknya. Hal ini terjadi karena memang pada masa itu terjadi karena pada masa itu pengaruh agama sangat kuat pada niwa umat islam dan sangat kuat hasrat mereka untuk mengkaitkan agama dengan suatu peristiwa.
* Kebebasan dan kemerdekaan berfikir serta mengeluarkan pendapat sangat sempurna dimasa awal abad-abad hijriah itu, dan memang hal ini sangat sesuai dengan watak budaya orang Arab dan bahkan dikuatkan lagi oleh ajaran islam. Keadaan seperti inilah yang membuat suburnya perbedaan pendapat dikalangan umat islam ketika itu.
2. Faktor eksternal atau sebab-sebab yang datang dari luar islam yaitu:
a.       Pengaruh kepercayaan dan agama lain
        Kebanyakan orang yang masuk dalam agama islam pada masa penaklukan di zaman khulafaur rasyidin adalah dari orang yang sudah menganut suatu agama atau paling tidak telah memiliki agama islam, namun kepercayaan lama itu kemudian mereka campurkan dengan ajaran aqidah islam sehingga terjadi dengan apa yang disebut istilah “sinkritisme”. Dengan demikian aqidah umat islam sudah tidak murni lagi dn pada gilirannya sulit membedakan yang mana ajaran islam yang murni dan mana yang ajaran yang bersumber dari agama lain. Menyadari betapa bahayanya situasi ini, maka para ulama melakukan tindakan-tindakan kemurnian dan mengajari umat tentang aqidah yang benar sehingga mampu membedakannya dari aqidah non islam.
b.      Pengaruh filsafat yunani
        Dengan semakin berkembangannya dunia islam dan membuka diri terhadap perkembangan kebudayaan internasional, maka pemikiran filsafat yunani juga akhirnya memasuki dunia islam. Pemikiran filsafat yunani ini sangat menarik perhatian para ulama karena Al-Quran sendiri sangat mendorong umatnya untuk berfikir secara filosofis.
2)    Alat yang dipakai ilmu tauhid dalam membahas kebenaran Allah
Ilmu tauhid yang membahas tentang Tuhan menurut ajaran islam. Dalam membahas dan menetapkan kebenaran Allah tersebut, alat yang digunakan ilmu tauhid tersebut adalah hokum. “Hukum ialah menetapkan suatu perkara terhadap suatu yang lain atau tidak menetapkannya”.
Ada tiga hukum yang digunakan oleh ilmu tauhid dalam menetapkan dan mempertahankan adanya Allah, yaitu:
1.      Hukum syara’
Ialah hukum atau perintah Allah SWT yang terdapat dalam Al-Quran dan hadist Rasulullah.Hukum syara’ ini terbagi dua yaitu:
a. Taklifi
Artinya perintah-perintah Allah kepada orang mukallaf supaya mengakui adanya Allah, mengerjakan perintah-perintahnya yang wajib dan sunah, atau menjauhi larangan-larangan Allah yang haram dan makruh dan boleh memilih diantara yang mubah.

b. Wadh-i
Artinya perintah Allah untuk menunjukkan itu menjadi sebab, syarat atau larangan kebaikan atau kerusakan.
2. Hukum adat
Ialah hukum yang ditetapkan atau tidaknya atas sesuatu itu berdasarkan pada kebiasaan yang berlaku atau biasa karena terjadi berulang-ulang.
Contoh hukum adat ialah: kenyang itu biasanya terjadi sesudah makan, jadi hukum  adat menetapkan bahwa makan itu mengenyangkan. Adat atau kebiasaan ini berlaku bagi semua umat manusia diatas bumi.
3.Hukum akal
Ialah menetapkan sesuatu perkara terhadap perkara yang lain dengan akal pikiran, jadi bukan karena adat dan juga bukan karena adat syara’ yang metapkan. Misalnya, kita menetapkan lagi wujud bagi: maka kita katakan: Allah wujud.
Hukum akal dibagi tiga bagian yaitu:
1.      Wajib artinya tiada terbayang pada akal akan tidak adanya: jika mesti ada.
2.      Mustahil artinya tiada terbayang pada akal wujudnya: jadi, mesti tidak ada.
3.      Ja-iz artinya barang yang terbayang adanya atau tidak adanya, pada akal sama saja.

3)      Manhaj pembuktian kebenaran dalam ilmu tauhid
         Pada ilmu-ilmu alam, pembuktian kebenaran sesuatu didasarkan pada hasil observasi (pengamatan), dan melalui eksperiment atau percobaan dan pengujian laboratorium, yang berarti pengamatan langsung lewat panca indra dibantu peralatan teknis terhadap objek kajian.
      Selanjutnya, pembuktian kebenaran dalam filsafat bukanlah pada hasil observasi atau pengamatan empiris. Pembuktian kebenaran dalam filsafat adalah susun  fikir (sillogism) yang dianggap logis dan rasional, yakni terterima dan tertelan oleh akal.
        Jadi pembuktian paling primer tentang kebenaran dalam ilmu tauhid itu adalah wahyu Allah. Sehingga andainya pun pernyataan wahyu itu misalnya tidak dapat dibuktikan secara empiris saat ini, atau juga tidak tertelan oleh akal, maka hal itu bagi ilmu tauhid tidak menjadi masalah, bukanbsesuatu yang mengurangi keyakinan dan melemahkan keimanan bagi orang yang bertauhid. Dengan semikian, sekalipun filsafat dan ilmu tauhid sama-sama membahas tentang Tuhan, tetapi metode pembuktian kebenaran diantara keduanya sangat berbeda.
        Para ulama tauhid atau teolog muslim lebih dahulu percaya pada pokok persoalan dan mempercayai kebenarannya dan menetapkan dalil-dalil fikiran untuk pembuktiannya, sedang pembahasan dan pemikiran filsafat ketuhanan tidak dimulai dari kepercayaan, tetapi sampai mencapai suatu hasil.
        Tentang perbedaan metode dalam pembuktian kebenaran antara filsafat ketuhanan dengan ilmu tauhid ini, A. Hanafi mengemukakan bahwa para ulama tauhid atau teolog islam adalah laksana pembela perkara yang ikhlas dan menganggapnya benar. Sedangkan filosof adalah laksana seorang hakim yang memeriksa suatu perkara. Ia tidak akan memberikan sesuatu keputusan kecuali sesudah mendengar alasan-alasan pihak bersangkutan dan melihat bukti-buktinya, kemudian ia mengeluarkan keputusannya tanpa memihak pada salah satunya.
Ibnu Khaldun seperti dikutip A.Hanafi mengemukakan sebagai berikut :
        “Pemikiran seorang filosof tentang ketuhanan adalah pemikiran tentang wujud yang mutlak dan hal-hal yang berhubungan dengan wujud itu sendiri. Tetapi pemikiran ulama tauhid tentang wujud ini bisa menunjukkan kepada zat yang memberi wujud. Dengan perkataan lain, pembicaraan ilmu tauhid ialah kepercayaan agama islam sesudah dianggapnya benar dari syariat dan mungkin dapat dibuktikan dengan dalil-dalil akal fikiran.
         Memang dengan metode pembuktian kebenaran yang seperti ini, banyak ilmuwan yang keberatan jika ilmu tauhid disebut sebagai ilmu, dan mereka bertanya kenapa teologi islam ini disebut juga dengan ilmu? Bukankah lebih tepat disebut kayakinan atau kepercayaan?
       Maka adapun jawaban yang dikemukakan oleh para ulama tauhid seperti yoesoef sou’yb adalah sebagai berikut :
         Setiap yang disebut ilmu tidaklah mesti berdasarkan pembuktian observasi atau pengamatan langsung panca indera. Sebagai contoh bukankah sejarah dan kepurbakalaan disebut juga sebagai ilmu? Pembuktian dalam ilmu sejarah bukanlah berdasarkan observasi atau pengamatan langsung ahli-ahli sejarah terhadap peristiwa pada zaman dahulu, zaman tengah apalagi zaman purbakala, akan tetapi berdasarkan catatan-catatan atau bekas-bekas berupa peninggalan yang menggambarkan peristiwa masa lalu itu. Demikian juga dengan arkeologi, pembuktiannya tidak lebih hanya berupa penarikan-penarikan kesimpulan terhadap tulang belulang dan benda-benda purba yang ditemukan.
        Dengan demikian, tidak ada keberatan jika pembicaraan tentang Tuhan disebut juga sebagai “ilmu” hingga disebut teologi seperti memanggilkan geologi dan sebagainya, sekalipun pembuktiannya bukan berdasarkan observasi. Kalau ada orang keberatan untuk mengatakan pembicaraan tentang Tuhan sebagai ilmu, maka ia pun harus keberatan pula menyatakan sejarah dan kepurbakalaan sebagai ilmu.
 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
        Setiap agama memiliki kepercayaan tentang Tuhan, sebab pada hakikatnya agama adalah peraturan ketuhanan yang menjadi tuntunan bagi umatnya untuk mencapai kebahagiaan hidup lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Itulah sebabnya setiap agama menjadikan ajaran atau ilmu ketuhanan dalam agamanya tersebut sebagai pelajaran utama. Misalnya ilmu tentang ketuhanan Agama Kristen menjadi pelajaran utama dalam kehidupan beragama umat Kristen, ilmu tentang ketuhanan agama Budha menjadi pelajaran utama bagi umat Budha. Demikian juga halnya dengan agama-agama lain termasuk agama islam.
        Dalam literatur umum, ilmu tentang ketuhanan disebut dengan “Theology” (bahasa inggris) atau berasal dari kata “Theologie” (bahasa perancis dan belanda) baik inggris, perancis maupun belanda, mengambil kata “Theologi” tersebut dari bahasa latin atau Greek tua.

B.     Saran
       Sebagai mahasiswa di bidang tertentu khususnya UIN-SU kita harus mempelajari ilmu tentang teologi islam sebagaimana kita bisa mengetahui berbagai macam aliran agama yang ada di Indonesia maupun dunia sekalipun, tentang perkembangan ilmu-ilmu keagamaan. Allah menciptakan umatnya sebagaimana berdasarkan ketentuan yang dikehendakinya kita lah yang menjalaninya, kita boleh percaya tapi jangan terlalu yakin sebab semua hal yang bersifat memaksa tidaklah bagus untuk dijalani.

 DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Sirajuddin, I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 1981.
Abduh, Muhammad, Risalah al-Tauhid, Al Manar, Mesir, 1926.
Al Jisr, Husain Affandy, Al Husun al Hamidiyah, As Saqafiyah, Surabaya, tt
Al-‘Aqil, Muhammad bin A.W. 2009. Manhaj ‘Aqiqah Imam Asy-Syafi’I, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I.
 Purba Hadis, Salamuddin. 2016. Theologi Islam(ilmu tauhid),  Medan: Perdana Publishing.